Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Kisah Pahlawan

Kisah Karaeng Pajonga Daeng Ngalle, Ditawan di Pangkajene karena Tak Mau Kompromi dengan Belanda

Ia merupakan anak dari pasangan Hajina Daeng Massaung Kareng Ilangari Mangkura dan Hapipah Daeng Ngintang.

Editor: Muh. Irham
Pahlawan Centre
Pajonga Daeng Ngalle, pahlawan nasional dari Takalar, Sulawesi Selatan 

TRIBUNTIMUR.COM - Salah satu pahlawan nasional asal Sulawesi Selatan adalah, Pajonga Daeng Ngalle. Ia merupakan sosok pahlawan yang berjuang membangkitkan semangat para pemuda Indonesia saat melawan penjajah.

Pajonga Daeng Ngalle lahir di Takalar pada tahun 1901.

Ia merupakan anak dari pasangan Hajina Daeng Massaung Kareng Ilangari Mangkura dan Hapipah Daeng Ngintang.

Saat muda rasa semangat yang besar, berpendirian teguh, ikhlas dan jujur sudah terlihat kepada siapapun yang mengenalnya.

Ia juga seorang Muslim yang taat beribadah dan sangat nasionalis.

Terlihat dari keinginannya untuk menginginkan kemerdekaan bagi bangsa dan negaranya.

Pada bulan Oktober 1945 ia bersama bangsawan lainnya (Andi Mappayuki) Bone, Andi Jemma dari Luwu, Andi Bau Massape (Sup Pare-pare) Andi Pengeran Pettarani mengikuti konprensi raja-raja se-Sulawesi Selatan di Yogya, bersepakat untuk merumuskan satu resolusi sebagai bentuk dukungan kepada pemerintah Republik Indonesia di Sulawesi.

Saat itu, Sulawesi Selatan, dipimpin oleh Gubernur Sam Ratulangi.

Raja Pajonga Daeng Ngalle kemudian, mengumumkan Polombangkeng sebagai wilayah de facto Negara RI.

Ia bertekad untuk mematahkan keinginan penjajah Belanda untuk mengembalikan pemerintahannya di tanah Sulawesi.

Ia mempunyai banyak pendukung untuk melawan dan memperkuat kedaulatan pemerintahan.

Selama menjadi ketua dari Laskar Gerakan Muda Bajoang, ia tidak pernah memberi celah pada Belanda, bahkan untuk sekedar berkompromi.

Dilansir dari Pahlawancenter.com situs resmi dari Direktorat Kepahlawanan, Keperintisan, Kesetiakawanan, dan Restorasi Sosial, saat menghadapi pemerintah Belanda yang ingin mengembalikan pemerintah jajahannya, Karaeng Pajonga menjadikan Polombangkeng sebagai pusat gerakan menggantikan posisi Makassar yang pada saat itu sudah tidak aman.

Polombangkeng menjadi pusat bersatunya para tokoh pemuda perjuangan dari Makassar, Takalar, Gowa, Banteng.

Untuk mempertahankan proklamasi Pajonga Daeng Ngalle membentuk Laskar Gerakan Muda Bajoang sebagai wadah perjuangan bersenjata yang di ketuai sendiri.

Hal ini menunjukan Karaeng Pajonga memiliki karakter pejuang yang tidak mau kompromi dengan pejajah Belanda.

Pada bulan Juli 1946 ketika Van Mook melakukan Konferensi Maleno untuk membentuk negara boneka Indonesia Timur (NIT).

Laskar Lipan Bajoang Pajonga Daeng Ngalle melaksanakan konprensi antar laskar se-Sulawesi Selatan.

Yakni guna menyatukan, visi strategis dan kekuatan perjuangan yang hadir 19 laskar membentuk LAPRIS (Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi) dengan panglimanya Ranggong Daeng Romo Sekretaris Jenderal Robert Walter Monginsidi

Terbentuknya LAPRIS ini menyebabkan serangan-serangan yang dilakukan pribumi semakin gencar dalam mengusir pendudukan Belanda dari tanah Sulawesi.

Pada tanggal 13 Februari 1948, Pajonga dan Laskar Lipan ditawan oleh Belanda di Pangkajane untuk dikembalikan ke Polombangkeng.

Di sana, mereka diminta untuk pertemuan dan pembicaraan lebih lanjut ke Makassar. Namun, ternyata mereka justru dijebloskan ke dalam penjara selama dua tahun.

Mereka kemudian dibebaskan dari semua tuntutan dan bebas dari tahanan menyusul Pengakuan Kedaulatan dari Kerajaan Belanda kepada RIS pada tanggal 27 Desember 1949.

Setelah pengakuan kedaulatan, Pajonga Daeng Ngalle bersama seluruh pimpinan badan perjuangan di Sulawesi Selatan menuntut pembubaran RIS dan kembali kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Perjuangan dan pengabdian Karaeng Pajonga Daeng Ngalle mengundang nilai-nilai persatuan dan berskala nasional.

Karaeng Polombangkeng Pajonga Daeng Ngalle meninggal hari Selasa tanggal 2 Februari 1958, dikebumikan tanggal 3 Februari 1958.

Ia ditetapkan sebagai pahlawan nasional dan seorang karaeng (kepala pemerintahan distrik) Polongbangkeng saat usianya menginjak 33 tahun, berdasarkan SK Presiden RI No 085/TK/Tahun 2006.

Nama pahlawan ini juga dijadikan sebagai nama jalan di Makassar menggantikan nama Jl Kakatua.

Sosoknya juga diabadikan menjadi sebuah patung di Kabupaten Takalar.

Data Diri
Nama: Padjonga Daeng Ngalle
Lahir: Takalar, 1901
Meninggal: Sulawesi Selatan, 23 Februari 1958
Ibu:Hajina Daeng Massaung Kareng Ilangari Mangkura
Ayah: Hapipah Daeng Ngintang. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved