Tribun Politik
Singgung Fasilitasi Isoman Anggota DPR di Hotel Berbintang, Kopel: Itu Perlakuan Istimewa
KOPEL menilai fasilitas Isoman di Hotel Berbintang kepada anggota DPR tidak mencerminkan kepedulian terhadap kondisi masyarakat
Penulis: Muhammad Fadhly Ali | Editor: Suryana Anas
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Sekjen DPR RI telah menyediakan fasilitas isoman kepada anggota DPR yang terinfeksi Covid 19, namun fasilitas tersebut berada di hotel bintang 3.
Di dalamnya termasuk makanan, minuman, dan fasilitas lainnya.
Sekjen DPR dalam keterangannya mengatakan, fasilitas hotel ini diberikan karena adanya komplain dan kekhawatiran dari para tetangga di rumah jabatan di Kalibata.
Hal ini dianggap penting meskipun anggaran itu tidak tersedia dalam rencana kerja DPR dan harus merealokasi dari anggaran-anggaran lainnya.
Direktur Komisi Pemantau Legislatif (KOPEL) Indonesia Anwar Razak mengatakan, KOPEL Indonesia menilai bahwa fasilitas Isoman ini telah memberikan perlakuan istimewa kepada anggota DPR dan tidak mencerminkan kepedulian terhadap kondisi masyarakat yang sedang kesulitan.
Bahkan di tengah banyaknya masyarakat yang sedang isoman di rumah dan diruang perawatan dengan kondisi dan fasilitas yang terbatas.
"Kebijakan ini selain menutup mata terhadap kesulitan masyarakat dan kesulitan keuangan negara, juga tidak hati-hati dalam penggunaan anggaran," kata Anwar via pesan WhatsApp, Kamis (29/7/2021).
Tindakan melakukan realokasi anggaran dari kegiatan lain ke biaya hotel adalah tindakan yang beresiko karena tidak adanya dasar untuk melakukan realokasi tersebut.
Terkait kesehatan anggota DPR sudah ada alokasi anggaran untuk asuransi kesehatan.
Fasilitas yang dimiliki anggota DPR di rumah jabatan sudah sangat istimewa dan kondusif untuk melakukan isolasi, dan bila kondisi memburuk maka fasilitas rumah sakit juga ada yang semuanya sudah ditanggung dengan asuransi kesehatan setiap anggota.
"Atas dasar tersebut, KOPEL Indonesia menyatakan bahkan kebijakan adalah kebijakan yang keliru ditengah kesulitan masyarakat dan memiliki akuntabilitas yang rendah," ujarnya.
"Oleh karenanya KOPEL Indonesia meminta kepada Sekjen DPR untuk membatalkan kebijakan ini dan meminta kepada anggota DPR untuk mengevaluasi kebijakan ini yang terkesan sepihak dan tidak berada dalam koordinasi DPR," tambahnya. (*)