Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Calon Negara Baru

Ini Calon Negara Baru Tetangga Indonesia, Merdeka karena Referendum

Pulau ini baru saja menyatakan kemerdekaan dari Papua Nugini, negara yang berbatasan dengan Indonesia di bagian timur. 

Editor: Muh. Irham
ist
Pulau Bougainville 

TRIBUN-TIMUR.COM - Mulai tahun 2023, Indonesia, bakal memiliki sebuah negara tetangga baru. Namanuya Pulau Bougainville. Pulau ini hanya memiliki penduduk sebanyak 300.000 jiwa.

Pulau ini baru saja menyatakan kemerdekaan dari Papua Nugini, negara yang berbatasan dengan Indonesia di bagian timur. 

Kemerdekaan Pulau Bougenville diraih setelah warganya melakukan referendum pada tahun 2019 lalu.

Sedangkan proses kemerdekaannya baru dimulai pada tahun 2023 mendatang dan kemerdekaan penuh akan mereka raih pada tahun 2027.

Hasil referendum membuat penduduk lokal dan pengamat internasional menggembar-gemborkan masa depan yang positif bagi Bougainville.

Dilansir dari Daily Mail  pada Minggu, 28 November 2021, Komisi Referendum Bougainville, dinyatakan bahwa sebanyak 176.928 orang atau sekitar 98 persen pemilih telah mendukung kemerdekaan Bougainville dari Papua Nugini.

Ini mengakhiri perang berkepanjangan yang terjadi di pulau tersebut antara pasukan pemberontak Bougainville dengan Angkatan bersenjata Papua Nugini.

Dr. Anthony Regan, seorang ahli Papua Nugini di Universitas Nasional Australia, menyatakan reaksi terhadap referendum itu dapat dimengerti, tetapi terlalu dini.

“Bouganville tetap menjadi kandidat yang paling mungkin untuk negara baru, tetapi tidak akan mudah untuk mencapai kemerdekaan,” ungkapnya.

Ia mengatakan pemerintah Papua Nugini setuju untuk memberi Bougainville lebih banyak tanggung jawab untuk urusannya daripada provinsi lainnya, tetapi saat ini masih jauh untuk menjadi negara merdeka.

Apa yang mungkin merupakan langkah bertahap menuju otonomi yang lebih besar untuk Bougainville, tetapi mengatakan jadwal untuk menjadi negara yang sepenuhnya merdeka pada tahun 2027 adalah sangat tidak pasti.

Sebagian didorong oleh harapan bahwa Bougainville akan mandiri melalui sumber daya alamnya yang berharga, termasuk potensi pariwisatanya.

Hal tersebut dikatakan oleh pakar Bougainville dari Universitas Nasional Australia, Dr. Thiago Opperman.

Kendati memiliki potensi untuk menjadi destinasi wisata internasional di masa mendatang, akan tetapi fasilitas wisata di Bougainville disebut masih kalah dibandingkan dengan fasilitas wisata destinasi wisata andalan Indonesia, Bali.

“Bougainville adalah tempat yang sangat indah dengan pemandangan yang luar biasa dan beragam dan orang-orang yang ramah, tetapi infrastruktur di sana masih sangat terbatas dibandingkan dengan Fiji dan Bali.”

Tak hanya itu, Bougainville juga dikatakan olehnya masih sangat berbahaya untuk didatangi karena adanya endemik penyakit malaria.(*)

Selain itu, masih ada banyak faktor yang membuat negara induknya, Papua Nugini, berada di luar jalur dalam hal pariwisata, terutama reputasi yang berbahaya untuk keselamatan pribadi.

Bahkan, Kementerian Pariwisata Papua Nugini juga telah mengeluarkan beberapa peringatan yang konsisten dengan reputasi Papua Nugini.

“Risiko kejahatan kekerasan dan serangan seksual di Papua Nugini sangat tinggi. Penjahat sering menggunakan parang dan senjata api. Selalu waspada terhadap lingkungan sekitar Anda. Hindari keluar setelah gelap,” bunyi peringatan tersebut.

papua new guinea peacekeepers in bougainville

Bougainville, yang dihuni 300.000 penduduk, adalah sekumpulan pulau di bagian timur Papua Nugini. Bougainville pernah berupaya memproklamasikan kemerdekaan saat pembentukan negara Papua Nugini pada 1975, namun diabaikan.

Pada 1988, Bougainville terlibat peperangan separatis selama sembilan tahun yang dipicu isu ekonomi.

Pada 2001, pemerintah Papua Nugini memberikan status otonomi kepada Bougainville sebagai bagian dari kesepakatan damai untuk mengakhiri perang sipil antara pemberontak Bougainville dan militer Papua Nugini yang menewaskan sekitar 20.000 orang.

Kesepakatan itu juga menjanjikan referendum kepada rakyat Bougainville.

Kawasan itu kaya sumber daya alam, khususnya tembaga, yang sudah ditambang besar-besaran sejak 1960-an di bawah pemerintah Australia.

Namun, sektor pertambangan lumpuh akibat perang dan pendistribusian pendapatan hasil tambang merupakan salah satu faktor di balik konflik dengan Papua Nugini.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved