Khazanah Tionghoa
Ternyata, Amma Tjiang dalam Lagu Makassar Ciptaan Hoo Eng Djie Itu Julukan Ratu Belanda Wilhelmina
Lagu itu diciptakan seniman Tionghoa yang juga pengarang lagu Ati Raja, Baba Tjoe Hoo Eng Djie yang dilantungkan sahabatnya yang bernama Pui Tjong Ang
Oleh: Moeh David Aritanto Baba Baco
Budayawan Tionghoa
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Amma Tjiang begitu tenar, khususnya bagi seniman Makassar.
Selaku pengalih sejarah tradisi budaya, khususnya sejarah tradisi budaya Tionghoa blesteran Makassar Bugis, terketuk pintu hati saya untuk menjelaskan syair lagu "Amma Tjiang Dendang".
Lagu itu diciptakan seniman Tionghoa yang juga pengarang lagu Ati Raja, Baba Tjoe Hoo Eng Djie yang dilantungkan sahabatnya yang bernama Pui Tjong Ang.

Berdasarkan analisa dan sumber yang pernah saya temui puluhan tahun lalu, Amma Tjiang Dendang adalah lagu yang syairnya sarat makna filosofis.
Lagu AmmanTjiang Dendang dibuat Baba Tjoe Hoo Eng Djie dan didendangkan Pui Tjong Ang dalam piringan hitam di era tahta kekuasaan Ratu Belanda Wilhelmina.
Dalam Bahasa Makassar, Amma berarti mama.
Karena yang buat adalah seniman Tionghoa blesteran peranakan dan untuk enaknya dilantungkan, ditambahlah kata Tjiang, jadilah Amma Tjiang.
Kata Tjiang memang edentik juga nama keturunan Tionghoa.

Dalam syair lagu Amma Tjiang Dendang, ada kata dalam bahasa Makassar, "Tallung lawarak lekona alla napalabbangngi linoa."
Bila diartikan dalam Bahasa Indonesia, kalimat itu berarti "Tiga helai daun menutupi dunia."
Itu bahasa metafora yang artinya bukan tiga helai daun benaran.
Melainkan simbol tiga warna bendera Belanda. Merah, putih, dan biru menutupi dunia.
Syair selanjutnya disebutkan, "Kebonu dende, ma'biring kassi. Mattamparang, mattamparang laisi'nu. Alla tenamo baji kanang-kanangku."
Renungkan, cobalah lihat gadis kulit seorang gadis Belanda, apalagi kalau seorang ratu. Bila ia berada di bibir pantai berpasir putih. Wajah kulitnya merah merona sejernih transparannya air laut.
"Kebonu dende" artinya dalam bahasa Makassar "sungguh engkau putih."
Mabbiring dalam bahasa Makassar di pinggir.
Kassi dalam bahasa Makassar pasir sedang laisi' dalam bahasa halus Tionghoa blesteran Makassar Bugis adalah seputar wajah.
"Tenamo baji kanang-kanangku" artinya tidak ada lagi kata-kata baik yang patuh saya ucapkan.
Kenapa syair lagu Amma Tjiang dibuat dalam bahasa metafora?
Karena kalau tidak dibuat dalam syair transparan, dipastikan yang ngarang dan yang nyanyikan akan ditangkap tentara Belanda.
Pengkajian dan analisa yang saya peparkan itu dibenarkan oleh pemilik studio Libel Record Musik, Riady Panorama Phoa, yang eksis dan berjaya di era tahun 1980an dengan mengobitkan beberapa penyanyi daerah Sulawesi Selatan hingga Ambon.(*)