Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini Tribun Timur

Apakah Pemda Perlu Menerapkan Kebijakan Clearance Pengadaan TIK?

Visi dan misi pemerintah daerah sinkron dengan program nasional seperti untuk mewujudkan peta jalan Making Indonesia 4.0

Editor: Sudirman
zoom-inlihat foto Apakah Pemda Perlu Menerapkan Kebijakan Clearance Pengadaan TIK?
tribun timur
Kasi Aplikasi dan Telematika Diskominfo Makassar

DR Jusman SKel MSi

Analis it Governance dan Kebijakan Publik

Saat ini pemerintah daerah terus berinovasi agar seluruh layanan publik berbasis digital (digital services).

Visi dan misi pemerintah daerah sinkron dengan program nasional seperti untuk mewujudkan peta jalan Making Indonesia 4.0 dan gerakan smart city yang digaungkan pemerintah dengan beberapa kementerian agar bertransformasi menuju pemerintahan berbasis elektronik (digital governance).

Yang paling populer mungkin sering kita dengar seperti pemerintahan yang pintar (smart governance).
Pemerintahan yang smart ditandai dengan beberapa kebijakan.

Seperti layanan publik menggunakan sistem elektronik yang terhubung (automation systems), layanan yang tidak pernah tidur (online/siaga 24 jam), layanan lebih cepat, tangkas (agile), serta informasi yang selalu lengkap dan update dengan sistem layanan web services (multi services dan feedback multichannel).

Selain itu, smart governance ditandai responsif dan terintegrasi (integration dan Interoperababilitas) serta tersedianya sistem pendukung manajemen birokrasi dan pengambilan keputusan berbasis data (evidence-based policy) yang cepat dan tepat.

Kebutuhan bertransformasi secara digital untuk mewujudkan public digital services dan smart governance tentunya akan berkonsekuensi dengan penyediaan TIK.

Yang harus diperhatikan sebelum pengadaan TIK, terlebih dahulu keadaan lingkungan pendukung TIK.

Pendukung dimaksud, pertama kehadiran kebijakan/regulasi dan program berkelanjutan dalam dokumen perencanaan (sustainabilitas).

Kedua, komitmen pimpinan daerah yang telah tertuang dalam perda, perwali/perbub atau keputusan pemerintah daerah lainnya.

Ketiga, adanya layanan yang sudah termanage atau sudah terpola, dan telah terukur, membutuhkan aplikasi atau infrastructure TIK agar optimal (maturity).

Keempat, adanya komitmen transformasi (organisasi, sistem kerja dan SDMS) dari sosial culture birokrasi tradisional ke birokrasi modern.

Kelima, ketersediaan eksisting aplikasi dan infrastruktur pendukung seperti spesifikasi komputer tertentu, jaringan internet data (high access), server big data analytic dan sebagainya.

Jika pemerintah daerah tidak hati-hati membaca dan sigap melakukan harmonisasi dan sinkronisasi kebutuhan antarlingkungan TIK dan rencana pengadaan TIK tersebut, diperkirakan akan menyebabkan pemborosan dan atau berdampak kerugian negara, hingga harus ada kajian dasar atau kajian awal mengenai kebutuhan TIK.

Beberapa faktor kegagalan implementasi Pengadaan TIK umumnya karena hal-hal berikut.

Pertama, pengadaan tidak berdasarkan penilaian kebutuhan dan perencanaan.

Kedua, ketidakjelasan sasaran dan target penyelesaian masalah dan manfaat pengadaannya.

Ketiga, minim infrastruktur existing pendukung dan SDM atau skill supporting untuk memastikan program dapat berjalan baik.

Keempat, merupakan project tendensius yang dipaksakan tidak berdasarkan atas solusi bisnis proses layanan pemerintahan secara langsung.

Kelima, biaya maintenance atau pengelolaan operasional TIK yang terlalu tinggi.

Keenam, pengelolaannya tidak melekat pada struktur organisasi atau hanya dikelola oleh orang tertentu atau pihak tertentu.

Ketujuh, kurangnya inisiatif melaksanakan evaluasi kapasitas eksisting dan inventarisasi aset TIK yang berkembang sebelumnya.

Kedelapan, rendahnya dukungan dan keterlibatan berbagai unsur baik saat pengadaan hingga implementasi.

Dari kedelapan faktor tersebut akan menentukan tingkat keberhasilan dan risiko pengadaan TIK oleh pemerintah daerah.

Kebijakan clearance pengadaan TIK bertujuan untuk memastikan kelayakan belanja perangkat TIK, aplikasi, sistem TIK, dan pengadaan server maupun pusat data (Unit perangkat data centre) baru yang mengacu pada kebutuhan, kemanfaatan dan ketentuan perundang-undangan, guna mendukung sinkronisasi proses perencanaan dan penganggaran belanja perangkat TIK yg solutif, efficient, effective dan optimal serta memenuhi syarat dan ketentuan administrative lainnya.

Pelaksanaan IT clearance saat ini telah dilaksanakan baru se-tingkat kementerian dan lembaga pusat, melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika sebagai Chief Information Officer (CIO) pemerintah, dan telah menerbitkan Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Permintaan Clearance dari K/L atas Pengadaan Belanja Perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pemerintah TA 2021.

Dalam SE tersebut di detailkan telah ditetapkan kriteria pengadaan belanja TIK yang harus mendapatkan clearance.

Pertimbangan Kementerian Kominfo RI bahwa, ada lima komponen belanja TIK yang wajib mendapatkan clearance.

Lima komponen belanja yang dimaksud adalah pengadaan aplikasi yang merupakan aplikasi umum yang sesuai dengan Perpres Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE).

Pengadaan infrastruktur server; Pengadaan infrastruktur pusat data (data center) dan/atau pusat pemulihan bencana (disaster recovery center); Pengadaan sewa pusat data (data center) dan/atau pusat pemulihan bencana (disaster recovery center); dan Belanja TIK yang sumber pendanaannya berasal dari pinjaman luar negeri.

Sesuai tujuan kebijakan Clearance yang pengadaan TIK, maka untuk menghindari terjadi program abal-abal (bisa disebut pengadaan yang tiba-tiba muncul tidak ada dalam perencanaan formal dan tidak dilengkapi kajian assessment kebutuhan sebelumnya).

Menghindari Ketidaksesuaian dokumen perencanaan dan kebutuhan, menyesuaikan kebutuhan bisnis proses yang telah ada, atau mendrive tumbuhnya solusi bisnis yang lebih luas, menurunkan tingkat resiko gagal program, atau menghindari kerugian keuangan daerah.

Apresiasi yang baik kepada pemerintah daerah yang berniat dan menjalankan IT clearance, karena pemerintah akan mampu mengarahkan kebutuhan TIK nya, mampu menghemat dari pengendalian belanja TIK, mampu mengadakan melalui berbagi-pakai aplikasi atau server data centre, dan mampu mewujudkan sinkronisasi pengadaan TIK sebelumnya, dan sebagainya.

Pemerintah Daerah dapat menerapkan kebijakan pengadaan atas belanja TIK secara tersentralisasi/terkonsolidasi.

Atau dengan satu unit kerja yang ditunjuk menegosiasikan kerangka pembangunan dan pengadaan TIK agar dapat memperoleh produk TIK pada harga yang memberikan nilai terbaik, spesifikasi terbaik, mengurangi risiko kegagalan dan termanfaatkan dengan baik.

Satu hal lagi, partisipasi masyarakat untuk pemantauan pengadaan belanja TIK perlu difasilitasi dalam suatu platform.

Pemerintah dapat merancang suatu platform berupa situs web yang memungkinkan Kementerian/Lembaga Daerah, industri, masyarakat umum, dan pemangku kepentingan lainnya untuk melihat detail investasi TIK yang dilakukan oleh pemerintah.

Dinas kominfo sebagai CIO Tingkat Gubernur dan kab/kota dapat memberikan peringkat risiko untuk semua investasi TI utama pada platform tersebut, serta memberikan informasi tentang bagaimana risiko tersebut ditangani dan dimitigasi.

Semoga bisa menjadi pertimbagan kebijakan pembangunan TIK Lembaga Daerah, Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh!(*)

Tulisan ini juga diterbitkan pada harian Tribun Timur edisi, Rabu (3/11/2021).

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

Konsisten

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved