Kisah Pahlawan
Kisah Arung Palakka, Dicap Pengkhianat Namun Dianggap Pahlawan di Bone
Pemuda berusia 11 tahun tersebut adalah putra mahkota Kerajaan Bone. Di usianya yang masih belia, ia menjadi tawanan Kesultanan Gowa di Makassar.
Akhirnya, pada 1663, Arung Palakka dan para pengikutnya berlayar jauh ke Batavia, tepat di mana pusat kekuasaan VOC berada. Oleh VOC ia diberi daerah di pinggiran Kali Angke, hingga ia disebut To Angke atau orang Angke.
Selain untuk menyelamatkan diri dari kejaran Gowa, Arung Palakka ternyata harus membuktikan terlebih dulu bahwa ia memang benar-benar butuh bantuan VOC.
VOC mengizinkan Arung Palakka dan orang-orangnya menetap di Batavia—inilah asal-muasal Kampung Bugis yang kini berada di wilayah Jakarta Utara.
Namun mereka harus membantu VOC sekaligus sebagai pembuktian diri bahwa mereka adalah orang-orang yang tangguh dan dapat diandalkan.
Kehadiran Arung Palakka sangat menguntungkan VOC. Seperti dicatat Anthony Reid dalam Charting the Shape of Early Modern Southeast Asia (2000), ia menjadi salah satu kunci keberhasilan VOC dalam menaklukkan berbagai wilayah di Nusantara, bersama Cornelis Speelman yang asli Belanda dan mantan pemimpin kelompok bersenjata dari Maluku, Joncker Jouwa de Manipa alias Kapiten Jonker.
Arung Palakka adalah orang yang memimpin penaklukan Sumatra dan menghancurkan perlawanan rakyat Minangkabau terhadap VOC.
Kisahnya berawal pada tahun 1662, ketika dibuat Perjanjian Painan antara VOC dengan pemimpin Minangkabau di Padang yang bertujuan memonopoli perdagangan di pesisir Sumatera, termasuk monopoli emas Salido.
Namun rakyat Minangkabau marah dan mengamuk pada tahun 1666, menewaskan Jacob Gruys, perwakilan VOC di Padang.
Arung Palakka pun dikirim VOC ke Minangkabau, dan bersama pasukannya ia berhasil mematahkan perlawanan rakyat Minangkabau dan menaklukkan seluruh pantai barat Sumatera, serta memutus hubungan antara Minangkabau dengan Aceh
Setelah menunggu lima tahun, keinginannya untuk melawan Kerajaan Gowa pun terkabul. VOC yang kagum akan daya tempur pengikut Arung Palakka yang disebut Toangke ("Orang Angke", diambil dari Kali Angke yang mengalir melewati perkampungan Bugis di Batavia) saat membantu memadamkan pemberontak Minangkabau, mengajaknya memerangi Gowa yang dinilai mengganggu kepentingan ekonomi VOC.
Pada 24 November 1666 armada besar bertolak dari pesisir utara Batavia menuju Celebes, terdiri dari 21 kapal perang yang mengangkut 1.000 prajurit.
Pasukan Arung Palakka yang beranggotakan 400 orang semakin percaya diri berkat bantuan VOC yang menyumbangkan 600 orang tentaranya dari Eropa yang paling terlatih.
Mereka berangkat dengan satu tujuan: mengalahkan Gowa yang saat itu dipimpin seorang raja perkasa berjuluk Ayam Jantan dari Timur, Sultan Hasanuddin.
Dan terjadilah pertempuran legendaris itu. Gowa pada akhirnya menyerah, dan tanggal 18 November 1667 Sultan Hasanuddin terpaksa menandatangani Perjanjian Bongaya yang menandai kemenangan VOC dan Arung Palakka.
Arung Palakka dan Speelman menghancurkan Benteng Sombaopu milik Kerajaan Gowa dan lalu menguasai perdagangan di Indonesia timur, khususnya jalur rempah- rempah Maluku.