Timor Leste
Masih Ingat Eurico Guterres? Pejuang Pro Indonesia Menolak Timor Leste Merdeka, Begini Kondisi Kini?
Hanya saja, nama Eurico Guterres, boleh jadi tidak setenar Ramos Horta atau Xanana Gusmao. ia pernah mendapat penghargaan dari Menhan Prabowo.
TRIBUN-TIMUR.COM - Sosok Eurico Guterres bukanlah nama yang asing warga Timor Timur yang pro Indonesia atau pro Integrasi.
Eurico Guterres tak lain adalah milisi pejuang penentang kemerdekaan Timor Leste dan memilih Indonesia.
Hanya saja, nama Eurico Guterres, boleh jadi tidak setenar Ramos Horta atau Xanana Gusmao --dua presiden Timor Leste.
Hanya saja bagi milisi yang menolak kemerdekaan Timor Leste dengan tetap Pro Indonesia, sosoknya harum.
Dan lama tak terdengar kabarnya, ia pernah mendapat penghargaan dari Menhan Prabowo.
Ia diberi penghargaan patriot Bela Negara bersama 11.485 mantan Pejuang Timtim.
Posisi Eurico Guterres, dikutip dari Kompas.com adalah Ketua DPP Forum komunikasi Pejuang Timor Timur (FKPTT)
Eurico Guterres setelah itu sempat dikabakan mundur dari Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Uni Timor Aswain (UNTAS).
Juga Eurico Guterres mundur dari Partai Amanat Nasional yang sempat membawanya sebagai calon legislatif.
Ia sempat memuja partai Perindo sebagai partai yang bakal memperjuangkan rakyat.
Dianggap Berbahaya PBB
Eurico Guterres, adalah sosok orang Timor Leste yang dianggap berbahaya bagi PBB namun tidak bagi Indonesia.
Dia adalah seorang milisi yang berjuang untuk Indonesia, meski terkenal sangat kejam.
Menurut Irish Times, Eurico Guterres menentang pemungutan suara kemerdekaan di Timor Leste pada tahun 1999.
Kemudian dia juga membunuh tiga pekerja bantuan dalam serangan massa di kantor komisaris tinggi PBB untuk pengungsian (UNHCR) di kota Atambua, perbatasan Timor Barat.
Pembunuhan tersebut memicu kecaman internasional terhadap Indonesia.
Amerika dan Bank Dunia memeringatkan bahwa bantuan vital bisa terancam jika milisi Timor Leste tidak dikendalikan.
Alhasil, Eurico Guterres harus ditangkap dan diserahkan ke PBB untuk diadili.
"Eurico Guterres ditangkap setelah ada cukup bukti baginya untuk menjadi tersangka perusakan dan pembakaran kantor UNHCR di Atambua," kata Senior polisi Supt Saleh Saaf.
Dia tidak mengatakan apakah Eurico Guterres juga tersangka dalam pembunuhan PBB, tetapi menambahkan bahwa dia bisa menghadapi lebih dari lima tahun penjara karena penghasutan.
Eurico Guterres dicurigai terlibat dalam serangan terhadap rumah seorang tokoh pro-kemerdekaan Timor Leste, Manuel Carrascalao, pada bulan April 1999 di mana beberapa orang terbunuh.
Milisi melakukan kerusuhan setelah pemungutan suara di Timor Timur pada tanggal 30 Agustus 1999, menewaskan ratusan orang.
Jakarta telah menetapkan tiga jenderal di antara sekitar dua lusin tersangka dalam penyelidikan Timor Timur.
Meski pernah jadi buronan internasional dan sempat ditangkap PBB, Eurico Guterres pernah mendapat penghargaan oleh Indonesia.
Menukil CNN, Tahun 2020, Menteri Pertahanan Prabowo menyerahkan sertifikat penghargaan berupa medali dan sertifikat Patriot Pertahanan Nasional kepada 11.485 eks milisi Timor Leste.
Penghargaan itu diserahkan secara simbolis, termasuk kepada Eurico Guterres setelah bebas dari tahanan PBB.

Menurut Prabowo penghargaan itu menunjukkan komitmen kepada rakyatnya yang rela berkorban demi bangsa dan negaranya.
Menukil Kemhan RI, Prabowo menjelaskan penghargaan yang ia berikan dalam acara seremonial di gedung Departemen Pertahanan di Jakarta.
Merupakan bentuk penghormatan negara kepada warga negara yang mengabdi untuk menegakkan kedaulatan dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Mantan pejuang Timor Timur, katanya adalah warga negara Indonesia yang berjuang mempertahankan Timor Timur sebagai bagian dari NKRI.
Hal itu ditunjukkan dengan kesetiaan dan keputusan mereka untuk tetap tinggal di Indonesia.
"Negara dan bangsa tidak bisa dibiarkan melupakan pengorbanan dan pengabdian para eks pejuang Timor Timur beserta keluarganya," kata Prabowo.
Sementara itu, Prabowo sendiri memiliki rekam jejak militer di Timor Timur.
Ia adalah mantan Panglima Peleton Golongan I atau Para Komando yang ikut bersama pasukan lain dalam operasi tim Nanggala.
Menjadi salah satu kelompok peserta Operasi Seroja yang melakukan invasi militer ke Timor Timur pada tahun 1975.
Satu Permintaan ke Indonesia
Saat sebagian besar warga Timor Leste memaksa merdeka, ada sosok yang tetap ingin gabung Indonesia.
Sosok yang pro Negara Kesatuan Kesatuan Indonesia atau NKRI tersebut adalah Eurico Guterres.
Nah, setelah 15 tahun Timor Leste merdeka, tiba-tiba Minta Ini ke Indonesia?
Timor Leste mungkin memilih lepas dari Indonesia sebagai negara merdeka, setelah melalui perjuangan panjang.
Bahkan dalam referendum tahun 2002, sebagian besar orang Timor Leste memilih untuk merdeka.
Akan tetapi, bukan berarti semua rakyat Timor Leste menginginkan kemerdekaan, nyatanya ada beberapa dari mereka yang memiliki jiwa NKRI.
Salah satunya adalah Eurico Guterres, dia adalah pemimpin milisi di Timor Leste yang pro dengan Indonesia.
Namanya mungkin tak setenar Alfredo Reinado, namun dia adalah sosok yang berada di pihak Indonesia meski orang Timor Leste.
Minta Dipulihkan Namanya
Menurut UCA News, setelah kemerdekaan Timor Leste, Eurico Guterres juga pindah ke Indonesia.
Namun, 15 tahun setelah Timor Leste merdeka, Eurico Guterres, ternyata sempat memohon hal ini kepada Indonesia.
Tahun 2017, setelah 15 tahun Timor Leste merdeka, Eurico Guterres menuntut pemerintah Indonesia memulai proses untuk mengeluarkan mereka dari daftar kejahatan serius PBB.
Hal itu supaya bisa memudahkannya dalam bepergian ke luar negeri.
Keluhan tersebut menyebabkan 1.000 mantan pejuang pro Indonesia, yang turun ke jalan-jalan Kupang, berjuang untuk Indonesia.
Nasib mereka sangat kontras dengan perlakuan pahlawan yang diberikan kepada anggota senior angkatan bersenjata Indonesia termasuk pemimpin kampanye Timor Timur.
Misalnya pensiunan jenderal Wiranto, yang pernah menjadi menteri di kabinet Presiden Joko Widodo periode pertama.
Eurico Guterres, mantan pemimpin pejuang pro-Jakarta, memohon kepada pemerintah Indonesia untuk memperjuangkan kepastian hukum bagi 403 warga Timor Leste.
Pasalnya, nama mereka masih dalam daftar 'kejahatan serius' PBB terkait kekejaman selama pendudukan Indonesia di Timor Timur.
Dia mengajukan banding kepada Wiranto, yang waktu itu menjabat sebagai Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan.
Sosok Wiranto pula yang menjadi komandan selama pemungutan suara berdarah 1999 untuk kemerdekaan Timor Timur.
"Saya salah satu dari 403 eks warga Timor Timur dan juga Pak Wiranto yang masuk daftar 'kejahatan berat'," katanya.
"Tapi sekarang Wiranto bisa pergi kemana-mana, sementara kami dilarang di mana-mana," ujarnya kepada ucanews.com.
Pada tahun 2003, Wiranto bersama enam jenderal lainnya dituduh oleh Unit Kejahatan Berat PBB bertanggung jawab untuk melatih dan mempersenjatai milisi pro-Jakarta.
Mereka bergabung dengan militer Indonesia dalam membunuh lebih dari 1.000 orang dan memaksa 250.000 orang Timor Leste meninggalkan rumah mereka sebelum dan sesudahnya referendum kemerdekaan.
Guterres mengatakan, meskipun mereka diberikan kewarganegaraan Indonesia setelah perang, mereka tidak dapat meninggalkan Indonesia, termasuk bepergian ke Timor-Leste untuk menemui anggota keluarga karena nama mereka masih ada di daftar PBB.
Selalu Pulang Timor Leste
Pejuang pro integrasi Timor Timur itu ternyata punya adik kandung yang sudah tiga kali menjadi camat di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.
"Ini kali ketiga saya jadi camat di Banyuwangi. Saya lulus STPDN tahun 1997," kata Anacleto Da Silva di Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi, beberapa waktu lalu.
Adik Gutteres ini adalah Camat Kalipuro. Sebelumnya Anacleto menjadi kepala Bagian Pembangunan Pemkab Banyuwangi.
Dia juga pernah menjadi camat di Kalibaru dan Songgon yang berbatasan dengan Kabupaten Jember.
Kecamatan Kalipuro yang dia pimpin memiliki 72 ribu warga. Ada sekitar 81 industri di wilayah administratifnya.
Cleto, sapaan akrab pria kelahiran Timor Leste tahun 1975 ini menyebut ada perubahan signifikan menyangkut kesejahteraan warga Banyuwangi.
Dia membandingkannya dengan saat pertama ditempatkan sebagai PNS di Banyuwangi pada 1997 silam.
"Jangankan 20 tahun lalu, tujuh tahun lalu saja kalau satu rumah punya sepeda motor itu sudah sangat bagus. Sekarang satu rumah rata-rata ada tiga motor. Bahkan sudah banyak yang punya mobil," ujar pria yang menikahi wanita Banyuwangi ini.
Cleto hanya berselisih dua tahun dengan kakaknya, Eurico Gutteres.
"Kami delapan bersaudara, empat laki dan empat wanita. Eurico anak ketiga, saya anak keempat," ujar ayah dua anak ini.
Dia masih terus berkomunikasi dengan kakaknya yang sekarang bermukim di Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Adapun ibu dan kerabat mereka tetap tinggal di Timor Leste. "Hampir setiap tahun, saya pulang menengok ibu di Timor Leste. Saudara-saudara juga masih banyak di sana," terangnya. (*)
Artikel ini telah tayang di Intisari-online.com dengan Judul "Pernah Jadi Buronan PBB karena Dianggap Berbahaya Orang Timor Leste Ini Justru Dipuji dan Diberi Penghargaan Oleh Indonesia, Kok Bisa?"