Kisah Pahlawan
Kisah AP Petta Rani, Dipenjara di Rantepao karena Dukung NKRI
Di sisi kiri dan kanan jalan, ratusan bangunan megah berdiri sebagai simbol kemajuan sebuah kota metropolitan seperti Makassar.
TRIBUNTIMUR.COM - Sebagian besar warga Makassar mungkin sudah mengenal nama Jl AP Petta Rani. Ruas jalan ini membentang dari utara ke selatan atau dari Jl Urip Sumoharjo ke Jl Sultan Alauddin.
Di sisi kiri dan kanan jalan, ratusan bangunan megah berdiri sebagai simbol kemajuan sebuah kota metropolitan seperti Makassar.
Nama Jl AP Pettarani diambil dari nama seorang pahlawan asal Sulawesi Selatan, Andi Pangerang Petta Rani atau Andi Pangerang Petta Rani Karaeng Bontonompo Arung Macege Matinroe Ri Panaikang.
Petta Rani lahir pada 14 Mei 1903 dari rahim seorang wanita bernama I Batasai Daeng Taco. Ayahnya adalah seorang bangsawan bernama Andi Mappanyukki yang kemudian dikenal sebagai Raja Bone ke XXXI.
Sama dengan anaknya, nama Andi Mappanyukki pun kemudian abadikan sebagai nama jalan.
Tahun 1956 hingga 1960, Petta Rani pernah memangku jabatan sebagai Gubernur Militer Sulawesi.
Perjuangan Petta Rani
Dilansir dari wikipedia.org Andi Pangerang Petta Rani atau Andi Pangerang Petta Rani Karaeng Bontonompo Arung Macege Matinroe Ri Panaikang merupakan seorang bangsawan Suku Bugis, dilahirkan pada awal abad XX tepatnya tanggal 14 Mei 1903 di Desa Mangasa, desa ini terletak di kawasan Kabupaten Gowa.
Daerah Kabupaten Gowa telah lama kondang sebagai sebuah kerajaan yang terbesar di wilayah Indonesia bagian timur.
Andi Pangerang Petta Rani Karaeng Bontonompo Arung Macege Matinroe Ri Panaikang adalah putra dari Raja Kesultanan Bone ke-XXXII yang bernama Andi Mappanyukki dan ibunya adalah seorang ningrat yang bernama I Batasai Daeng Taco.
Ia adalah saudara tiri dari Andi Abdullah Bau Massepe Pahlawan Nasional Republik Indonesia yang juga Datu Suppa ke 25 dari Kerajaan Suppa.
3 Istri 8 Anak
Andi Pangerang Petta Rani memiliki tiga istri dan delapan anak. Di antaranya istri pertamanya adalah Basse Daeng Talanna telah dikaruniai lima anak.
Istri kedua adalah Daeng Karaeng dikaruniakan tiga anak.
Sementara istri ketiga adalah Ratna Winis Daeng Carammeng tidak dikaruniakan anak.
Pendidikan umum yang pernah ditempuh oleh Andi Pangerang Pettarani yaitu ketika mengikuti pendidikan di Hollandsch-Inlandsche School, Meer Uitgebreid Lager Onderwij (MULO), dan Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA) di Makassar.
Ia menamatkan pendidikan OSVIA Makassar, dan memangku suatu jabatan dalam dewan penguasa Bone pada tahun 1930-an.
Jadi Tentara
D itahun 1800–1942 Andi Pangerang Pettarani menjalani profesi sebagai tentara dan turut berjuang melawan penjajah. Yang pada masa itu tentara Hindia Belanda sempat mengusai kawasan di Sulawesi Selatan.
Bahkan Pemerintah Hindia Belanda memiliki beberapa benteng pertahanan yang terletak di beberapa lokasi.
Seperti Benteng Fort Rotterdam dan Benteng Somba opu
Hingga di masa Kebangkitan Nasional 1899-1942 tepatnya bulan Agustus 1945 ia ditunjuk sebagai anggota delegasi Sulawesi ke Komite Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
Bersama D Sam Ratulangi dan Andi Sultan Daeng Radja, dia mengikuti rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau PPKI yang pada saat itu diselenggarakan di Jakarta pada tahun 1945.
Didekati Belanda
Di lain sisi tepatnya pada saat sekutu mendarat di Makassar, Gubernur Ratulangi mengundang raja raja dan pemimpin partai untuk mendukung kesetiaan terhadap Proklamasi Kemerdekaan RI.
Tawaran kerja sama dengan pemerintah Belanda pun ditolak mentah mentah.
Dan pertemuan yang dihadiri raja raja termasuk Andi Pangerang Petta Rani ini kembali mengeluarkan pernyataan kalau rakyat Sulawesi mendukung sepenuhnya NKRI.
Dan atas dasar itulah Belanda dan para sekutunya menahan Andi Pangerang Pettarani dan keluarganya di Rantepao.
Jadi Kepala Daerah Bone
Pada tahun 1950 ia diangkat menjadi Kepala Daerah Bone (Kepala Afdeling Tahun 1951-1955), suatu kedudukan yang dipegangnya sampai tahun 1955 ketika itu dirinya dijadikan Residen-koordinator untuk Sulawesi Selatan.
Pada tanggal 12 Juli 1956 ia diangkat menjadi Gubernur Sementara Sulawesi, jabatan yang dipangkunya sampai tanggal 20 April1960.
Pada tanggal 2 Maret 1957 Andi Pangeran Pettarani adalah salah satu orang yang ikut dalam penanda tanganan Piagam Permesta. Perdjuangan Rakjat Semesta disingkat Permesta adalah sebuah gerakan militer di Indonesia (1958-1961)
Setelah itu dirinya diangkat sebagai Gubernur Militer Sulawesi Selatan – Tenggara oleh Pemerintahan Militer Permesta. Dan secara resmi pada tanggal 1 April 1957,dia diangkat sebagai Gubernur Militer Sulawesi dan diberi pangkat Perwira Menengah TNI.
Disebut GodFather
Pettarani juga dikenal sebagai pemimpin yang menyatu dengan rakyat, sehingga rakyat Sulsel terutama warga kota makassar memberi julukan GodFather.
Dimana pada saat itu ketika dia menjabat sebagai Gubernur Sulawesi (1956-1960),d irinya pernah mengajak anaknya pergi ke tempat cukur. Sang anak langsung menyiapkan mobil sedan, tapi Andi Pangerang Pettarani kemudian memanggil becak.
Di atas becak tersebutlah, Andi Pangerang Petta Rani menasihati anaknya bahwa, “Kita harus merasakan hidup sebagai orang biasa, jangan sombong walau seorang anak gubernur atau raja sekalipun.Tidak selamanya mempunyai mobil dan tidak selamanya menjadi anak gubernur atau raja. Dan suatu saat bila jabatan lepas dan tidak punya mobil kita tak harus canggung".
Hidup sederhana memang melekat dalam diri pemimpin yang satu ini.
Tanah warisannya lebih banyak dia bagikan kepada rakyatnya. Dan suatu saat ia dihadiahkan sebuah rumah yang cukup mewah oleh seseorang.
Tapi pemberian tersebut ditolaknya dengan bijak, dia mengatakan, “saya lebih suka tinggal di rumah sendiri”.
Karena orang itu memang berniat memberikan hadiah dengan ikhlas, sebagai gantinya, Petta Rani dihadiahkan sebuah jam tangan.
“Untuk mengingatkan Petta bilamana waktu shalat tiba,” katanya memberi alasan. Merasa berat untuk menolak lagi akhirnya Petta Rani menerimanya.(*)