Vaksin Sinopharm
Ini Perbedaan Vaksin Sinopharm, AstraZeneca dan Sinovac? Bakal Jadi Vaksin Berbayar oleh Kimia Farma
Sempat dikabarkan bakal jadi vaksin berbayar oleh Kimia Farma, ternyata ini perbedaan vaksin Sinopharm dan Sinovac meski Sama-sama dari China
TRIBUN-TIMUR.COM - Saat lagi gencar-gencarnya pemerintah melakukan vaksinasi, muncul vaksin Covid-19 berbayar.
Hal itu ditegaskan bagi individu yang ingin mendapatkan vaksin bukan dari program pemerintah.
Dan vaksin itu adalah Sinopharm yang nanti dapat diakses di jaringan klinik PT Kimia Farma Tbk.
Melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2021, sudah dijelaskan mengenai jenis vaksin untuk program vaksinasi Covid-19 berbayar ini.
Vaksin yang digunakan untuk vaksinasi berbayar adalah vaksin produksi Sinopharm asal China.
Selain Sinopharm, ada pula vaksin lain buatan China yang telah digunakan di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Selain sama-sama merupakan buatan China, kedua vaksin tersebut juga sama-sama merupakan vaksin virus yang tidak aktif.
Itu berarti mereka terbuat dari partikel virus yang diproduksi di laboratorium,
yang kemudian dinonaktifkan sehingga tidak dapat menginfeksi Anda dengan COVID-19.
Banyak vaksin lain menggunakan platform serupa, termasuk polio suntik, Hepatitis A, dan vaksin flu.
Kedua perusahaan pembuat vaksin tersebut menggunakan teknologi serupa, dan vaksin dicampur dengan adjuvant.
Adjuvant merupakan zat yang ditambahkan ke vaksin untuk merangsang respons kekebalan yang lebih kuat.
Vaksin mengandung banyak protein yang dapat ditanggapi oleh sistem kekebalan tubuh, merangsang produksi antibodi untuk melawan COVID-19.
Sinopharm sendiri lebih dulu diberikan persetujuan darurat oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yaitu pada Mei tahun ini, sedangkan Sinovac pada Juni .
Sementara itu, perbedaan kedua vaksin ini ada pada efikasi uji klinis dan efektivitas di dunia nyata yang dilaporkan.
Kemanjuran dalam Uji Klinis
Melansir artikel The Conversation (21/6/2021), yang ditulis peneliti Australia John Hart dan Fiona Russell,
uji klinis menunjukkan kemanjuran Sinovac dalam mencegah infeksi simtomatik adalah 51% di Brasil, 67% di Chili, 65% di Indonesia, dan 84% di Turki.
Perbedaan hasil mungkin disebabkan oleh perbedaan varian yang beredar di setiap negara pada saat itu dan perbedaan populasi yang termasuk dalam penelitian.
Sementara itu, uji klinis kemanjuran Sinopharm dalam mencegah infeksi simtomatik adalah 78% di gabungan UEA, Bahrain, Mesir dan Yordania.
Kemudian, khasiat terhadap pasien rawat inap untuk Sinovac di Chili, Brazil dan Turki masing-masing adalah 85%, 100% dan 100%.
Beberapa orang merupakan lanjut usia dengan masalah kesehatan mendasar yang terdaftar dalam penelitian tersebut.
Sedangkan untuk Sinopharm, kemanjuran terhadap rawat inap adalah 79%, dengan beberapa wanita yang terdaftar dalam penelitian ini.
Keefektifan di Dunia Nyata
Data yang diterbitkan pada bulan April dari sebuah studi besar dunia nyata di Chili menunjukkan bahwa Sinovac 67% efektif dalam mencegah infeksi COVID-19 yang bergejala.
Sementara efektivitasnya terhadap rawat inap adalah 85%, masuk ICU 89%, dan kematian 80%.
Namun, ada peningkatan infeksi di beberapa negara di mana vaksin ini telah digunakan secara luas, tetapi laporan terperinci tidak tersedia.
Kemudian, di sebuah kota kecil berpenduduk 45.000 di Brasil, dengan cakupan vaksinasi yang sangat tinggi menggunakan Sinovac pada 95% orang dewasa,
dilaporkan menurunkan infeksi simtomatik sebesar 80% dan kematian sebesar 95% .
Sementara itu, disebut tidak ada data tentang seberapa efektif Sinopharm terhadap varian of concern apa pun meskipun digunakan di lebih dari 50 negara.
Perbedaan dengan Sinovac dan AstraZeneca
Hingga saat ini, program vaksinasi Covid-19 di Indonesia menggunakan vaksin Sinovac dan Astrazeneca.
Dalam waktu dekat, vaksin Sinopharm akan diberikan untuk masyarakat umum melalui program vaksin gotong royong.
Sebagai pengetahuan, berikut adalah perbandingan vaksin Sinopharm dan Astrazeneca, mulai dari efikasi hingga kemungkinan efek sampingnya.
Vaksin Sinopharm adalah vaksin buatan China yang telah mendapatkan Emergency Use Authorization (EUA) atau Izin Penggunaan Darurat di China, Uni Emirat Arab, Bahrain, Mesir, Yordania, dan Indonesia.
Dilansir dari situs resmi Universitas Gadjah Mada (UGM), menurut Prof. Zullies Ikawati, PhD. Apt., Sinopharm memiliki efikasi mencapai 78 persen dan dapat digunakan pada populasi usia 18 tahun ke atas.
Vaksin ini menggunakan platform yang sama dengan vaksin Sinovac, yakni virus yang diinaktivasi.
Daftarkan email Alhasil, profil efek samping kedua vaksin ini pun mirip, yakni frekuensi kejadian efek sampingnya adalah 0,01 persen atau kategori sangat jarang.
Efek samping yang dijumpai dalam uji klinis Sinopharm adalah efek samping lokal yang ringan, seperti nyeri atau kemerahan di area yang mendapat suntikan.
Selain itu, ada pula efek samping sistemik berupa sakit kepala, nyeri otot, kelelahan, diare, dan batuk.
Para peserta vaksin disarankan untuk tidak terlalu khawatir karena efek samping tersebut segera membaik dan umumnya tidak memerlukan perawatan lebih lanjut. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Perbandingan Vaksin Sinopharm dan Astrazeneca" dan Artikel ini telah tayang di Intisari-Online.com dengan Judul "Sempat Dikabarkan Bakal Jadi Vaksin Berbayar oleh Kimia Farma Ternyata Ini Perbedaan Vaksin Sinopharm dan Sinovac Meski Sama-sama dari China