Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Tribun Sulsel

Prihatin 3 Pendaki Meninggal di Gunung Bawakaraeng, Ini Imbauan Kabid Humas Polda Sulsel

Saat tiba di Pos Bulubalea pada malam hari, sempat dicegat petugas karena pelarangan kegiatan berkerumun.

Penulis: Muslimin Emba | Editor: Hasriyani Latif
TRIBUN-TIMUR.COM/MUSLIMIN EMBA
Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Pol E Zulpan 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol E Zulpan turut merasa prihatin atas meninggalnya tiga orang pendaki di Gunung Bawakaraeng, Kabupaten Gowa, Rabu (18/8/2021) kemarin.

Ketiga pendaki gunung itu meninggal dunia saat melakukan persiapan mengikuti upacara pengibaran bendera merah putih HUT ke-76 Kemerdekaan Republik Indonesia.

Tiga orang korban tewas tersebut masing-masing Steven (21) mahasiwa PNUP, Zainal Abidin (21) mahasiswa UIN Alauddin, dan Rian (20).

"Diketahui, kronologi kejadian dari awalnya rombongan berjumlah delapan orang itu berangkat dari Sungguminasa, Gowa menuju Gunung Bawakaraeng pada Sabtu 14 Agustus," kata Kombes Pol E Zulpan dalam keterangan tertulisnya, Kamis (19/8/2021) siang.

Saat tiba di Pos Bulubalea pada malam hari, sempat dicegat petugas karena pelarangan kegiatan berkerumun.

Namun mereka tetap berangkat menuju puncak Gunung Bawakaraeng untuk persiapan mengikuti upacara pengibaran bendera.

Ia menjelaskan, sebagai pendaki gunung, tentu keinginan untuk mendaki gunung sangat tinggi.

Terlebih, sudah berbulan-bulan, tidak melakukan pendakian karena berbagai destinasi wisata alam, termasuk pendakian gunung ditutup, guna mencegah penyebaran Covid-19.

Bahkan, termasuk kemping pun tidak bisa.

"Hal itu dilakukan aparat pemerintah semata-mata karena harus memutus mata rantai penyebaran Covid-19, khususnya di Sulsel," ujarnya.

E Zulpan pun meminta para pendaki untuk memahami aturan yang ditegakkan aparat dan untuk sementara menahan ego dan keinginan mendaki gunung.

Demi lebih peduli pada kesehatan, keselamatan dan keamanan komunitas masyarakat lokal, staft dan petugas pengelola beserta mitra dan volunteer di destinasi pendakian.

Karena kesehatan, keselamatan dan keamanan mereka, lanjut Zulpan semua juga tergantung dari pengunjung atau pendaki.

"Ingat, masing-masing dari pengunjung atau pendaki dan mereka mempunyai potensi yang sama, saling menulari dan tertular," bebernya.

Ditambahkan E Zulpan, pendakian gunung merupakan salah satu aktivitas ekstrem.

Persiapan fisik, pengetahuan, perlengkapan dan peralatan serta perbekalan, harus benar-benar disiapkan secara matang

"Kalau nanti ada lagi pendaki yang kecelakaan di puncak gunung dengan ciri-ciri menunjukkan gejala terpapar Covid-19, bagaimana penanganannya?" tuturnya.

"Akan merepotkan regu penyelamat dan tenaga kesehatan pastinya. Karena, misalnya diharuskan memakai alat pelindung diri (APD) lengkap, sesuai standar pencegahan penyebaran Covid-19, termasuk pakai hazmat," sambungnya.

Belum lagi harus menempuh medan pendakian yang tidak mudah. Lalu, berapa banyak tim penyelamat atau petugas yang siap untuk menanganinya.

"Itu baru satu dari sekian banyak hal yang menjadi pertimbangan, kenapa aktivitas pendakian gunung tidak bisa diselenggarakan secepatnya," tegasnya.

Lanjut Zulpan, kondisi saat ini saat berbeda sebelum pandemi Covid-19 menyerang.

Dengan kondisi itu, banyak kebiasaan baru yang harus diterapkan.

Seperti, kebiasaan memakai masker, mencuci tangan dengan air dan sabun, menjaga jarak, menghindari kontak fisik, tidak dapat melakukan kegiatan yang sifatnya membuat kerumuman dan lain-lain.

"Seharusnya pandemi Covid-19, dapat mengubah cara pandang para penggiat alam terbuka, termasuk pendaki gunung, dalam melakukan kegiatan di alam terbuka," tuturnya.

"Menjadi pendaki yang cerdas, disiplin dan berfikir yang dapat menekan ego, menghitung manfaat atau mudharat dan memberi nilai plus untuk alam dan peduli pada masyarakat atau komunitas lokal," imbuhnya.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved