Tribun Maros
Kader PPP Maros yang Terseret Kasus Tindak Asusila Terancam Dipecat
Wanita yang mengaku sebagai korban tindak asusila tersebut, pun tak berhenti untuk terus meminta keadilan.
Penulis: Nurul Hidayah | Editor: Saldy Irawan
TRIBUNMAROS.COM, MAROS - Kasus tindak asusila yang menyeret salah satu nama anggota DPRD fraksi Persatuan Pembangunan (PPP) SS, terus bergulir.
Wanita yang mengaku sebagai korban tindak asusila tersebut, pun tak berhenti untuk terus meminta keadilan.
Melihat hal tersebut, Ketua DPC Partai PPP Kabupaten Maros, Hasmin Badoa pun akhirnya angkat bicara.
Ia mengatakan tidak akan mentoleransi jika ada kadernya tersangkut masalah asusila.
Dia mengatakan sebagai kader partai, pihaknya telah melakukan pemanggilan terhadap kedua kadernya itu.
"Untuk masalah hukum, partai tidak akan terlibat dan hal ini. Kami juga sudah laporkan ke DPW, sisa menunggu proses hukumnya," katanya.
Hasmin mengatakan jika terbukti bersalah, SS terancam dipecar dari PPP.
"Jika memang terbukti maka DPC PPP Maros akan menerbitkan rekomendasi pemecatan terhadap kader tersebut, " ungkapnya.
Hasmin menegaskan jika Partai PPP tidak akan mentoleransi jika ada kader yang tersangkut masalah asusila.
"Jadi tidak ada toleransi bagi kader yang tersangkut masalah asusila, narkoba dan korupsi," tegasnya.
Dia juga mengaku telah mendengar klarifikasi dari SS di Jakarta karena bertepatan dengan Bimtek DPRD.
"Kita sudah minta klarifikasinya, dan katanya dia sudah koordinasi dengan pengacaranya dan akan mengambil langkah hukum jika kembali dari Jakarta,"pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, seorang wanita 26 tahun, inisial Bunga menuntut keadilan tehadap nasib masa depannya yang sekarang sudah rusak akibat perbuatan seorang anggota DPRD Kabupaten Maros
Bunga Dihamili lalu dipaksa menggugurkan kandungannya.
Oleh anggota DPRD berinisial SS (36).
Hubungan Bunga dan SS ini awalnya hanya sebatas sesama kader dalam sebuah partai.
Bunga seorang wanita yang bekerja sebagai marketing, sedangkan SS anggota DPRD Maros dan memiliki kehidupan bersama istri- anak.
Pertemuan dan komunikasi yang intens antara keduanya sebagai kader partai, membuat SS ingin sesuatu yang lebih dari seorang Bunga.
Kisah mereka dimulai Desember 2019.
Bunga yang berprofesi sebagai marketing mengajak SS untuk berinvestasi di perusahaan tempatnya bekerja.
Saat itu, SS berjanji akan menanam modal senilai Rp 50 juta.
Setelah kesepakatan, SS mengajak Bunga bertemu di hotel di Makassar dengan alasan akan memberikan uang investasi itu.
Sesampai di hotel, SS meminta Bunga untuk naik ke kamarnya.
Bunga sempat bertanya kenapa harus didalam kamar.
Tapi alasan SS karena merasa tidak enak jika seorang anggota DPRD memberikan uang dan dilihat orang, dia meminta Bunga masuk ke kamarnya.
Didalam kamar yang sudah disewa, ternyata SS punya permintaan yang lain.
Dia akan memberikan uang itu asal Bunga mau tidur dengannya.
Setelah berpikir panjang dengan berbagai pertimbangan, Bunga mau menuruti kemauan SS.
Namun uang yang diberikan SS pun tidak sesuai kesepatan awal, yakni hanya Rp 20 juta dari perjanjiannya Rp 50 juta.
Alasan SS karena uang proyeknya belum cair.
Hubungan itu ternyata berlanjut, hingga urusan tidur bareng dilakukan keduanya sampai 3 kali.
