Timor Leste
Sejak Merdeka 20 Tahun Lalu, Timor Leste Tak Punya Uang Kertas Tetap Pakai Dollar AS, Ini Alasannya?
Lepas dari Indonesia lewat referendum tahun 1999, lalu diakui PBB 2002, mata uang Timor Leste ada dua yakni centavo dan dollar AS.
TRIBUN-TIMUR.COM - Negara tetangga Timor Leste telah menerima kemerdekaan sejak 20 tahun lalu.
Namun sejak lepas dari Indonesia lewat referendum tahun 1999, lalu diakui PBB tahun 2002, mata uang Timor Leste ada dua yakni centavo dan dollar AS.
Dilansir dari tribunnews, hanya saja, uang Centavo yang digunakan dalam keseharian masyarakat Timor Lese berbentuk koin.
Bukan uang kertas dengan nilai pecahan tinggi. Perlu diketahui, koin-koin tersebut diproduksi dan dipasok dari Portugal secara langsung.
Negeri yang dulu masuk provinsi 27 Indonesia dengan nama Timor Timur itu tak memiliki uang kertas nasional keluaran sendiri.
Sejauh ini, Timor Leste adalah satu dari sedikit negara yang belum memiliki uang kertas sendiri.
Sebagai gantinya, Timor Leste juga mengakui penggunaan mata uang kertas dolar AS sebagai nilai pecahan yang lebih tinggi untuk masyarakatnya.
Nilai dan bentuk yang digunakan pun sama persis dengan Amerika Serikat sebagaimana pasokan uang dolar AS ini disuplai dari Bank Sentral AS atau disebut The Federal Reserve / The Fed secara langsung.
Lalu mengapa Timor Leste memilih dollar AS sebagai mata uangnya dan apa alasannya?
Dikutip dari laman Peacekeeping Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), dollar AS dipilih sebagai mata uang resmi di Timor Leste sejak tahun 2000 dengan dikeluarkannya Regulation 2000/7 pada 24 Januari 2000.
Aturan tersebut berbunyi, bahwa semua transaksi resmi harus menggunakan dollar AS.
Namun begitu, masyarakat masih diperbolehkan menggunakan mata uang lain yang juga masih beredar cukup banyak seperti rupiah, bath (Thailand), escudo (Portugis), dan dollar Australia.
Saat itu, UNTAET (PBB) dan pemerintahan transisi Timor Leste beralasan, dollar AS dipilih karena mata uang tersebut stabil dan kuat serta diterima di seluruh dunia.
Keputusan itu kemudian disahkan oleh National Concultative Council (NCC) yang wewenang dan tugasnya mirip dengan MPR RI di Indonesia.
Dikuti dari lifepal.co.id, pada awal penerapan, penggunaan dollar AS menimbulkan gelojak di tengah masyarakat.
Hal ini karena nilai dollar AS sangat tinggi untuk ukuran standar harga barang dan jasa di negara bekas koloni Portugis tersebut.
Harga Melambung Tinggi
Menerapkan dollar AS sebagai mata uang resmi negara, membuat harga-harga barang dengan cepat melambung tinggi.
Kondisi ini membuat kemampuan warga atau daya beli orang Timor Leste menjadi rendah.
Namun pemerintah Timor Leste tidak bergeming, dan beranggapan bahwa penggunaan dollar AS tidak berpengaruh pada harga.
Hanya saja masyarakatlah yang harus menyesuaikan melalui pengaturan jumlah barang atau jasa.
Sederhananya, harga beras apabila dibeli dengan rupiah adalah seharga Rp 5.000 per liter, bukan berarti setelah transisi harga beras 1 liternya kemudian dihargai 1 dollar AS.
Yang berlaku adalah, saat seorang membeli beras dengan mata uang sebesar 1 dollar AS, maka beras yang didapatkan harus lebih banyak dari 1 liter.
Selain itu, kenaikan harga-harga barang di masa transisi, menurut pemerintah, bukan karena penggunaan dollar AS, namun terjadi karena adanya prinsip pasar (permintaan dan penawaran).
Keputusan untuk mengadopsi dollar AS dibuat oleh PBB dan pemerintah Timor Leste untuk menyelamatkan negara dari ketidakstabilan politik dan ekonomi.
Usaha Tarik Investor
Adopsi dolar membuatnya lebih mudah untuk investor asing untuk berdagang dan melakukan bisnis di negara tersebut.
Turis Amerika hanya perlu membawa uang mereka ke negara itu dan membelanjakannya dengan cara apa pun yang mereka inginkan.
Selain itu, ada jenis uang bernama Centavo yang dipakai sebagai alat pembayaran berbentuk koin, tapi diproduksi dan dipasok langsung dari Portugal.
Sementara uang dollar AS disuplai secara langsung dari Bank Sentral Amerika Serikat atau The Fed sejak tahun 2000.
Baik PBB maupun pemerintahan transisi, saat itu mengklaim bahwa penggunaan dolar AS hanya dilakukan selama dua hingga tiga tahun setelah merdeka dari Indonesia.
Namun, pada praktiknya aturan tersebut masih berlaku sampai sekarang.
Hingga kini Timor Leste masih menggunakan dollar AS sebagai mata uang resminya.
Mata uang rupiah sendiri masih marak digunakan di Timur Leste, terutama daerah yang berbatasan dengan Nusa Tenggara Timur (NTT).
Sementara penduduk Timor Leste di pedesaan, masih memilih menggunakan barter sebaga alat transaksi.
Meski secara teori penggunaan dollar AS bisa menguntungkan Timor Leste, namun pada kenyataannya kondisi ekonomi negara tersebut masih belum stabil.
Harga-harga barang pun relatif lebih mahal dibandingkan saat masih menjadi provinsi ke-27 Indonesia.
Tingginya harga-harga barang di Timor Leste tak lain merupakan warisan dari gejolak politik dan ekonomi pasca-merdeka 22 tahun silam.
Timor Leste masih bergelut dengan kemiskinan dan ekonomi yang tidak stabil.
Dengan kata lain, program mempersiapkan mata uang sendiri tak masuk dalam agenda prioritas pemerintah. (*)