Nurdin Abdullah Ditangkap KPK
Satu Kontraktor Lagi Disebut Pernah Serahkan Uang ke Nurdin Abdullah
Selain Petrus Yalim, terungkap jika ada satu kontraktor lagi yang pernah menyerahkan uang kepada Gubernur Sulsel Non-aktif, Nurdin Abdullah (NA).
Penulis: Andi Muhammad Ikhsan WR | Editor: Suryana Anas
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Selain Petrus Yalim, terungkap jika ada satu kontraktor lagi yang pernah menyerahkan uang kepada Gubernur Sulsel Non-aktif, Nurdin Abdullah (NA).
Kontraktor tersebut bernama Thiawudy Wikarso, yang juga merupakan pemilik Hotel Grand Maleo.
Penyerahan uang tersebut berkaitan dengan sumbangan pembangunan Masjid milik NA di Kawasan Pucak, Kabupaten Maros, melalui dana CSR perusahaan miliknya.
Hal ini terungkap saat sidang pemeriksaan saksi NA, di Ruang Sidang Utama Prof Harifin A.Tumpa, Pengadilan Negeri Makassar, Kamis (28/7/2021) pukul 10.20 Wita.
Ada tiga saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, yaitu Petrus Yalim selaku Direktur PT Putra Jaya, Thiawudy Wikarso merupakan wiraswasta, dan Riski Angriani selaku Pegawai Bank Sulselbar.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Andri Lesama menanyakan, darimana dia mengetahui adanya sumbangan pembangunan masjid tersebut.
Thiaw pun menjawab, jika ia salah satu orang yang diundang saat peletakan batu pertama.
"Saya diundang pak, setelah itu saya tanya pak Petrus dia sumbang berapa, katanya Rp100 juta, jadi saya juga sumbang segitu," ujar Thiaw.
JPU kembali menanyakan, bagaimana cara Thiaw menyerahkan uang tersebut, apakah secara langsung atau transfer.
"Transfer pak, dua kali, melalui rekening Yayasan Masjid," jelasnya.
Andri pun menanyakan, apakah setelah menyetorkan uang tersebut Thiaw kemudian memberitahukan kepada pihak terdakwa (NA).
"Tidak pak, tapi beliau tahunya dari Pak Petrus, karena diberitahukan oleh Pak Petrus melalui Syamsul Bahri," terangnya.
Tak sampai disitu, JPU pun menanyakan, apakah ketika Thiaw memutuskan memberi Rp100 juta dari dana CSR perusahaanya, terlebih dahulu didiskusikan dengan para karyawan
"Tidak perlu pak (didiskusikan), jadi aya pakai uang pribadi dulu pak, baru saya minta ganti ke perusahaan," katanya.
Terakhir, JPU menanyakan, apakan selain sebagai kontraktor, Thiaw juga punya usaha lain.
"Ada pak, kebetulan saya pemilik Hotel Maleo di Makassar," tutupnya.
Setelah itu JPU beralih kepada Petrus Yalim, terkait alasannya memberitahukan kepada Thiaw jumlah sumbangan yang ia salurkan.
"Kalau ada kegiatan sosial saya selalu cerita kepada pak Thiaw, karena saya tahu betul beliau pasti akan ikut menyumbang," pungkasnya.
Diketahui, Sidang dipimpin oleh Ibrahim Palino, didampingi dua Hakim Anggota, yaitu M. Yusuf Karim, dan Arif Agus Nindito.
Sementara NA hadir melalui daring via zoom di Lapas KPK Jakarta, didampingi empat Penasihat Hukumhya, yaitu Arman Hanis, Irwan Irawan, Saiful Islam, Ahmad Suyudi, dan Maskum Sastra Negara
NA sendiri diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001.
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Dan kedua, perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Dengan ancaman hukum minimal 4 tahun, dan maksimal 20 tahun, dengan denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.
Dilapis Pasal 5 angka 4 dan Pasal 5 angka 6 Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme jo Pasal 76 ayat (1) huruf a dan e Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Dalam dakwaan yang dibacakan M. Asri, NA diduga menerima suap dari Anggu Rp 2,5 miliar dan 150 ribu Dollar Singapura (SGD) atau senilai Rp 1 miliar 590 juta (kurs Dollar Singapura Rp 10.644).
Selain itu Nurdin juga menerima dari kontraktor lain senilai Rp 6,5 miliar dan SGD 200 ribu atau senilai Rp 2,1 miliar (kurs Dollar Singapura Rp 10.644).
Laporam tribuntimur.com, AM Ikhsan