Sampai akhirnya Bunga hamil Juni 2020.
Bunga yang takut membuat keluarganya malu, kemudian mencoba meminta pertanggung jawaban SS.
Sayangnya SS yang dikenal orang terpandang di daerah itu, sudah memblokir kontak Bunga.
Sampai Bunga harus mengirim bukti tespack kehamilannya itu ke nomor istri SS.Sampai ketika SS membawakan obat untuk diminum Bunga.
Bunga dipaksa minum obat tersebut. Satu kapsul lewat mulut satunya lagi dimasukkan lewat vagina atau alat kelamin.
Beberapa jam kemudian, gumpalan keluar dari vagina Bunga.
Dia menduga jika itu adalah janin yang sebelumnya ada di kandungannya.
Dari situlah, SS kemudian meminta Bunga menggugurkan janin itu.
Tapi Bunga tidak mau.
SS mencari jalan agar persoalan itu tidak keluar ke publik, mengingat dia adalah anggota DPRD.
SS mencarikan obat agar janin dalam perut Bunga keluar.
Meski Bunga selalu bersikeras tidak ingin menggugurkan.
Untuk menutupi jejak kebejatannya, SS menyewakan sebuah kos-kosan di Makassar buat Bunga.
SS yang tahu jika Bunga keguguran pun berjanji akan menghidupinya dan tidak meninggalkannya.
Nyatanya tidak demikian. SS menghilang dan memutuskan komunikasi.
Bunga pun mencari keadilan dengan melaporkan persoalan itu ke Polda Sulsel.
Selama proses penyelidikan, Bunga selalu dibujuk pengacara SS untuk mencabut laporannya.
Pihak SS ingin kasus ini diselesaikan secara kekeluargaan.
Artinya Bunga diminta menyebut angka agar bisa melupakan kejadian tersebut.
Hingga akhirnya Bunga dibawa paksa pengacara SS ke notaris di daerah Samata, Gowa.
Bunga dipaksa menandatangani pernyataan mencabut laporan dan persoalannya dengan SS telah selesai.
Karena memikirkan mental dan tekanan batin yang sudah dia lalui, Bunga akhirnya menandatangani pernyataan itu.
Dia juga menerima uang sebesar Rp 80 juta sebagai kompensasinya.
Syaratnya, Bunga meminta agar SS tidak menyebar pernyataan itu keluar dari pihak yang terlibat. Yakni Badan Kehormatan DPRD Maros, Polda Sulsel dan dewan pengurus cabang (DPC).
Karena menurut Bunga, pihak DPC dan BK DPRD Maros sudah tahu dan menerima surat pernyataan itu.
Dan tidak boleh ada orang luar yang tahu mengenai persoalan tersebut.
Kenyataannya tidak seperti itu.
Dua bulan setelah menandatangani pernyataan, kabar buruk terjadi.
Beredar selentingan kabar jika Bunga dituduh memeras SS.
Bunga disebut-sebut jadi wanita tidak benar dan sengaja menggoda SS.
Ketika dirinya sudah melupakan aib itu lalu tiba-tiba menguak lagi, Bunga tidak terima.
Dia tidak tinggal diam.
Bunga kemudian melaporkan kembali SS ke Polda Sulsel.
Bunga kembali menagih janji SS yang dulu akan bertanggung jawab dan menghidupinya.
Bunga tidak akan berhenti sampai SS menikahinya.
Yang buat Bunga kecewa, unit PPA Polda Sulsel seolah cuek melanjutkan laporannya.
Keluarga Bunga juga heran kenapa penyidik memakai pasal pencabulan di kasusnya.
Padahal jelas jika Bunga bukan anak dibawah umur.
"saya sudah ke Polda Sulsel, tapi penyidiknya bilang tidak bisa dilanjutkan karena tidak memenuhi unsur pencabulan. Padahal saya ini bukan anak dibawah umur," ujar Bunga saat menyambangi kantor Tribun Timur menceritakan kasusnya.(*)