Juliari Batubara
Dulu 'Mengemis' Bebas Sampai Minta Maaf ke Jokowi Tapi Tetap Divonis, Juliari Batubara Merasa Dihina
Dulu mantan Menteri Sosial (Mensos) tersebut 'mengemis' ingin dibebaskan oleh majelis hakim Tindak Pidana Korupsi.
TRIBUN-TIMUR.COM - Masih ingat Juliari Batubara ingin bebas?.
Dulu mantan Menteri Sosial (Mensos) tersebut 'mengemis' ingin dibebaskan oleh majelis hakim Tindak Pidana Korupsi.
Namun setelah minta bebas, hukuman Juliari Batubara malah ditambah menjadi 12 tahun penjara.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Juliari Batubara dengan hukuman 11 tahun penjara.
Saat mengemis, Juliari mengaku ingin mengakhiri penderitaannya dan minta maaf ke Presiden RI, Jokowi.
Dia berharap Majelis Hakim PN Tipikor menjatuhkan vonis bebas kepada dirinya.
Hal itu disampaikan Juliari Batubara saat agenda pledoi atau nota pembelaan atas tuntutan JPU KPK atas perkara dugaan suap pengadaan bantuan sosial (Bansos) Covid-19 di Kementerian Sosial RI.
Penyampaian pledoi itu dilakukan dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Senin (9/8/2021).
Dalam pledoinya Juliari menyatakan ingin mengakhiri penderitaan usai terjerat perkara rasuah tersebut dengan berharap Majelis Hakim PN Tipikor menjatuhkan vonis bebas kepada dirinya.
"Dalam benak saya, hanya majelis hakim yang dapat mengakhiri penderitaan tiada akhir bagi keluarga saya yang sudah menderita bukan hanya dipermalukan tapi juga dihujat untuk sesuatu yang mereka yang tidak mengerti," ujar Juliari dalam persidangan.
Mantan Bendahara Umum PDI-P itu juga turut meluapkan ceritanya yang harus terpisah dari keluarga serta anak-anaknya yang menurut dia masih memerlukan peran seorang ayah.
"Putusan majelis hakim yang mulia akan besar dampaknya bagi keluarga terutama anak saya yang masih di bawah umur dan masih sangat membutuhkan peran saya sebagai ayah mereka," katanya menambahkan.
Dirinya juga turut mengakui penyesalannya bisa sampai terjerat dalam perkara ini karena lalai mengawasi jajarannya di Kementerian Sosial.
Tak hanya itu Juliari mengaku banyak pihak yang telah dibuat susah akibat perkara ini.
"Oleh karena itu, permohonan saya, istri saya, kedua anak saya yang masih kecil, keluarga besar saya pada Majelis Hakim, akhiri penderitaan kami dengan membebaskan dari segala dakwaan," tukasnya.
Minta Maaf ke Jokowi
Dalam pledoinya, Juliari menyampaikan permohonan maaf kepada Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) atas kasus yang menjeratnya. Juliari dihadirkan secara virtual dari rumah tahanan (Rutan) KPK.
"Di bagian akhir Pledoi ini saya tulus ingin mengucapkan permohonan maaf saya yang sebesar-besarnya terhadap presiden republik Indonesia bapak Joko Widodo atas kejadian ini," kata Juliari pada pledoinya.
Politikus dari PDI-Perjuangan itu mengaku akar mula dari kasus yang terjadi di Kementerian Sosial RI ini akibat kelalaiannya saat menjabat sebagai Menteri.
Dia menyebut, saat itu tidak mampu melakukan pengawasan yang baik atas kerja dari para pegawainya.
"Terutamanya permohonan maaf akibat kelalaian saya tidak melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap kinerja jajaran di bawah saya sehingga harus berurusan dengan hukum," ucapnya.
Mantan wakil Bendahara Umum PDI-P itu juga mengaku akibat perkara rasuah yang menjeratnya itu membuat fokus Jokowi sempat teralihkan.
Padahal, jajaran pemerintahan kabinet Indonesia Maju saat itu tengah berupaya untuk dapat bisa menanggulangi penyebaran Covid-19.
"Perkara ini tentu membuat perhatian bapak presiden sempat tersita dan terganggu. Semoga tuhan yang maha Esa melindungi bapak presiden dan keluarga," ucap Juliari.
Di tengah usahanya mau bebas dari penjara, mantan anak buah Juliari Batubara, Adi Wahyono malah beberkan kelakukan bos.
Adi Wahyono adalah anak buah Juliari Batubara saat masih jabat menteri.
Adi Wahyono berani beberkan kelakukan Juliari saat sidang.
Bahkan ia menyebut dirinya takut tolak perintah Juliari hingga jadi korban kasus korupsi.
Adi adalah mantan Kabiro dan bansos Covid-19 di Kemensos yang terlibat kasus korupsi.
Adi Wahyono telah dituntut oleh Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK)
Ia terancam dengan hukuman 7 tahun penjara dalam perkara dugaan suap pengadaan bantuan sosial (Bansos) Covid-19 di Kementerian Sosial RI periode 2020 untuk wilayah Jabodetabek.
Tuntutan dibacakan jaksa KPK di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Jumat (13/8/2021).
Adi Wahyono mengeklaim hanya korban dari kasus korupsi pengadaan paket bansos Covid-19 wilayah Jabodetabek tahun 2020.
Sebab, kata Adi, dirinya hanya menjalankan perintah pengumpulan fee Rp 10.000 tiap paket bansos pada perusahaan penyedia. Ia mengaku tidak terlibat dalam perencanaan proyek tersebut.
"Saya meneruskan desain program yang disusun sebelumnya.
Saya tidak terlibat dalam penentuan jenis barang, kualitas barang, harga barang, goodybag maupun transportasi," ujarnya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (20/8/2021) dikutip dari Antara.
Adi menjelaskan sebelum ia menjabat sebagai Kabiro Umum Kemensos dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) bansos periode Oktober-Desember 2020, Juliari sudah memerintahkan untuk mengumpulkan fee paket bansos.
"Pada awalnya sebelum ada saya perintah Mensos tetap ada karena Kukuh (Aribowo) juga berkomunikasi secara intensif dengan Pejabat Pembuat Komitmen Matheus Joko Santoso," ungkap dia.
Kukuh Aribowo diketahui merupakan anggota tim teknis bidang komunikasi Mensos.
Sementara Matheus Joko Santoso adalah terdakwa dalam perkara ini yang sempat menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) bansos Kemensos.
Adi mengatakan bahwa ia cukup disibukkan dengan program bansos Covid-19 karena harus bekerja di lapangan dan memantau penyalurannya. Ia mengklaim tidak menerima keuntungan atas kerja kerasnya itu.
"Saya adalah korban dari desain proyek yang ditentukan oleh menteri dan pejabat lain," kata dia.
"Saya tidak mendapatkan reward atau kenaikan pangkat, atau jabatan, semata-mata tanggung jawab pengabdian dan performance agar tidak terjadi chaos di masyarakat apabila proyek bansos itu gagal dan banyak permasalahan," ucap Adi.
Adapun jaksa menuntut Adi Wahyono dengan pidana 7 tahun penjara dan denda Rp 350 juta subsider 6 bulan kurungan.
Ia dinilai jaksa terbukti melakukan tindakan korupsi bersama-sama dengan Matheus Joko dan Juliari Batubara.
Jaksa menilai Adi merupakan kepanjangan tangan Juliari dalam mengumpulkan fee Rp 10.000 tiap paket bansos Covid-19 wilayah Jabodetabek tahun 2020 pada perusahaan penyedia.
Total uang yang diterima ketiganya ditaksir mencapai Rp 32,48 miliar.
Juliari merasa dihina
Namun setelah permintaan Juliari Batubara tak diterima majelis hakim, eks Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menyoroti pertimbangan meringankan majelis hakim dalam menjatuhkan vonis terhadap mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara.
Dalam pertimbangan meringankan hakim, Juliari dinilai sudah cukup menderita dengan dicerca, dimaki, hingga dihina oleh masyarakat.
Menurut Saut, dihinanya Juliari oleh masyarakat merupakan bentuk aksi-reaksi atas perbuatan Juliari menerima duit suap bantuan sosial penanganan COVID-19.
"Kalau soal caci-maki itu dinamika aksi reaksi , siapa suruh korupsi. Jangankan tersangka koruptor, yang menangakapi koruptor aja dicaci-maki dibilang taliban lah dan lain-lain," kata Saut dalam keterangannya, Senin (23/8/2021).

Jika cacian dan makian masyarakat terhadap Juliari dijadikan alasan meringankan hakim, lanjut Saut, maka negeri ini semakin lucu.
Menurut Saut, status Juliari sebagai menteri dan melakukan korupsi dana bansos harusnya jadi alasan untuk memperberat hukuman Juliari.
"Jadi kalau itu jadi alasan yang meringankan maka negeri ini semakin lucu, sebab seorang menteri korupsi itu justru harus jadi pemberatan, di tengah pendemi dan yang disikat itu namanya jelas-jelas dana bansos bencana COVID-19," ujar Saut.
