Woman Talk Edisi#8
Komisioner Bawaslu Makassar Ungkap Modus Politik Uang di Pemilu
Bawaslu sebagai lembaga pengawasan terpercaya aktif melakukan edukasi ke masyarakat untuk memahamkan terkait politik uang
Penulis: Siti Aminah | Editor: Imam Wahyudi
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Makassar, Sri Wahyuningsih mengungkap modus politik uang dalam kontestasi Pemilu
Itu disampikan lewat program Woman Talk edisi#8, Politik Uang: Ancaman Bagi Kesejahteraan Sosial.
Menghadirkan tiga pembicara, Ketua Prodi Doktor Ilmu Politik Unhas, Gustiana A Kambo, Komisioner Bawaslu Makassar Sri Wahyuningsih, dan Direktur Eksekutif YASMIB Sulawesi, Rosniaty Azis.
Woman talk merupakan program Lembaga Studi Kebijakan Publik (LSKP) bekerjasama dengan Woman Demokrasi Network (WDN) disupport oleh Kaukus Perempuan Parlemen Sulsel dan Kaukus Perempuan Politik Sulsel.
Sri Wahyuningsih menjelaskan, berdasarkan temuan di lapangan, ada beberapa modus peserta pemilu untuk menyogok masyarakat.
Mulai dari memanfaatkan ekonomi masyarakat miskin dengan menjanjikan kesejahteraan.
Fenomena ini menjadi ladang bagi peserta pemilu untuk membeli suara masyarakat.
"Bagaiman mereka memanfaatkan situasi kemiskinan masyarakat untuk melakukan praktik politik uang demi mencapai tujuannya," ucap Sri Wahyuningsih dalam program Woman Talk efisi #8 yang disiarkan lewat YouTube tribun-timur, Jumat (23/7/2021) sore.
Modus lainnya, menjanjikan jabatan atau posisi strategis bagi masyarakat agar mampu mendulang suara dalam proses pemilihan.
"Jadi bukan cuma uang, dalam UU disebutkan mengenai politik uang ini memberikan atau menjanjikan uang atau dengan materi lain," jelasnya.
Kasus lainnya, saat bencana banjir terjadi di Makassar beberapa tahun lalu, para caleg menyogok masyarakat dengan modus bantuan sosial.
"Menurut mereka bantuan, tapi kemudian mereka datang disertai spanduk bertuliskan nama, nomor partai, embel-embel pilcaleg atau pilkada, identitasnya jelas sebagai calon," ungkapnya.
Parahnya, politik uang tidak hanya terjadi di kalangan masyarakat menengah ke bawah.
Bahkan, masyarakat berpendidikan juga tak luput dari politik uang.
"Ini terjadi di kompleks yang penduduknya berpendidikan. Artinya ini soal pengetahuan dan kesadaran masyarakat," tuturnya.