Tribun Pangkep
Saber Pungli Pangkep Investigasi Dugaan Pungli Desa Bowong Cindea
Dilakukannya investigasi oleh Tim Saber Pungli, lantaran adanya laporan yang masuk di Inspektorat Kabupaten Pangkep.
Penulis: Nurul Hidayah | Editor: Saldy Irawan
TRIBUNPANGKEP.COM, PANGKEP - Tim Saber Pungli Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep) melakukan investigasi terkait dugaan pungli ADD dan anggaran Bumdes Desa Bowong Cindea, Kabupaten Pangkep, Rabu (18/09/21)
Dilakukannya investigasi oleh Tim Saber Pungli, lantaran adanya laporan yang masuk di Inspektorat Kabupaten Pangkep.
Salah satu anggota Tim Saber Pungli, Saharuddin Gani, mengungkapkan kegiatan investigasi ini dilakukan lantaran adanya laporan dugaan pungli di lingkup pemerintah Desa Bowong Cindea.
"Jadi ada laporan yang masuk terkait dugaan pungli yang terjadi di lingkup pemerintahan Desa Bowong Cindea," sambutnya.
Dugaan pungli itu berupa pembayaran pajak ADD tahun anggaran 2017 dan 2018.
"Adanya LHP yang belum terjawab, termasuk pembayaran pajak ADD tahun anggaran 2017-2018," ucapnya.
Selain itu, dugaan pungli pun terjadi pada kegiatan Bumdes tahun anggaran 2019 dan 2020.
"Selain itu pada kegiatan Bumdes tahun anggaran 2019-2020," tambahnya.
Saat ini pihak Tim Saber Pungli masih terus melakukan penyelidikan dan jika terbukti benar, maka akan segera ditindak lanjuti.
"Ini masih dalam tahap penyedikan, dugaan. Kita terus mendalami, namun ketika dugaan itu merujuk pada korupsi akan dilakukan penyedikan lanjut oleh pihak kepolisian atau Kejaksaan," sambungnya.
Diketahui, dugaan pungli pada tahun anggaran tersebut, masih dipimpin oleh H Abdullah sebagai Kepala Desa Bowong Cindea.
Dilansir dari Kompas.com, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengatakan, pelaku pungutan liar tidak hanya dapat dijerat dengan pasal KUHP.
Pelaku juga mungkin dijerat dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Prasetyo mengatakan, umumnya, praktik pungutan liar dijerat dengan Pasal 368 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal sembilan bulan.
Jika pelaku merupakan pegawai negeri sipil, akan dijerat dengan Pasal 423 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal enam tahun.
Namun, ada ketentuan pidana yang ancaman hukumannya lebih besar dari itu, yakni Pasal 12 e UU Tipikor.
"Pungli itu bisa kita katakan sebagai korupsi. Ada Pasal 12 e di sana dengan ancaman hukuman penjara minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun," ujar dia di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta pada Kamis (20/10/2016).
"Namun, tentu kami tidak bisa menggeneralisir seperti itu ya. Harus dilihat case by case, apakah memenuhi unsur itu (Pasal 12 e UU Tipikor) atau tidak," lanjut dia.
Jika praktik pungutan liar yang diungkap hanya mengandung unsur pemerasan, maka, lanjut Tim Saber Pungli, perkara itu akan ditangani Polisi.
Kejaksaan hanya berperan dalam penuntutan. Namun, jika praktik itu mengandung unsur korupsi, kejaksaan dapat ikut menyelidiki sekaligus menyelidikinya.
Prasetyo memastikan, tim "Saber Pungli" alias Sapu Bersih Pungutan Liar akan mengoptimalkan penyelidikan dan penyidikan praktik pungli yang diungkap.
Pihaknya ingin memberikan efek jera agar praktik semacam itu, khususnya di sektor pelayanan publik, tidak terjadi lagi.
Disebutkan, Tim Saber Pungli salah satu bagian kebijakan pemerintah melaksanakan reformasi di bidang hukum.
Data Tribun-Timur.com, Tim Saber Pungli terdiri dari Polri sebagai leading sector, Kejaksaan Agung dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Saber Pungli akan memantau sektor pelayanan publik dari Aceh hingga Papua.
Sektor pelayanan yang dipantau, mulai dari pembuatan KTP, SKCK, STNK, SIM, BPKB, izin bongkar muat barang di pelabuhan dan sejumlah izin di berbagai kementerian lainnya.
Selain melakukan penindakan, tim 'Saber Pungli' juga akan mengkaji apakah ada aturan yang mendukung terjadinya pungli.(*)