Nurdin Abdullah Ditangkap KPK
Saksi Ungkap Kronologi Agung Sucipto Sebelum Ditangkap KPK, Terima Uang Dalam Kresek
Nuryadi, sopir Agung Sucipto mengungkapkan kronologi sebelum terdakwa terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 26 Februari 2021
Penulis: Andi Muhammad Ikhsan WR | Editor: Suryana Anas
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Nuryadi, sopir Agung Sucipto mengungkapkan kronologi sebelum terdakwa terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 26 Februari 2021 lalu.
Nuryadi mengatakan, jika awalnya ia mengantar Anggu dari kediamannya di Jalan Boulevard, menuju Cafe Fireflies, Jalan Pattimura untuk bertemu Komisaris PT Purnama Karya Nugraha, Harry Syamsuddin.
Hal ini diungkap dalam sidang pemeriksaan saksi ke-lima kasus suap Agung Sucipto di Ruang Sidang Utama, Prof Harifin A. Tumpa, Pengadilan Negeri Makassar, Kamis (24/6/2021).
Disana Anggu bertemu dengan Harry selama 1 jam lamanya membahas proyek irigasi di Sinjai.
Nuryadi lalu menerima uang Rp1 miliar yang disimpang di dalam dua kantong kresek berwarna hitam di mobil milik Agung
"Ada orang (sopir Harry) keluar dari Cafe, lalu dia tanya saya, kamu sopirnya Agung, saya bilang siap saya. Dia bilang kasi pindah ini barang di dalam mobil, isinya Rp1 m," ujar Nuryadi saat memberikan keterangannya.
Nuryadi lalu diminta untuk menghitung uang dalam kresek, tapi ditolak.
Setelah Agung keluar dari cafe, ia memberitahukan jika ada orang memberinya uang Rp 1 miliar di dalam kresek hitam, dan uang itu suda ada di dalam mobil.
Setelah itu, Nuryadi mengantar Agung untuk menjemput Edy Rahmat selaku mantan Sekertaris PUTR Sulsel, di Rumah Makan Nelayan.
Setelah Edy Rahmat masuk ke dalam mobil Agung.
Mereka kemudian bergerak menuju Taman Macan diikuti mobil Edy dari belakang.
"Kemudian mobil jalan ke Jalan Lamadukelleng, terus saya singgah dekat Taman (Macan), baru saya disuruh kasih pindah koper itu (berisi uang) ke mobil Pak Edy," ungkapnya.
Setelah Nuryadi menaruh koper berisi uang ke mobil Eddy, Eddy lantas turun dari mobil Anggu dan pindah ke mobilnya.
Sementara itu Nuryadi langsung kembali mengantar Anggu ke rumahnya di Jalan Boulevard, Makassar, dan selanjutnya bergerak menuju Kabupaten Jeneponto.
KPK lalu mencegat mobil Anggu di Jeneponto.
Awalnya Nuryadi tidak menduga jika orang yang mengetuk kaca mobil merupakan tim KPK.
"Nanti dia sampaikan dari KPK baru saya buka pintu," katanya.
Saat diperiksa, Nuryadi mengaku sudah tidak melihat uang senilai Rp 1 miliar di dalam kresek yang sempat disimpan olehnya di dalam mobil Agung.
Namun dalam keterangan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Nuryadi yang dibacakan Jaksa KPK M. Asri.
Uang dalam kresek itu sempat dilihat Nuryadi dipindahkan oleh Anggu ke dalam koper dan ransel.
Dalam BAP yang dibacakan Nuryadi mengaku, jika sekitar pukul 21.45 Wita, ia dan Agung tiba di RM Nelayan dan terdapat Mobil Innova yang merupakan milik Edy.
Kemudian ia diminta memindahkan koper hijau ke tengah, lalu saya melihat ada ransel kosong di belakang.
Lalu Nuryadi sempat melihat Agung Sucipto membuka ikat kresek tersebut, kemudian Agung memindahkan uang dalam kresek ke koper dan ransel.
Untuk diketahui, selain melakukan OTT terhadap Anggu di Jeneponto, malam 26 Februari itu KPK juga melakukan OTT terhadap Edy Rahmat di Rumah Makan Nelayan dan Nurdin Abdullah di Rumah Jabatan Gubernur Sulsel.
Sidang dipimpin oleh Hakin Ketua Ibrahim Palino, didampingi dua Hakim Anggota, yaitu M. Yusuf Karim, dan Arif Agus Nindito.
Sementara ada tiga JPU yang hadir, yaitu M. Asri, dan Arif Usman
Agung Sucipto sendiri hadir melalui Zoom di Lapas Klas I Makassar, di dampingi dua penasehat hukum di ruang sidang, yaitu M. Nursal dan Bobby Ardianto yang tergabung dalam Kalinta Law Firm.
Agung Sucipto di dakwa pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor atau Pasal 5 ayat (1) huruf b.
Kemudian dilapis atau dialternatifkan dengan pasal 13 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Sementara, Nurdin Abdullah dan Edy Rahmat selaku Sekertaris PUPR Provinsi Sulsel, diduga menerima suap dan gratifikasi dengan nilai total Rp 5,4 miliar.
Alasannya, agar Agung Sucipto dipilih untuk menggarap proyek di Sulsel untuk tahun anggaran 2021.
Atas perbuatannya, Nurdin dan Edy dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Laporan tribuntimur.com, M Ikhsan