Sidang Nurdin Abdullah
Sidang Nurdin Abdullah, Jaksa KPK Hadirkan 8 Staf Biro Barang dan Jasa Sulsel
Gubernur Sulsel nonaktif, Nurdin Abdullah selaku terdakwa penerima suap infrastruktur, kembali menjalani sidang pemeriksaan saksi hari ini
Penulis: Andi Muhammad Ikhsan WR | Editor: Suryana Anas
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Gubernur Sulsel nonaktif, Nurdin Abdullah (NA) selaku terdakwa penerima suap infrastruktur, kembali menjalani sidang pemeriksaan saksi di Ruang Sidang Utama Prof Harifin A.Tumpa, Pengadilan Negeri Makassar, Kamis (19/8/2021).
Ada 8 saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK.
Kedelapan saksi tersebut merupakan staf biro pengadaan barang dan jasa sekretariat daerah (Setda) Provinsi Sulawesi Selatan.
Mereka adalah Andi Salmiati, Samsuriadi, Abdul Muin, Munandar Naim, A Yusril Mallombasang, Ansar, Herman Palludani dan Hizar.
Andi Salmiati sendiri adalah staf yang menangani pelelangan proyek pembangunan jalan Palampang Munte dan Bontolempangan.
Salmiati menyebut pada proses pelelangan ada 4 kontraktor yang mengikuti pelelangan.
Satu di antaranya adalah CV Cahaya Sepang yang merupakan perusahaan milik Agung Sucipto terpidana kasus penyuapan.
Sidang dipimpin oleh Ibrahim Palino, didampingi dua Hakim Anggota, yaitu M. Yusuf Karim, dan Arif Agus Nindito.
Sidang Virtual
Sementara NA hadir secara virtual di Jakarta via Zoom, dipampingi Penasihat Hukumnya, yaitu Arman Hanis, Irwan Irawan, Saiful Islam, Ahmad Suyudi, dan Maskum Sastra Negara yang hadir secara langsung di ruang sidang PN Makassar.
Sebelumnya, NA telah diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001.
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Dan kedua, perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Dengan ancaman hukum minimal 4 tahun, dan maksimal 20 tahun, dengan denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.