Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Paul Tibbets

Masih Ingat Paul Tibbets? Pilot Jatuhkan Bom Atom di Hiroshima, Hidup 92 Tahun Begini Akhir Hidupnya

"Saya diinstruksikan jatuhkan bom atom, moralitas bukan urusan saya," kata Paul Tibbets, pilot pesawat yang jatuhkan Bom Atom di Hiroshima, Jepang

Editor: Arif Fuddin Usman
Kolase Hiroshima Peace Memorial Museum via businessinsider.sg/National Geographic
Paul Tibbets pilot pesawat Bomber Enola gay. "Saya diinstruksikan jatuhkan bom atom, moralitas bukan urusan saya," kata Paul Tibbets, pilot pesawat yang jatuhkan Bom Atom di Hiroshima, Jepang 

TRIBUN-TIMUR.COM – Pada dini hari tanggal 6 Agustus 1945, Kolonel Paul Tibbets naik pesawat pembom B-29 Superfortress yang membawa bom atom seberat 10.000 pon yang dijuluki 'Little Boy'.

Sang pilot, Paul Tibbets mengatakan, "Saya memutuskan bahwa moralitas menjatuhkan bom itu bukanlah urusan saya."

"Saya diinstruksikan untuk melakukan misi militer untuk menjatuhkan bom. Itu adalah hal yang akan saya lakukan dengan kemampuan terbaik saya," ujarnya.

"Moralitas, tidak ada hal seperti itu dalam peperangan. Saya tidak peduli apakah Anda menjatuhkan bom atom, atau bom seberat 100 pon, atau menembakkan senapan. Anda harus melepaskan masalah moral darinya."

Tibbets memandu pesawat, dinamai menurut nama ibunya Enola Gay, dari Pulau Tinian di Samudra Pasifik menuju sasaran yang dituju, yaitu kota Hiroshima di Jepang.

Di ketinggian 33.000 kaki, bom itu dilepaskan. Lebih dari 40 detik kemudian meledak di ketinggian sekitar 2.000 kaki di atas kota dengan energi sekitar 15 kiloton TNT, menandai era peperangan baru dan dahsyat.

'Seluruh langit menyala ketika meledak…. Tidak ada apa-apa selain kekacauan hitam mendidih yang menggantung di atas kota… Anda tidak akan tahu bahwa kota Hiroshima ada di sana,' kenang Tibbets dalam sebuah wawancara tahun 1989.

Antara 70.000-90.000 orang tewas dalam sekejap, sekitar 130.000-200.000 lainnya dikatakan telah tewas di tahun-tahun mendatang akibat dampak bom.

Tiga hari kemudian, pembom B-29 Superfortress menjatuhkan bom atom kedua di atas kota Nagasaki di Jepang, menandai terakhir kali senjata nuklir digunakan dalam konflik bersenjata.

Menjadi pilot Enola Gay membuat Tibbets menjadi terkenal dan memberinya Lintas Layanan Terhormat,  tetapi kontribusinya terhadap keberhasilan misi jauh lebih dari sekadar mengemudikan pesawat.

Sejak usia muda, Tibbets sudah tertarik terbang. Namun, ayahnya punya rencana lain untuknya dan ingin putranya melanjutkan ke kedokteran.

"Dia meyakinkan saya bahwa saya harus menjadi seorang dokter," kenang Tibbets.

“Ada seorang dokter di keluarga Tibbets. Dan ayah memutuskan kita harus melanjutkan tradisi itu. Saya harus benar-benar percaya bahwa saya ingin menjadi dokter dan harus menjadi dokter, tetapi keinginan untuk menerbangkan pesawat menguasai saya.”

Ayahnya kurang tertarik dengan pilihan karir baru putranya, bahkan mengatakan 'mesin sialan itu akan membunuhmu.'

Tidak terpengaruh, Paul Tibbets mendaftar di Korps Udara Angkatan Darat Amerika Serikat sebagai kadet penerbangan.

Halaman
1234
Sumber: Grid.ID
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved