Perjuangan Berat Pertamina Distribusikan BBM di Luwu Raya, dari Drone Hilang hingga Lewati Longsoran
PT Pertamina Patra Niaga Regional Sulawesi adalah anak perusahaan PT Pertamina (Persero) yang bergerak di bidang perdagangan olahan minyak bumi
MAKASSAR, TRIBUN-TIMUR.COM - Rusaknya Jembatan Miring di Palopo, Sulawesi Selatan ( Sulsel ) selama 3 pekan pada November 2021 lalu berdampak pada terganggunya distribusi barang dan jasa di Pulau Sulawesi.
PT Pertamina Patra Niaga Regional Sulawesi adalah anak perusahaan PT Pertamina (Persero) yang bergerak di bidang perdagangan olahan minyak bumi, salah satu yang turut merasakan dampaknya.
Mobil tangki Pertamina harus tertahan di jalan, di wilayah Palopo dan Luwu, selama berhari-hari karena jembatan di jalur Trans Sulawesi yang menghubungkan Palopo dan Luwu itu tak bisa dilalui.
"Gara-gara Jembatan Miring (rusak), distribusi (BBM) amburadul," kata Sales Area Manager Retail Sulseltra PT Pertamina (Persero) Regional Sulawesi, Probo Prasiddhahayu dalam acara diskusi dengan jurnalis di Makassar, Sulsel, Kamis (9/12/2021).
BBM dari Depot Pertamina di Karang Karangan, Bua, Luwu tak bisa distribusikan ke sebagian daerah.
Akibatnya, kelangkaan BBM pun terjadi di sebagian daerah, termasuk di Luwu Utara dan Luwu Timur, daerah di utara Palopo dan Luwu.
Harga BBM jenis Pertalite di tingkat pengecer pun naik Rp 20 ribu hingga Rp 30 ribu.
Baca juga: BBM Langka, Harga Pertalite di Wotu Luwu Timur Rp 20 Ribu Per Botol
• Harga Pertalite Per Botol Rp25 Ribu di Malili Luwu Timur, Ada Pengecer Jual hingga Rp40 Ribu
Baca juga: Harga BBM Pertalite Melambung Tinggi di Luwu Utara, Tembus Rp30 Ribu Per Liter
Di SPBU di wilayah Sulawesi Selatan, BBM yang memiliki angka oktan 90 itu, dijual seharga Rp 7.850.
Guna mencari solusi kelangkaan BBM dan kembali memperlancar distribusi, Pertamina Patra Niaga mencoba melakukan mapping menggunakan drone.
Namun, hal tak diinginkan terjadi.
"Drone kami hilang waktu mapping di sawah," kata Probo Prasiddhahayu menceritakan.
Tak hanya sampai di situ ceritanya.
Probo Prasiddhahayu menceritakan, Pertamina juga melakukan aksi sosial membagi-bagikan nasi bungkus kepada warga yang terjebak macet.
Namun, bagi dia dan Pertamina, ini tak masalah sebab arahnya adalah pengabdian.
Pengabdian lain ditunjukkan Pertamina adalah implementasi BBM Satu Harga di wilayah terisolir Kecamatan Seko, Luwu Utara.
Wilayah ini sempat viral pada beberapa tahun lalu karena ojek termahal di dunia ada di sini.
Untuk ke Masamba, ibu kota Luwu Utara, penduduk Seko harus merogoh kocek Rp 1,5 juta untuk membayar ojek motor.
Motor dipandang sebagai sarana transportasi yang paling mungkin digunakan karena kondisi jalan yang berlumpur dan sering longsor menyulitkan apabila mobil harus melaju di jalanan tersebut.
Distribusi BBM ke Seko dilakukan dengan mobil tangki sejauh total 187 KM dari Terminal BBM Palopo di Bua.
Kondisi jalanan yang rusak mengakibatkan BBM harus dipindahkan ke dalam drum yang kemudian diangkut dengan pick up dan truk double gardan.
Seringkali longsor dan jalanan berlumpur akibat hujan menunda waktu BBM tiba menjadi 4-6 hari, dari kondisi normal hanya sehari.
Tak ayal awak transportir BBM sering menginap di jalan dan membawa bekal berlebih untuk mempersiapkan semua kemungkinan.
Sebelum ada SPBU BBM Satu Harga di Seko, SPBU terdekat terdapat di Sabbang dengan jarak 118 KM dari Seko, sehingga harga BBM bisa mencapai Rp 25.000 hingga Rp 30.000 per liter.
Sejak beroperasi pada Juni 2021, konsumsi BBM Satu Harga mencapai 20 KL untuk Premium dan 20 KL untuk Biosolar.
Harga BBM Satu Harga jenis Premium di Seko kini menjadi Rp 6.450 per liter, sedangkan Biosolar Rp 5.150 saja per liter.
Hingga kini, Pertamina terus berusaha memratakan penerapan BBM Satu Harga di Sulsel.
Selain di Luwu Utara, upaya tersebut juga dijalan di Kabupaten Bone.(*)