Pelecehan Seksual di KPI Pusat
Deddy Corbuzier 'Tembak' Ketua KPI Pusat: Masa Anda Tidak Pernah Lihat Kebobrokan Karyawan KPI Anda?
"Tapi gini Bro. Gua tembak ya. Anda sebagai Ketua KPI, masa' Anda tidak pernah melihat kebobrokan karyawan KPI Anda,?" tanya Deddy Corbuzier.
TRIBUN-TIMUR.COM - Podcast terbaru Deddy Corbuzier berjudul GUE WAKILKAN RIBUT SAMA KETUA KPI‼️dari pelecehan sampai SAIPUL JAMIL
Kasus dugaan pelecehan seksual di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat masih terus jadi perbincangan hangat di masyarakat.
Deddy Corbuzier pun sampai mengundang Ketua KPI Pusat Agung Suprio jadi narasumber di Podcast-nya.
Video Podcast berjudul GUE WAKILKAN RIBUT SAMA KETUA KPI‼️dari pelecehan sampai SAIPUL JAMIL itu diposting di kanal YouTube Deddy Corbuzier, 9 September 2021.
Salah satu yang jadi sorotan netizen yakni momen saat Deddy Corbuzier 'menembak' langsung Agung dengan sebuah pertanyaan.
"Tapi gini Bro. Gua tembak ya. Anda sebagai Ketua KPI, masa' Anda tidak pernah melihat kebobrokan karyawan KPI Anda,?" tanya Deddy Corbuzier.
Agung tak langsung menjawab.
Dia diam sejenak sambil menatap langit-langit.
"Eh. Aku terus terang gini. Gini Bro," kata Agung terbata.
"Jadi gini, setiap orang mengawasi TV, setiap enam jam. Tiga jam aja kalau dia melihat handphone dan televisi tanpa jeda, itu berpotensi agresif. Itu satu.
Nah, maka sebetulnya di kepala sekretariat ya, itu sudah ada semacam orang yang kemudian menjadi tempat untuk curhat, itu adalah, berperan seperti itu.
Dan memang tidak, tidak terdeteksi, kalau kemudian peristiwanya itu tidak, apa namanya, tidak diadukan, dan ada di ruangan tertentu gitu. Dan tidak berani mengadu, itu kan...," kata Agung.
Deddy Corbuzier memotong pembicaraan dengan menanyakan keberadaan CCTV.
"Mereka tidak ada CCTV atau apa gitu?," tanya Deddy.
"Itu di 2012 sampai 2015. Ntar gue cek lagi Bro," jawab Agung.
"Okey," kata Deddy.
"Kan udah lama itu kejadiannya," kata Agung.
"Bisa hilang juga," timpal Deddy.
"Kita nggak tahu. Kantornya pun itu di gedung lama. Dan gedung lama itu, gua dengar sudah menjadi kantor inspektorat atau apa ya, udah berubah fungsilah," ujar Agung.
Agung pun menjelaskan, KPI Pusat sekarang sudah lebih lega dibanding sebelumnya.
"Dulu tuh, satu lantai itu, bisa 100 orang lebih Bro, orangnya. Bisa kebayang nggak,?" kata Agung.
Agung menambahkan karyawan total KPI Pusat lebih 200.
Simak videonya mulai menit 25:06:
Kronologi Dugaan Pelecehan Seksual di KPI Pusat
kasus ini terungkap pertama kali dari pesan yang beredar dalam sebuah aplikasi pesan singkat di mana telah terjadi aksi perundungan hingga pelecehan seksual di lingkungan kerja KPI Pusat.
Adapun kabar tersebut tersiar melalui aplikasi pesan singkat dengan maksud untuk mendapatkan perhatian dari khalayak ramai bahkan ditujukan untuk Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).
Dalam pesan tersebut, pria berinisial MS mengaku menjadi korban dari kejadian ini.
Dirinya menyatakan, kejadian tersebut telah dialaminya sejak 2012 silam.
"Sepanjang 2012-2014, selama 2 tahun saya dibully dan dipaksa untuk membelikan makan bagi rekan kerja senior," tulis MS dalam pesan yang diterima Tribunnews.com, Rabu (1/9/2021).
MS menyatakan selalu menerima tindakan intimadasi dari rekan kerja yang dinilainya sudah senior.
Adapun, diketahui MS merupakan karyawan kontrak yang bekerja di KPI.
Ironisnya terduga pelaku yang ada dalam insiden ini merupakan sesama pria.
"Padahal kedudukan kami setara dan bukan tugas saya untuk melayani rekan kerja."
"Tapi mereka secara bersama-sama merendahkan dan menindas saya layaknya budak pesuruh," ucapnya.
Dirinya mengatakan, sudah tak terhitung berapa kali rekan kerjanya tersebut melecehkan, memukul, memaki, dan merundung tanpa dirinya bisa melawan.
Hal itu karena, MS hanya seorang diri sedangkan para terduga pelaku melakukannya secara beramai-ramai.
"Mereka beramai-ramai memegangi kepala, tangan, kaki, menelanjangi, memiting, melecehkan saya," katanya.
Kejadian tersebut, kata dia membuatnya merasa trauma dan kehilangan kestabilan emosi.
Bahkan kata dia, kondisi ini telah membuat dirinya merasa stres merasa dihinakan bahkan mengalami trauma yang berat.
"Kadang di tengah malam, saya teriak teriak sendiri seperti orang gila"
"Penelanjangan dan pelecehan itu begitu membekas, diriku tak sama lagi usai kejadian itu, rasanya saya tidak ada harganya lagi sebagai manusia, sebagai pria, sebagai suami, sebagai kepala rumah tangga," katanya.
Tak tinggal diam, MS mengaku sudah membuat laporan ke berbagai pihak, termasuk Komnas HAM.
Hanya saja dirinya diminta untuk meneruskan laporan tersebut terlebih dahulu ke pihak kepolisian.
Kendati begitu, keputusannya untuk membuat laporan ternyata malah membuat rekannya makin merundung dan mencibir dengan menyatakan kalau dirinya merupakan makhluk yang lemah.
"Sejak pengaduan itu, para pelaku mencibir saya sebagai manusia lemah dan si pengadu."
"Tapi mereka sama sekali tak disanksi dan akhirnya masih menindas saya dengan kalimat lebih kotor," ucapnya.
MS bahkan mengaku sempat tidak kuat untuk melanjutkan pekerjaan di KPI.
Hanya saja ia menyebut tidak mau menyia-nyiakan kesempatan untuk tetap bisa bekerja.
"Saya tidak kuat bekerja di KPI Pusat jika kondisinya begini."
"Saya berpikir untuk resign, tapi sekarang sedang pandemi Covid-19 dimana mencari uang adalah sesuatu yang sulit," kata MS.
Di akhir, melalui pesan tersebut, dirinya berharap mendapat atensi lebih dari Presiden RI Joko Widodo untuk dapat menindaklanjuti insiden ini.
Sebab kata dia, sudah terlalu sering dirinya menerima cacian, rundungan hingga pelecehan seksual di lingkungan kerja KPI.
"Dengan rilis pers ini, saya berharap Presiden Jokowi dan rakyat Indonesia mau membaca apa yang saya alami," ucap MS.
"Tolong saya. Sebagai warga negara Indonesia, bukankah saya berhak mendapat perlindungan hukum?"
"Bukankah pria juga bisa jadi korban bully dan pelecehan?"
"Mengapa semua orang tak menganggap kekerasan yang menimpaku sebagai kejahatan dan malah menjadikanya bahan candaan?" katanya.
Setelah kasus pelecehan seksual tersebut viral, korban MS kembali membuat laporan polisi.
Kali ini, polisi serius menyelidiki.
MS melaporkan lima orang terduga pelaku ke Polres Metro Jakarta Pusat, yakni RM, FP, RT, EO, dan CL.
RT dan EO lapor balik
Beberapa hari kemudian, terduga pelaku berinisial RT dan EO yang berniat melaporkan balik pegawai MS sebagai korban.
Kuasa Hukum dari kedua terduga pelaku, Tegar Putuhena meyakini kliennya tak melakukan tindakan pelecehan dan bullying di tahun 2015 alias tidak terjadi.
"Soal kejadian di tahun 2015, sejauh ini yang kami temukan, peristiwa itu tidak ada."
"Peristiwa yang sudah ditunjukkan dan sudah viral itu, tidak ada," ucap Tegar, dikutip dari tayangan YouTube Kompas TV, Senin (6/9/2021), dilansir dari Tribunnews.com dengan judul Soal Lapor Balik MS, Kuasa Hukum Terduga Pelaku Yakin Kliennya Tak Lakukan Pelecehan dan Bullying
Tegar menyebut laporan pegawai MS tak didukung alat bukti yang kuat.
Menurutnya, bukti yang dilampirkan MS hanya sebuah rilis keterangan yang viral di jagat media sosial.
"Tidak didukung bukti apapun. Satu-satunya sumber yang dijadikan tuntutan, hanya keterangan atau rilis yang sudah terlanjur di media sosial," imbuh dia.
Dari rilis pegawai MS yang viral, Tegar mengatakan pihaknya merasa dirugikan karena identitas kedua kliennya ikut tersebar.
Tak hanya itu, kedua kliennya juga mendapat kecaman dari warganet lewat media sosial.
"Akibat rilis yang tersebar itu, identitas pribadi klien kami juga ikut tersebar dan yang terjadi kemudian adalah cyber bullying," jelas dia.
Terduga Pelaku Alami Trauma, Berniat Laporkan Juga ke Komnas HAM
Selain itu, terduga pelaku RT dan EO juga mengalami trauma akibat di-bully warganet.
"Atas tuduhan MS itu klien kami juga mengalami trauma yang luar biasa. Karena tuduhan MS juga tak berdasarkan fakta kejadian, maka kita akan pertimbangkan untuk melaporkan balik ke polisi," kata Tegar di Polres Metro Jakarta Pusat, Senin (6/9/2021), melansir Tribunnews.com.
Lanjutnya, Tegar menyatakan kliennya mengalami trauma psikis akibat datanya tersebar dan mengalami cyber bully.
Untuk itu, ia bersama beberapa kuasa hukum terlapor akan mempertimbangkan untuk melapor juga ke Komnas HAM.
"Karena klien kami juga sudah dinonaktifkan dari pekerjaannya dan mengalami cyber bully, kami juga pertimbangkan untuk ke Komnas HAM," tandasnya.
Dalam pemeriksaan hari Senin (6/9/2021), terduga pelaku RT dan EO dicecar 20 pertanyaan oleh penyidik terkait kronologi kejadian yang diduga terjadi tahun 2015.
Para kuasa hukum terlapor dalam kasus MS akan saling berkoordinasi untuk langkah hukum selanjutnya dalam kasus pelecehan seksual ini. (Tribun-timur.com/ Sakinah Sudin, Tribunnews.com/ Shella Latifa A)