Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Nurdin Abdullah Ditangkap KPK

JPU Hadirkan 3 Saksi di Sidang Nurdin Abdullah, Salah Satunya Direktur Bank

Gubernur Sulsel nonaktif, Nurdin Abdullah (NA) selaku terdakwa penerima suap infrastruktur menjalani sidang pemeriksaan saksi kedua

Penulis: Andi Muhammad Ikhsan WR | Editor: Suryana Anas
TRIBUN-TIMUR.COM/ANDI MUHAMMAD IKHSAN WR
Gubernur Sulsel nonaktif, Nurdin Abdullah (NA) selaku terdakwa penerima suap infrastruktur menjalani sidang pemeriksaan saksi kedua, di Ruang Sidang Utama Prof Harifin A.Tumpa, Pengadilan Negeri Makassar, Kamis (5/8/2021) pukul 10.21 Wita. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Gubernur Sulsel nonaktif, Nurdin Abdullah (NA) selaku terdakwa penerima suap infrastruktur menjalani sidang pemeriksaan saksi kedua, di Ruang Sidang Utama Prof Harifin A.Tumpa, Pengadilan Negeri Makassar, Kamis (5/8/2021) pukul 10.21 Wita.

Ada tiga orang saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, yaitu Amri Maurada sebagai Direktur Bank Swasta, Haeruddin selaku kontraktor, dan Kwan Sakti Rudi Moha juga merupakan wiraswasta.

Ketiga saksi ini diketahui diduga ikut terlibat secara langsung maupun tidak langsung, dalam kasus suap menyuap yang melibatkan NA. 

Mantan ajudan NA, Syamsul Bahri saat menjadi saksi sidang Agung Sucipto mengatakan, jika Haeruddin merupakan salah satu kontraktor yang pernah menyerahkan uang ke NA.

Sementara, Amri Maurada diduga membantu NA dalam menyalurkan uang sumbangan masjid dari dua kontraktor, yaitu Thiawudy Wikarso dan Petrus Yalim.

Sidang dipimpin oleh Ibrahim Palino, didampingi dua Hakim Anggota, yaitu M. Yusuf Karim, dan Arif Agus Nindito.

Sebelumnya, NA telah diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001.

Tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Dan kedua, perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Dengan ancaman hukum minimal 4 tahun, dan maksimal 20 tahun, dengan denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.

Dilapis Pasal 5 angka 4 dan Pasal 5 angka 6 Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme jo Pasal 76 ayat (1) huruf a dan e Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Dalam dakwaan yang dibacakan M. Asri, NA diduga menerima suap dari Anggu Rp 2,5 miliar dan 150 ribu Dollar Singapura (SGD) atau senilai Rp 1 miliar 590 juta (kurs Dollar Singapura Rp 10.644). 

Selain itu Nurdin juga menerima dari kontraktor lain senilai Rp 6,5 miliar dan SGD 200 ribu atau senilai Rp 2,1 miliar (kurs Dollar Singapura Rp 10.644).

Laporan tribuntimur.com, AM Ikhsan

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved