Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Tribun Makassar

Kisah Pria Kolaka Dua Tahun Tak Bertemu Anaknya yang Tinggal di Maros: Ayah Masih Hidup, Nak!

Tapi hasil pemeriksaan psikologi itu, kata dia kurang dipertimbangkan hakim untuk memenangkannya dalam gugatan.

Penulis: Muslimin Emba | Editor: Imam Wahyudi
TRIBUN TIMUR/MUSLIMIN EMBA
Irwan pria asal Kolaka yang rindu anaknya saat ditemui di salah satu warkop di Kota Makassar, Kamis malam 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - "Saya rindu sekali ketemu anakku. Sudah mau masuk dua tahun saya tidak ketemu sama anak perempuanku, setelah cerai'ka sama mamanya," ujar Irwan (40).

Kerinduan kepada putri semata wayangnya itu diceritakan Irwan saat ngopi bareng Tribun di salah satu warkop di Kota Makassar, Kamis (12/8/2021) malam.

Ia mengaku sudah dua tahun  tidak melihat wajah putrinya, AN (8).

Ia bercerai dengan istrinya, AA, akhir 2019 lalu.

"November tahun ini genap dua tahun saya tidak ketemu sama putriku," ucap pria warga Kota Kolaka, Sulawesi Tenggara ini.

Mantan istrinya, sebagai pemenang gugatan hak asuh anak, kata Irwan, seolah tak memberinya celah agar bisa bertemu putrinya.

"Terakhir tanggal 11 Oktober 2020 saya datangi rumahnya mantan istriku di Maros (Sulawesi Selatan). Tapi saya ditutupkan pintu rumah, padahal ada orang mengintip dari dalam rumah," ujarnya.

Ia berusaha menghubungi kontak mantan istri untuk sekedar dipertemukan dengan AN

Namun upaya itu juga tidak berhasil, lantaran kontaknya sudah diblokir. 

Begitu juga dengan kerabat disekeliling mantan istrinya itu.

Lewat akses jejaring media sosial lainnya, juga menemui jalan buntu.

Secara legal, hak asuh anak memang jatuh ke sang ibu berinisial AA.

Itu berdasarkan putusan Pengadilan Agama Maros, Nomor 206/Pdt.G/2020/PA Mrs.

Dalam salinan putusan itu, gugatan Irwan untuk mendapat hak asuh anaknya ditolak pengadilan.

Dan di poin dua disebutkan,"Menetapkan hak asuh anak penggugat (Irwan) dan tergugat (AA) bernama (inisial) AN lahir 18 Mei 2013 (7 tahun) berada di bawah hadhana tergugat ibu kandungnya dengan tidak mengurangi hak penggugat (Irwan) sebagai ayah kandungnya," tulis putusan itu.

Namun putusan itu, kata Irwan dianggap tidak berjalan sesuai yang diharapkan.

Pasalnya, kata dia, untuk memberikan nafkah kepada sang anak, dirinya kesulitan.

Padahal, lanjut Irwan, surat hasil pemeriksaan psikologi terhadap AN yang diperoleh dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Maros, AN sepatutnya diasuh Irwan.

"Dari berbagai hasil assessmen dengan beberapa pihak dan pertimbangan kesejahteraan anak, maka figur yang lebih tepat untuk mengasuh AN adalah Abinya (Irwan)," tulis salinan Laporan Hasil Pemeriksaan Psikologi Klien Anak yang diterbitkan P2TP2A Kabupaten Maros itu.

Salinan hasil pemeriksaan psikologi klien anak P2TP2A itu pun dilampirkan Irwan dalam gugatan hak asuh anak. 

Tapi hasil pemeriksaan psikologi itu, kata dia kurang dipertimbangkan hakim untuk memenangkannya dalam gugatan.

"Tanggal 7 Desember 2020 saya terakhir ketemu anakku di rumah ibunya di Maros. Saat itu, saya dikawal dua polisi untuk ketemu. Alhamdulillah ketemu, tapi hanya sebentar, kurang dari 30 menit," ungkap Irwan.

Itupun, lanjut dia, dirinya mengaku sempat merasa dihalangi untuk menggendong sang anak.

"Pas saya pamit, baru ibunya kasih saya kesempatan menggendong, itu pun hanya sebentar sekali terus diambil lagi," tuturnya.

Meski singkat, dirinya mengaku sangat bersyukur dapat menggendong putrinya itu.

"Setidaknya anak saya masih tahu, bahwa ayahnya masih hidup dan sangat rindu," ucapnya dengan nada lirih.

Pada kesempatan itu, ia mengaku sempat memberikan amplop berisi uang nafkah ke sang anak. 

Amplop nafkah itu, dititip ke polisi untuk diserahkan ke AN.

"Setelah itu, sampai sekarang saya tidak pernah lagi ketemu anakku. Padahal saya mau kasih nafkah tanggung jawab saya sebagai seorang ayah," tuturnya.

Terlebih, sang anak, masih masuk dalam tanggungan di amprah gaji bulanan atau tunjangannya.

Dirinya mengaku saat ini mengupayakan untuk mendapat pendampingan dari Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), agar dapat menemui sang anak.

"Hasil komunikasi terkahir dengan bang Arist Merdeka Sirait, saya diminta ke Jakarta," jelasnya.

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved