Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Tribun Makassar

Penjelasan Humas Polda Sulsel Soal Laporan Balik Ibu Korban Rudapaksa 3 Anak di Lutim

Polda Sulsel menanggapi sorotan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar.

Penulis: Muslimin Emba | Editor: Sudirman
TRIBUN-TIMUR.COM/MUSLIMIN EMBA
Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Pol E Zulpan. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Polda Sulsel menanggapi sorotan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar.

Sorotan itu terkait laporan S, terlapor dugaan rudapaksa tiga anak di Luwu Timur.

Dimana, S yang juga ayah ke tiga anak itu melaporkan balik mantan istrinya, RS.

RS dilaporkan mantan suaminya atas dugaan pencemaran nama baik, Sabtu pekan lalu.

Buntut dari viralnya curhatan RS di salam satu media, yang memuat tulisan 'Tiga Anak Saya Diperkosa'.

Menurut AJI dan LBH Makassar, penyidik Dit Krimsus Polda Sulsel tidak semestinya menerima laporan S.

Sebab, dianggap akan mengancam kemerdekaan atau kebebasan narasumber untuk berbicara di media.

Namun, menurut Polda Sulsel, pihaknya berhak menerima setiap aduan warga negara.

"Semua warga negara kan sama di muka umum, memiliki hak yang sama," kata Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Pol E Zulpan saat dikonfirmasi via telepon, Senin (18/10/2021) malam.

"Apabila warga negara merasa hak-haknya dirugikan, menurut pandangannya dan ada bukti-buktinya, itu boleh-boleh saja dia melaporkan," sambungnya.

Pihaknya juga mengklaim, dalam pelaporan itu, tidak terkait dengan sengketa pemberitaan.

Sebagaimana yang disarankan AJI dan LBH Makassar, agar setiap sengketa pemberitaan diselesaikan ke dewan pers.

"Ini kan bukan sengeketa pemberitaan, ini kan pencemaran nama baik. Jangan disalahkan, yang bersengketa kan bukan polisi dan pers, tapi kan masyarakat," ujarnya.

Pihaknya pun mengaku, akan memproses kedua laporan yang diterima.

Kedua laporan yang dimaksud, yaitu laporan RS terkait dugaan rudapaksa tiga anaknya yang dilakukan sang mantan suami S.

Dan laporan S, yang melaporkan RS sang mantan istri atas dugaan pencemaran nama baik.

"Laporan dua-duanya kan di proses, toh kalau laporan (RS) itu terbukti, kan (mantan) suaminya dipidana. Kalau tidak terbukti, tentunya kan laporan pencemaran nama baik ini bisa juga berproses," bebernya.

Sebelumnya diberitakan, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Makassar menanggapi kasus pelaporan terhadap narasumber yang memberikan pernyataan di media Project Multatuli.

Laporan itu dilayangkan ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Sulawesi Selatan, Sabtu, kemarin.

 Pelapor S, melaporkan Lydia (bukan nama sebenarnya) dengan aduan dugaan adanya tindak pidana pencemaran nama baik melalui ITE.

Aduannya, pelapor mengaku keberatan dengan pernyataan Lydia di laporan investigasi Project Multatuli.

Tulisan yang belakangan viral dengan judul berita, "Tiga Anak Saya Diperkosa, Saya Lapor ke Polisi, Polisi Menghentikan Penyelidikan.”
 Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Makassar, Nurdin Amir, menilai laporan tersebut merupakan ancaman kriminalisasi pada narasumber sebuah berita.

"Jika kriminalisasi narasumber terus-menerus terjadi, maka hal ini akan menimbulkan chilling effect," kata Nurdin Amir dalam siaran pers, Minggu (17/10/2021) siang.

Efek kriminalisasi tersebut, kata dia berdampak terhadap hak masyarakat mendapatkan informasi.

Sebab, narasumber menjadi takut berbicara di media dan kemudian informasi publik menjadi terabaikan.

"Pelaporan narasumber Project Multatuli tidak tepat, dan menjadi ancaman serius bagi kebebasan pers," ujar Nurdin Amir 

"Ketika narasumber dipidana, artinya membunuh pers itu sendiri. Pelaporan ini adalah serangan terhadap kebebasan pers dan demokrasi," sambungnya.

 Menurut Nurdin, payung hukum UU No 40 Tahun 1999 Tentang Pers yang mengatur soal pers memang dihadirkan untuk melindungi kebebasan pers.

Sebab kebebasan pers merupakan bagian dari kebebasan berpendapat yang diatur dalam Undang-undang Dasar pasal 28E.

"Payung hukum pers yang dipakai untuk melindungi narasumber merupakan poin penting," jelasnya.

Pasalnya, lanjut Nurdin, narasumber dan pers merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan.

"Kriminalisasi terhadap narasumber adalah serangan kepada pers, serangan terhadap kebebasan berpendapat," bebernya.

Jika narasumber Project Multatuli berlanjut di ranah kepolisian, maka akan menjadi preseden buruk bagi kebebasan pers di Indonesia. 

"Kami mendesak pihak penyidik Dit Reskrimsus Polda Sulsel tidak semestinya menerima laporan sengketa pemberitaan yang menjadi ranah Dewan Pers," harap Nurdin.

"Kasus ini tidak bisa dibiarkan, karena akan berdampak kepada narasumber lain untuk hati-hati atau membatasi bicara kepada media," tegasnya.

Sementara itu, Advokat Publik YLBHI-LBH Makassar, Abdul Azis Dumpa menilai pelaporan narasumber ke polisi itu salah alamat.

Karena yang dilaporkan adalah produk jurnalistik yang dilindungi UU No 40 Tahun 1999 Tentang Pers.

Menurut Azis, jika keberatan terhadap produk jurnalistik, maka harus menempuh langkah-langkah sesuai koridor jurnalistik.

Seperti, melalui permintaan hak jawab atau hak koreksi, atau penyelesaian lewat mekanisme di Dewan Pers. 

"Pelaporan narasumber dan penyelesaian sengketa pers harus ke Dewan Pers, bukan ke pidana,” kata Azis Dumpa.

Azis menegaskan, pihak kepolisian yang menerima laporan harus mengarahkan pelapor untuk melakukan langkah-langkah itu.

Hal itu tertuang dalam Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dengan Polri Nomor 02/DP/MoU/II/2017.

Tentang Koordinasi dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan. 

 "Di pasal 4 (Nota Kesepahaman) menegaskan, pihak kepolisian harus mengarahkan kasus yang dilaporkan ke polisi agar diselesaikan melalui Dewan Pers terlebih dahulu," ungkap Azis.

Dalam undang-undang pers, lanjut Azis, narasumber justru harus dilindungi. Hal tersebut terlihat pada keberadaan hak tolak di media.

Indonesia berada dalam situasi darurat kekerasan seksual.

Kriminalisasi terhadap korban atau keluarga korban kekerasan seksual, akan membuat kasus ini sulit terungkap ke publik.

Institusi kepolisian seharusnya melindungi korban maupun keluarganya.
 

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved