Vonis Nurdin Abdulah
Ogah Urusi Vonis Penjara Nurdin Abdullah, Sudirman Sulaiman Ungkap Rencana Besarnya di Pemerintahan
Sudirman menyebut vonis Nurdin Abdullah sepenuhnya ranah penegak hukum, bukan ramahnya.
Penulis: Ari Maryadi | Editor: Saldy Irawan
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR -- Pelaksana tugas Gubernur Sulawesi Selatan Andi Sudirman Sulaiman angkat bicara terkait kasus hukum pasangannya, Nurdin Abdullah.
Bagi Sudirman, ia mengaku ingin fokus bekerja yang terbaik menyelesaikan sisa masa jabatan Prof Andalan hingga 5 September 2023.
Sudirman menyebut vonis Nurdin Abdullah sepenuhnya ranah penegak hukum, bukan ranahnya.
"Jangan. Saya tidak mau komen itu. Kita fokus bekerja saja (di Pemprov). Soal vonis Itu bukan area saya," kata Sudirman kepada wartawan di Gedung DPRD Sulsel Senin (30/11/2021) malam.

Sudirman adalah pasangan Nurdin Abdullah pada Pilgub Sulsel 2018 lalu.
Sudirman sendirian jadi pengendali Pemerintahan Sulawesi Selatan sejak Maret 2021 lalu, atau sejak Nurdin Abdullah ditangkap KPK.
Sebelumnya diberitakan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi atau Pengadilan Tipikor Makassar menjatukan vonis 5 tahun penjara plus denda Rp 500 juta kepada Gubernur Sulsel nonaktif, Nurdin Abdullah.
"Menjatuhkan pidana penjara selama 5 tahun ditambah denda pidana Rp500 juta," ujar Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Makassar, Ibrahim Palino saat membacakan vonis Nurdin Abdullah, Senin (29/11/2021) malam.
Vonis 5 tahun penjara jauh lebih ringan dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi atau JPU KPK.
Sementara, soal denda, jika Nurdin Abdullah tak bisa membayarnya, maka diganti kurungan (penjara) selama 4 bulan.
Mantan Bupati Bantaeng tersebut juga diminta membayar uang pengganti Rp 2,1 miliar dan 350 ribu dollar Singapura atau setara Rp 3,6 miliar.
Apabila sebulan setelah perkara ini tak diganti maka harta kekayaannya akan dirampas untuk menutupi kerugian negara atau diganti pidana penjara selama 10 bulan.
Hukuman Nurdin Abdullah tak hanya penjara, denda, dan membayar uang pengganti.
Terdakwa dalam kasus suap dan gratifikasi itu juga dicabut hak politiknya selama 3 tahun setelah menjalani pidana pokok.
Majelis hakim tak asal menjatuhkan hukuman kepada mantan guru besar pada Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin itu.
“Majelis hakim menjatuhkan hukuman pidana berdasarkan pertimbangan dan rasa keadilan,” tutur dia. (*)