Opini Aswar Hasan
Pertelevisian Kita Sudah Ketinggalan, Suntik Mati TV analog
mau tak mau harus melakukan “Suntik Mati TV analog” adalah tidak adanya payung hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan sebagai alasan legal
Oleh Aswar Hasan
Komisioner KPI Pusat dan Dosen Ilmu Komunikasi Fisipol Unhas di Makassar
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Seharusnya, terhitung sejak 17 Agustus 2021 masyarakat di Provinsi Aceh, Kepri, Banten, Kaltim dan Kaltara sudah menikmati siaran Televisi digital dengan suara dan gambar yang jernih, sebagai bentuk pelaksanaan migrasi TV analog ke siaran TV digital yang kerap dikenal dengan istilah ASO atau Analog switch off.
Namun kenyataannya, mereka masih harus bersabar, karena pemerintah dengan pihak terkait belum sanggup memenuhi janjinya, sesuai peraturan yang telah ditetapkan sebelumnya, bahwa sebagai tahap pertama migrasi TV analog ke siaran TV digital (ASO) adalah di kelima Provinsi tersebut.
Namun, Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan informasi (Kominfo) mengumumkan penundaan waktu penghentian siaran TV analog tahap pertama yang semula dijadualkan pada 17 Agustus 2021 (Republika, 7/8-2021).
Penundaan itu, berimplikasi pada penundaan digitalisasi di sejumlah sektor lainnya.
Padahal, percepatan digitalisasi merupakan amanat Presiden Jokowi sekaligus janji beliau ke masyarakat Indonesia.
Tahun lalu, tepatnya 3 Agustus 2020, Presiden Jokowi telah mencanangkan 5 (lima) langkah percepatan transformasi digital.
Presiden memerintahkan mempersiapkan road map transformasi digital di sektor strategis.
Di antara sektor strategis yang disebut dengan jelas dan tegas adalah transformasi digital di bidang penyiaran.
Transformasi digital di bidang penyiaran, khususnya migrasi dari TV analog ke siaran TV digital atau lebih dikenal dengan istilah ASO atau Analog Switch Off semula terkendala dari segi aturan perundang-undangan.
Namun, ketika Undang-Undang Cipta Kerja disahkan, TV analog yang saat ini masih beroperasi di seluruh Indonesia bakal di switch off ke digital paling lambat dua tahun sebagaimana di atur dalam UU Cipta Kerja.
UU Cipta Kerja pasal 60 A, ayat (1) menyebutkan; Penyelenggaraan penyiaran dilaksanakan dengan mengikuti perkembangan teknologi termasuk migrasi penyiaran dari teknologi analog ke teknologi digital.
Ayat (2) Migrasi penyiaran televisi terestrial dari teknologi analog ke teknologi digital sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penghentian siaran analog (ASO) diselesaikan paling lambat 2 (dua) tahun sejak mula berlakunya Undang-Undang ini.
Guna mengantisipasi amanat Undang-Undang Cipta Kerja pasal 60 A yang mewajibkan total ASO atau Analog Switch Off pemerintah telah menerbitkan Permen Kominfo Nomor 6 tahun 2021 tentang penyelenggaraan penyiaran.
Dalam Permen itu dengan jelas diatur pada pasal 63 yang berbunyi, bahwa; “Penghentian siaran televisi analog dilakukan dengan berpedoman pada pentahapan berdasarkan Wilayah Layanan Siaran dengan keseluruhan waktu pelaksanaan yang tidak melewati tanggal 2 November 2022 pukul 24.00 Waktu Indonesia Barat.
Selanjutnya, di ayat (2) disebutkan, bahwa ; “Tahapan penghentian siaran televisi analog sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui 5 (lima) tahapan dimana tahapan pertama, paling lambat 17 Agustus 2021.
Selanjutnya, di ayat (4) mewajibkan Lembaga Penyiaran untuk harus menghentikan siaran televisi analog sesuai daerah pentahapan.
SUNTIK MATI TV ANALOG
Kewajiban penyelenggaraan penyiaran (khususnya televisi) yang berbasis digital, merupakan komitmen Indonesia sebagai anggota ITU (International Telecommunication Union) bahkan, sejak 2018 Indonesia bukan lagi anggota biasa, tetapi telah dipercaya sebagai Council Member.
Dalam komperensinya di tahun 2006 ITU telah memutuskan dalam keputusan bersama untuk menuntaskan ASO paling lambat 2015.
Kemudian, dipertegas lagi untuk negara-negara di Asia Tenggara dalam bentuk kesepakatan umum untuk menyelesaikan ASO di tahun 2020.
Brunei Darussalam telah melaksanakannya (2017) Malaysia (2019) Thailand, Vietnam dan Myanmar (2020).
Sementara Indonesia belum juga.
Salah satu yang menjadi alasan klasik sebagai kendala utama mengapa Indonesia terkendala melakukan migrasi dari TV analog ke siaran TV digital sehinga mau tak mau harus melakukan “Suntik Mati TV analog” adalah tidak adanya payung hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan sebagai alasan legal meninggalkan TV analog.
Namun, ketika payung hukum digitalisasi telah tersaji, berikut peraturan penjabarannya dalam bentuk Permen Kominfo, digitalisasi juga belum terlaksana. Alias tertunda untuk kesekian kalinya.
Di antara alasan penundaan ASO kali ini dari pihak Kemenkominfo, adalah karena pandemi.
Memang, semua sektor mengalami penundaan dengan alasan pandemi covid-19.
Dari obyektivasi kompleksitas permasalahan yang saat ini dihadapi Kemkoinfo, tentu kita bisa memahami alasan penundaan tersebut.
Meskipun demikian, sejumlah pemerhati media belum bisa menerimanya begitu saja.
Mereka tidak bersetuju dengan alasan menjadikan pandemi covid-19 sebagai “kambing hitam”.
Faktanya di lapangan, ekosistem ketersediaan set top box yang Ready Use di masyarakat sebagai perangkat pendukung digitalisasi siaran TV bagi perangkat TV yang bukan digital, belum benar-benar tersedia.
Hal tersebut mereka anggap kegagalan manajemen implementasi program digitalisasi pertelevisian.
Faktor lainnya, sosialisasi belum terstruktur secara massif dan kordinasi antara pemerintah pusat dan daerah belum kondusif secara implementatif, kata mereka.
Penundaan ASO pun, telah berdampak keterbelahan pendapat dalam mensikapinya.
Keterbelahan pendapat dan sikap atas kemendesakan ASO seharusnya bisa teredam jika dikembalikan pada tekad komitmen Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G Plate yang sejak 6 Juli 2020 telah menyatakan, “Pro dan kontra yang berkepanjangan harus segera diakhiri dan kita semua harus mengambil langkah yang sejalan dengan visi besar Bapak Presiden Joko Widodo untuk melakukan akselerasi transformasi digital."
"Mari bersama-sama kita manfaatkan momentum ini untuk mendukung percepatan digitalisasi televisi, demi kepentingan masyarakat luas, kepentingan pelaku industri penyiaran, kepentingan seluruh ekosistem penyiaran, maupun kepentingan nasional yang lebih besar,” jelas Johnny G Plate menambahkan.
Implementasi komitmen Pak Menteri, tentu menjadi harapan kita semua.
Kita tunggu, semoga dapat terlaksana dengan baik.(*)