Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Yusril Ihza Mahendra Bantu Moeldoko Gugat Kubu AHY, Partai Demokrat: Dulu Dipanjat Sekarang Digugat

anak Ihza Mahendra, yaitu Yuri Kemal Fadlullah, maju menjadi bakal calon peserta Pilkada 2020 Belitung Timur dengan rekomendari dari Demokrat

Editor: Waode Nurmin
(KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO)
Kuasa hukum pasangan Joko Widodo-Maruf Amin, Yusril Ihza Mahendra, saat ditemui di kantornya, Kasablanka Office Tower, Jakarta, Jumat (12/7/2019). 

TRIBUN-TIMUR.COM - Nama Moeldoko kembali trending menyusul sosok Yusril Ihza Mahendra masuk membantu menggugat AD/ART Partai Demokrat kubu AHY.

Kabar itu bahkan heboh di sosial media.

“GAWAT... GAWAT...!! Yusril Jadi Kuasa Hukum Demokrat Moeldoko,” tulis akun @maspiyuaja sambil membagikan berita Portal Islam yang mengutip dari CNNIndonesia.

Moeldoko trending menyusul berita dirinya dibela pengacara terkenal Yusril Ihza Mahendra. Mereka menggugat AD/ART Partai Demokat di pengadilan
Moeldoko trending menyusul berita dirinya dibela pengacara terkenal Yusril Ihza Mahendra. Mereka menggugat AD/ART Partai Demokat di pengadilan (twitter)
 

Sementara itu politisi Partai Demokrat Rachland Nashidik mengungkit YIM yang pernah minta bantuan Partai Demokrat untuk mendukung anaknya maju pilkada tahun 2020.

Persisnya tentang anak Ihza Mahendra, yaitu Yuri Kemal Fadlullah, maju menjadi bakal calon peserta Pilkada 2020 Belitung Timur.

Yuri menggandeng Nurdiansyah sebagai pasangannya dan sudah mendaftar ke KPU.

Adapun partai pendukungnya selain Partai PBB, adalah PDI Perjuangan, Partai NasDem, Partai Demokrat, Partai Hanura, PAN, dan Perindo.

“Dulu dipanjat sekarang digugat. Rekomendasi pada Yuri diberikan oleh DPP Demokrat hasil Kongres 2020. Saat itu Yusril tidak peduli AD/ART PD. Konon pula menggugatnya.” @rachlannashidik menulis.

Berikut cuitan netizen tentang Partai Demokrat

@PutraWadapi: Ketum PBB  @Yusrilihza_Mhd  mjd kuasa hukum Moeldoko gugat AD/ART partai Demokrat ke MA. Heran ketum partai lain ikut gugat ad/art partai lain lalu Moeldoko juga tdk punya KTA demokrat. Katanya Yusril guru besar & ahli tata negara tapi kok tdk punya etika berorganisasi.

@bebekbobokk: Siapa tau Menang, dan moeldoko bisa jadi presiden…yeh gak..?

@dusrimulya: YIM itu bela Moeldoko dalam kapasitasnya sbg Lawyer Profesional..bukan sbg Ketum Partai Hal sesimpel itu klo gak bsa dimengerti mah kebangetan bodohnya kalian

@suryamakmurnas3: Bersedianya Yusril sbg penasihat hukum kubu Moeldoko, dapat dikatakan sbg kelebihan dan kekurangan dirinya dl politik. Kelebihan krn dia PH yg beken. Kelemahannya, YIM jg seorang politisi (Ketum PBB), sehingga sulit dpt dukungan parpol krn karakternya mendua.

@MohAbdulLatif1: Kenapa banyak yang mencibir Prof. Yusril yg di tunjuk sebagai kuasa Hukum Demokrat versi Moeldoko ?

@harlansmfachra: Kita kaget, seorang Yusril Ihza Mahendra mau merendahkan dirinya menjadi kuasa hukum Moeldoko dalam upaya merebut paksa Partai Demokrat. Meskipun  Menkumham menyatakan Kongres Moldoko tidak sah. Namun Yusril mau dibayar Moldoko untuk hal yg hina ini.

@AniBidadari: Terpilihnya Doktor H. Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat melalui KLB, bukan kemauan pribadinya tetapi keinginan kader untuk membawa kembali Partai Demokrat ke era kejayaannya, bukan lagi bertahan pada era kehancuran sepanjang dikuasai oleh Kubu Cikeas.

@MustofaMd: ini kesempatan penikung bully YIM,para pembully tak akan baca beritanya tapi cuma baca judulnya sudah berkomentar,padahal dimanapun YIM Bela kebenaran,maka jangan heran YIM nolak bela RJ Lino,jadi isinya membela kader demokrat yg dipecat ahy tapi para komen bila bela moeldoko

@harlansmfachra: Meskipun presiden  @jokowi memberikan ucapan selamat ultah partai Demokrat ke 20, 9 sept lalu, namum disisi lain KSP Moeldoko dibiarkan menggugat PD ke PTUN dan sekarang melakukan JR dg pengacara kondang Yusril Ihza Mahaendra. Dalihmya soal Demokrasi.

