Tribun Makassar
Bahar, Pria Tua Sebatangkara Mengenang Kajang dari TMP Panaikang
18 tahun berjualan sapu lidi di depan TMP Panaikang, ada satu hal paling menyedihkan yang dirasakan Bahar.

Tinggalkan Sudiang pukul enam pagi dan kembali larut malam.
Kadang, jika sudah lelah, dia memilih menginap di emperan depan showroom mobil samping TMP.
Sapu lidi yang dijualnya, dibuat oleh kenalannya,
Seorang penyandang disabilitas yang tinggal di Camba, Maros,
Kenalannya itu juga yang beberapa hari sekali membawakannya sapu untuk dijual.
Bahar tinggal menunggu di depan TMP.
“Istriku kembali ke Jawa membawa anakku. Saudaraku sudah meninggal semua,” ujarnya kepada tribun-timur.com.
Namun, Bahar enggan menceritakan lebih jauh tentang istri dan anaknya.
Termasuk sejak kapan dia ditinggal keluarga terdekatnya itu.
18 tahun berjualan sapu lidi di depan TMP Panaikang, ada satu hal paling menyedihkan yang dirasakan Bahar.
Yaitu ketika orang-orang menuduhnya sebagai pengemis.
“Adakah pengemis bawa-bawa sapu?”
Kalimat itu seolah menegaskan bahwa dia tidak seperti yang dituduhkan.
“Lebih baik saya berjualan beginian (sapu) dari pada mencuri, karena kita (keturunan Kajang), tidak ada yang begitu,” tegas bungsu dari enam bersaudara ini.
Jauh dari Kajang, Bahar sering merasa rindu dengan suasana kampung halamannya.
Mengenang masa kecil diajak kakeknya ke sawah.
Namun, untuk pulang dia tak punya biaya.