Dalam putusannya, majelis hakim menjatuhkan vonis 12 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti sejumlah Rp14.597.450.000 subsider 2 tahun penjara.
Ia juga dicabut hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun sejak selesai menjalani pidana pokok.
Dalam perkara ini, Juliari selaku Menteri Sosial RI periode 2019-2024 dinyatakan terbukti menerima uang sebesar Rp1,28 miliar dari Harry Van Sidabukke, sebesar Rp1,95 miliar dari Ardian Iskandar Maddanatja, serta uang sebesar Rp29,252 miliar dari beberapa penyedia barang lain.
Tujuan pemberian suap itu adalah karena Juliari menunjuk PT Pertani (Persero) dan PT Mandala Hamonangan Sude yang diwakili Harry Van Sidabukke, PT Tigapilar Agro Utama yang diwakili Ardian Iskandar serta beberapa penyedia barang lainnya menjadi penyedia dalam pengadaan bansos sembako.
Uang suap itu diterima dari Matheus Joko Santoso yang saat itu menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan bansos sembako periode April-Oktober 2020, dan Adi Wahyono selaku Kabiro Umum Kemensos sekaligus PPK pengadaan bansos sembako COVID-19 periode Oktober-Desember 2020.
Hakim menilai Juliari Batubara terbukti memerintahkan Matheus Joko dan Adi Wahyono untuk meminta commitment fee sebesar Rp10 ribu per paket kepada perusahaan penyedia sembako.
"Perbuatan terdakwa telah merekomendasikan dan mengarahkan perusahaan penyedia bansos sembako COVID-19 adalah bentuk intervensi, sehingga tim teknis tidak bisa bekerja normal dan tidak melakukan seleksi di awal proses, meski perusahaan tidak memenuhi kualifikasi sebagai penyedia," ungkap anggota majelis Joko Subagyo.
Uang fee sebesar Rp14,7 miliar, menurut hakim, sudah diterima oleh Juliari dari Matheus Joko dan Adi Wahyono melalui perantaraan orang-orang dekat Juliari yaitu tim teknis Mensos Kukuh Ary Wibowo, ajudan Juliari Batubara bernama Eko Budi Santoso, dan sekretaris pribadi Juliari Selvy Nurbaity.
Matheus Joko dan Adi Wahyono kemudian juga menggunakan fee tersebut untuk kegiatan operasional Juliari selaku Mensos, dan kegiatan operasional lain di Kemensos seperti pembelian ponsel, biaya tes swab, pembayaran makan dan minum, pembelian sepeda Brompton, pembayaran honor artis Cita Citata, pembayaran hewan kurban hingga penyewaan pesawat pribadi.
Terhadap putusan tersebut, Juliari Batubara menyatakan pikir-pikir selama 7 hari.
Simak selengkapnya live streaming sidang vonis Juliari Batubara:
Pernah Diancam KPK Tuntut Hukuman Mati
Eks Direktur KPK Sujanarko menilai ada yang menarik dari tuntutan jaksa KPK terhadap Juliari Batubara.
Menurut pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) ini, besarnya tuntutan tak sesuai dengan klaim yang pernah disampaikan Ketua KPK Firli Bahuri sebelumnya.
"Dasar besarnya tuntutan ini tidak sesuai dengan yang disampaikan Firli bahwa korupsi Covid-19 ini bisa dituntut hukuman mati," kata Sujanarko lewat keterangan tertulis, Rabu (28/7/2021).
Firli Bahuri memang pernah mengancam akan menindak tegas pelaku korupsi anggaran penanganan bencana Covid-19 dengan tuntutan hukuman mati.
Sesumbar itu dia sampaikan pada Rabu (29/7/2020) saat rapat kerja dengan Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Firli mengatakan bahwa keselamatan masyarakat merupakan hukum tertinggi.
"Maka yang korupsi dalam suasana bencana, tidak ada pilihan dalam menegakkan hukum yaitu tuntutannya pidana mati," ucap Firli Bahuri ketika itu.
Artikel ini sebagian dikutip dari Tribunnews.com dengan judul Penjelasan KPK soal Tuntutan 11 Tahun Penjara Juliari Batubara , kompas/Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama)
Artikel ini telah tayang di Tribun-Medan.com dengan judul Juliari Merasa Dihina, Kini Divonis Hakim 12 Tahun Bui, Mantan Komisioner KPK: Siapa Suruh Korupsi?,