Pelecehan Seksual di KPI Pusat
RT dan EO Laporkan Balik MS Korban Pelecehan di KPI, Pengacara Pelaku: Klien Kami Mengalami Trauma
Setelah kasus pelecehan seksual tersebut viral, korban MS kembali membuat laporan polisi. Kini RT dan EO yang berniat melaporkan balik pegawai MS.
TRIBUN-TIMUR.COM - Babak baru kasus dugaan pelecehan seksual di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat.
Diketahui, dalam surat terbukanya yang viral, MS mengaku sudah menjadi korban perundungan dan pelecehan seksual sejak ia bekerja di KPI pada 2012.
Salah satu peristiwa pelecehan yang paling membekas terjadi pada 2015.
MS yang saat itu sedang bekerja di Kantor KPI tiba-tiba dihampiri oleh lima orang rekan kerjanya.
"Kejadian itu membuat saya trauma dan kehilangan kestabilan emosi," kata MS dalam keterangan tertulisnya yang viral.
Korban juga sempat dua kali mencoba melaporkan kejadian yang dialaminya ke Polsek Gambir, namun tak ditanggapi serius oleh polisi.
Setelah kasus pelecehan seksual tersebut viral, korban MS kembali membuat laporan polisi.
Kali ini, polisi serius menyelidiki.
MS melaporkan lima orang terduga pelaku ke Polres Metro Jakarta Pusat, yakni RM, FP, RT, EO dan CL.
RT dan EO lapor balik
Beberapa hari kemudian, terduga pelaku berinisial RT dan EO yang berniat melaporkan balik pegawai MS sebagai korban.
Kuasa Hukum dari kedua terduga pelaku, Tegar Putuhena meyakini kliennya tak melakukan tindakan pelecehan dan bullying di tahun 2015 alias tidak terjadi.
"Soal kejadian di tahun 2015, sejauh ini yang kami temukan, peristiwa itu tidak ada."
"Peristiwa yang sudah ditunjukkan dan sudah viral itu, tidak ada," ucap Tegar, dikutip dari tayangan YouTube Kompas TV, Senin (6/9/2021).
Tegar menyebut laporan pegawai MS tak didukung alat bukti yang kuat.
Menurutnya, bukti yang dilampirkan MS hanya sebuah rilis keterangan yang viral di jagat media sosial.
"Tidak didukung bukti apapun. Satu-satunya sumber yang dijadikan tuntutan, hanya keterangan atau rilis yang sudah terlanjur di media sosial," imbuh dia.
Dari rilis pegawai MS yang viral, Tegar mengatakan pihaknya merasa dirugikan karena identitas kedua kliennya ikut tersebar.
Tak hanya itu, kedua kliennya juga mendapat kecaman dari warganet lewat media sosial.
"Akibat rilis yang tersebar itu, identitas pribadi klien kami juga ikut tersebar dan yang terjadi kemudian adalah cyber bullying," jelas dia.
Terduga Pelaku Alami Trauma, Berniat Laporkan Juga ke Komnas HAM
Selain itu, terduga pelaku RT dan EO juga mengalami trauma akibat di-bully warganet.
"Atas tuduhan MS itu klien kami juga mengalami trauma yang luar biasa. Karena tuduhan MS juga tak berdasarkan fakta kejadian, maka kita akan pertimbangkan untuk melaporkan balik ke polisi," kata Tegar di Polres Metro Jakarta Pusat, Senin (6/9/2021), melansir Tribunnews.com.
Lanjutnya, Tegar menyatakan kliennya mengalami trauma psikis akibat datanya tersebar dan mengalami cyber bully.
Untuk itu, ia bersama beberapa kuasa hukum terlapor akan mempertimbangkan untuk melapor juga ke Komnas HAM.
"Karena klien kami juga sudah dinonaktifkan dari pekerjaannya dan mengalami cyber bully, kami juga pertimbangkan untuk ke Komnas HAM," tandasnya.
Dalam pemeriksaan hari Senin (6/9/2021) kemarin, terduga pelaku RT dan EO dicecar 20 pertanyaan oleh penyidik terkait kronologi kejadian yang diduga terjadi tahun 2015.
Para kuasa hukum terlapor dalam kasus MS akan saling berkoordinasi untuk langkah hukum selanjutnya dalam kasus pelecehan seksual ini.
Diketahui, terkuaknya kasus ini berawal dari pesan terbuka pegawai KPI Pusat berinisial MS menjadi korban perundungan (bullying) dan pelecehan seksual yang viral di media sosial.
Ironisnya, korban dan tujuh terduga pelaku pelecehan seksual ini sama-sama rekan kerja pria.
Komnas HAM Soroti Mekanisme SOP Internal KPI
Buntut dari kasus ini, Komnas HAM soroti mekanisme internal KPI dalam menangani dugaan kasus pelecehan seksual yang dialami pegawai MS.
Hal itu lantaran pihaknya menduga ada pembiaran dari pihak KPI, melihat kasus ini dialami korban MS beberapa tahun lalu.
Apalagi, pegawai MS sempat mengadukan kasus ini ke Komnas HAM di tahun 2017.
Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara saat memberikan keterangan kasus dugaan pelecehan seksual yang dialami pegawai KPI, Kamis (2/9/2021). (Tribunnews.com/Fandi Permana)
Untuk itu, kini Komnas HAM akan menggali informasi terkait bagaimana kebijakan KPI dalam menindaktegas kasus semacam ini.
"Itu yang menjadi materi penyelidikan kami. Apakah memang KPI tidak melakukan sesuatu atau apa mekanisme internal mereka dalam menangani kasus yang ada."
"Kedua, bagaimana kebijakan-kebijakannya? apakah memang KPI memiliki SOP atau tidak dalam penanganan kasus-kasus seperti ini?"
"Kalau pun ada bagaimana mekanismenya?" ucap Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara dalam tayangan YouTube TV One, Jumat (3/9/2021).
Beka mengatakan pihaknya belum menemukan adanya kejanggalan dalam mekanis internal KPI sejauh ini.
Namun, lanjut Beka, penggalian informasi dan keterangan dari beberapa pihak terkait terus dilakukan.
"Kami mulai menggali keterangan dan informasi, berkomunikasi juga dengan Komisioner KPI untuk memastikan bagaimana sikap dan langkah penanganan kasus yang ada," imbuh dia.
Di samping itu, Beka juga menyoroti soal pembuktian kasus pelecehan seksual tidak lah mudah.
Gedung Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat yang berlokasi di Jalan. Ir. H Juanda, Jakarta Pusat, Kamis (2/9/2021). (Tribunnews.com/Rizki Sandi Saputra)
Menurutnya, dalam menyelidik kasus ini, kenyamanan korban MS perlu dijaga dan diprioritaskan.
"Pembuktian kekerasan seksual tidak lah mudah, karena soal waktu, trauma dan juga bukti-bukti fisik karena situasinya sudah lama."
"Saya yakin ini peristiwa ada, tapi kemudian proses pembuktiannya ke hukumnya butuh kehati-hatian dalam soal pembuktian dan soal trauma."
"Jangan sampai kemudian korban trauma lagi dengan proses yang ada, sehingga merasa keadilan lebih jauh," kata Beka. (Tribunnews.com/Shella Latifa. Fandi Permana)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Soal Lapor Balik MS, Kuasa Hukum Terduga Pelaku Yakin Kliennya Tak Lakukan Pelecehan dan Bullying