Sidang Nurdin Abdullah
Hari Ini, Giliran Nurdin Abdullah Jadi Saksi Edy Rahmat
Gubernur Sulsel (diberhentikan sementara) Nurdin Abdullah (NA) dijadwalkan menjadi saksi Edy Rahmat (ER)
Penulis: Muhammad Fadhly Ali | Editor: Suryana Anas
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Gubernur Sulsel (diberhentikan sementara) Nurdin Abdullah (NA) dijadwalkan menjadi saksi Edy Rahmat (ER) di PN Makassar Jl Kartini, Rabu (3/11/2021). Hanya saja ia tak hadir.
Penasehat Hukum NA, Irwan Irawan mengatakan kepada Majelis Hakim Ibrahin Palino, kondisi terdakwa dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Perizinan dan pembangunan infrastruktur di Sulsel 2020-2021 itu kurang enak badan.
"Yang Mulia, kondisi klien kami kurang baik, kami harap besok (hari ini) diperiksa sebagai saksi," ujar Irwan.
Majelis Hakim Ibrahim Palino, menyerahkan ke Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK).
"Kalau soal kesehatan kami tentunya setuju saja Yang Mulia," kata JPU KPK Ronald Worotikan kemarin.
Sidang pada Rabu (3/11/2021) sore kemarin pun ditunda hingga hari ini Kamis (4/11/2021).
Dimana agenda persidangan, giliran NA yang bersaksi terhadap ER.
JPU Ronald mengatakan, pertanyaan kepada NA, hampir sama saat ia ajukan kepada ER kemarin.
Diketahui dalam dakwaan JPU, Nurdin Abdullah diduga menerima uang berjumlah Rp6.587.600.000,00 (enam miliar lima ratus delapan puluh tujuh juta enam ratus ribu rupiah) dan SGD200.000 (dua ratus ribu dollar Singapura).
Akan tetapi, jaksa kemudian menegaskan kalau seluruh uang tersebut harus dianggap sebagai suap.
Nurdin Abdullah menurut jaksa dinilai melanggar Pasal 5 angka 4 dan Pasal 5 angka 6 Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme jo Pasal 76 ayat (1) huruf a dan e Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
JPU juga mendakwa Nurdin Abdullah dengan ancaman pidana dalam Pasal 12 B Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Dengan ancaman hukum minimal 4 tahun, dan maksimal 20 tahun, dengan denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar. (*)