@ahsanridhoi: Ga perlu heran Yusril mau bantu Moeldoko lawan Pak Beye. Dulu, Yusril salah satu yang naikin nama Pak Beye jelang Pilpres 2004. Abis itu ditinggal dia sama Pak Beye.

@EdiMahaMG: Berawal dari ngopi-ngopi, lanjut sampai ke MA Wajah tersenyum dengan mulut terbuka dan keringat dingin kopi bisa gitu mbah

Alasan Yusril Ihza Mahendra

Konflik perebutan kursi ketua umum Partai Demokrat memasuki episode baru setelah kubu Moeldoko mengajukan judicial review (JR) terhadap Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat Tahun 2020 ke Mahkamah Agung (MA).

Empat mantan anggota Partai Demokrat yang merapat ke kubu Moeldoko menggandeng advokat ternama, Yusril Ihza Mahendra, sebagai kuasa hukum dalam JR dengan termohon Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly selaku pihak yang mengesahkan AD/ART tersebut.

Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra
Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra (Dok pribadi)

"Judicial review dimaksud meliputi pengujian formil dan materil terhadap Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/RT) Partai Demokrat Tahun 2020 yang telah disahkan Menkumham tanggal 18 Mei 2020," kata Yusril dalam siaran pers, Kamis (23/9/2021).

Yusril mengakui, langkah menguji formil dan materil AD/ART partai politik merupakan hal baru dalam hukum Indonesia.

Ia mendalilkan bahwa MA berwenang untuk menguji AD/ART partai politik karena AD/ART dibuat oleh sebuah partai atas perintah undang-undang dan delegasi yang diberikan UU Partai Politik.

"Nah, kalau AD/ART Parpol itu ternyata prosedur pembentukannya dan materi pengaturannya ternyata bertentangan dengan undang-undang, bahkan bertentangan dengan UUD 1945, maka lembaga apa yang berwenang untuk menguji dan membatalkannya? Ada kevakuman hukum untuk menyelesaikan persoalan di atas," ujar Yusril.

Ia berpandangan, mahkamah partai yang merupakan peradilan internal partai tidak berwenang menguji AD/ART.

Begitu pula pengadilan negeri dan pengadilan tata usaha negara karena kewenangannya hanya untuk mengadili sengketa putusan tata usaha negara.

Mantan Menteri Sekretaris Negara itu mengaku telah menyusun argumen yang meyakinkan dan dikuatkan dengan pendapat para ahli bahwa harus ada lembaga yang berwenang menguji AD/ART untuk memastikan prosedur pembentukannya dan materi muatannya sesuai UU atau tidak.

"Sebab penyusunan AD/ART tidaklah sembarangan karena dia dibentuk atas dasar perintah dan pendelegasian wewenang yang diberikan oleh undang-undang," kata dia.

Yusril melanjutkan, partai politik memiliki peran besar dalam kehidupan demokrasi dan penyelenggaraaan negara, sehingga partai tidak bisa sesuka hatinya membuat AD/ART.

"Saya berpendapat jangan ada partai yang dibentuk dan dikelola 'suka-suka' oleh para pendiri atau tokoh-tokoh penting di dalamnya yang dilegitimasi oleh AD/ARTnya yang ternyata bertentangan dengan undang-undang dan bahkan UUD 1945," ujar Yusril.

Oleh karena itu, Yusril mengatakan, MA mesti melakukan terobosan hukum untuk memeriksa, mengadili dan memutus apakah AD/ART Partai Demokrat Tahun 2020 bertentangan dengan UU atau tidak.

Ia pun membeberkan sejumlah hal yang perlu diuji misalnya soal kewenangan Majelis Tinggi Partai serta ketentuan soal syarat menggelar kongres luar biasa (KLB) yang harus disetujui oleh Majelis Tinggi Partai.

Yusril berpendapat, pengujian AD/ART Partai Demokrat ke Mahkamah Agung ini sangat penting dalam membangun demokrasi yang sehat di Indonesia.

"Bisa saja esok lusa akan ada anggota partai lain yang tidak puas dengan AD/ART-nya yang mengajukan uji formil dan materil ke Mahkamah Agung. Silahkan saja," ujar Yusril.

Yusril mengaku, ia bekerja secara profesional sebagai salah satu unsur penegak hukum di Indonesia sesuai ketentuan Undang-Undang Advokat.

Menurut Yusril, keterlibatannya dalam menangani JR ini merupakan tanggung jawab kepada negara dalam membangun hukum dan demokrasi.

"Bahwa ada kubu-kubu tertentu di Partai Demokrat yang sedang bertikai, kami tidak mencampuri urusan itu. Urusan politik adalah urusan internal Partai Demokrat. Kami fokus kepada persoalan hukum yang dibawa kepada kami untuk ditangani," kata dia.

Cari Pembenaran

Ketua DPP Partai Demokrat Didik Mukrianto menilai kubu Moeldoko mencari pembenaran atas terselenggaranya KLB pada Maret 2021 dengan mengajukan judicial review terhadap AD/ART Partai Demokrat.

Padahal, menurut Didik, KLB yang menetapkan Moeldoko sebagai ketua umum Partai Demokrat itu diikuti oleh peserta 'abal-abal'.

Jenderal Purn Moeldoko tiba di arena Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di Hotel The Hill, Sibolangit, Kabupaten Deliserdang, Sumatera Utara, Jumat (5/3/2021). Moeldoko terpilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat versis KLB Sumut. Dan kini didukung Yusril gugat AD/ART Partai Demokrat
Jenderal Purn Moeldoko tiba di arena Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di Hotel The Hill, Sibolangit, Kabupaten Deliserdang, Sumatera Utara, Jumat (5/3/2021). Moeldoko terpilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat versis KLB Sumut. Dan kini didukung Yusril gugat AD/ART Partai Demokrat (Tribunnews.com)

"Dengan menunjuk Yusril Ihza Mahendra sebagai pengacara, gerombolan Moeldoko sedang mencari pembenaran ke MA agar dapat melegalkan ‘begal politik’ yang mereka lakukan," kata Didik.

Anggota Komisi III DPR itu pun menilai uji materi yang diajukan oleh kubu Moeldoko masih saja mempermasalahkan Surat Keputusan Menkumham atas pengesahan AD/ART Partai Demokrat yang dikeluarkan pada Mei 2020.

Ia menuturkan, Menkumham memiliki tim pengkaji hukum yang kuat serta prosedur berlapis dalam memeriksa keabsahan sinkronisasi peraturan perundang-undangan sebelum mengeluarkan surat keputusan.

"Kongres Partai Demokrat 2020 sudah sesuai aturan dan demokratis. SK Menterinya juga sudah dikeluarkan lebih dari 1 tahun yang lalu. ‘Akrobat hukum’ apalagi yang mereka mau pertontonkan ke publik?" ujar dia.

Kendati demikian, Didik meyakini MA kana bersikap profesional dalam menguji formil dan materil judicial review AD/ART Partai Demokrat.

"Permohonan judicial review ini merupakan upaya ‘begal politik’ dengan modus memutar balikan fakta hukum, namun kami yakin Mahkamah Agung akan menangani perkara ini dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya," kata Didik.

Jalan Panjang Konflik Demokrat

Konflik perebutan kursi ketua umum Partai Demokrat terentang jauh yakni sejak Februari 2021 lalu.

Pada 1 Februari 2021, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengungkap adanya gerakan yang ingin melakukan 'kudeta' di Partai Demokrat. AHY menyebutkan, gerakan tersebut melibatkan seorang pejabat pemerintah, yang belakangan diketahui ialah Kepala Staf Presiden Moeldoko.

Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY),didampingi jajaran pengurus dan pendukung setianya
Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY),didampingi jajaran pengurus dan pendukung setianya (warta kota)

Kubu kontra-AHY lantas menggelar kongres luar biasa di Sumatera Utara pada 5 Maret 2021 dengan hasil menetapkan Moeldoko sebagai Ketua umum Partai Demokrat.

Kedua belah pihak lalu mengajukan keabsahaannya ke Kementerian Hukum dan HAM.

Kubu AHY menilai KLB di Sumatera Utara tidak sah karena tidak sesuai dengan aturan dalam AD/ART.

AD/ART menyatakan, KLB dapat diadakan dengan sejumlah syarat yakni atas permintaan Majelis Tinggi Partai atau diajukan oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Dewan Pimpinan Daerah (DPD), dan 1/2 dari Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrat, serta disetujui oleh Ketua Majelis Tinggi Partai.

Pada 31 Maret 2021, Yasonna menyatakan pemerintah menolak permohonan pengesahan terkait KLB 5 Maret merujuk pada ketentuan dalam AD/ART Partai Demokrat Tahun 2020.

Ia menyebutkan, dari hasil verifikasi, masih terdapat beberapa dokumen yang belum dilengkapi, antara lain dari perwakilan DPD, DPC, serta tidak adanya mandat dari ketua DPD dan DPC.

Yasonna juga menyampaikan, pemerintah tidak berwenang menilai argumentasi kubu KLB yang menganggap AD/ART Partai Demokrat tak sesuai Undang-Undang Partai Politik.

"Kami tidak berwenang untuk menilainya, biarlah itu menjadi ranah pengadilan. Jika pihak KLB Deli Serdang merasa bahwa AD/ART (Demokrat) tersebut tidak sesuai dengan UU Partai Politik, silakanlah digugat ke pengadilan sesuai ketentuan hukum," kata Yasonna.

Hampir sembilan bulan berlalu, konflik tersebut nyatanya belum menemui titik akhir dan justru memasuki episode baru dengan adanya JR terhadap AD/ART Partai Demokrat ke Mahkamah Agung.

Sebagian Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Babak Baru Drama Demokrat: Kubu Moeldoko Judicial Review AD/ART ke MA", Klik untuk baca:  Penulis : Ardito Ramadhan


Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved