Timor Leste
Timor Leste di Ambang Kebangkrutan, Ini Penyebabnya
Ladang minyak dan gas yang menjadi sumber pendapatan utama negara tersebut, diperkriakan akan mengering pada tahun 2022 mendatang.
TRIBUNTIMUR.COM - Negara yang pernah menjadi bagian dari Indonesia, Timor Leste, terancam bangkrut.
Ladang minyak dan gas yang menjadi sumber pendapatan utama negara tersebut, diperkriakan akan mengering pada tahun 2022 mendatang.
Jika ini benar terjadi, negara termiskin di dunia ini diperkirakan akan mengalami kebangkrutan pada tahun 2027.
Sebagai negeri yang merdeka hampir 20 tahun lebih, Timor Leste bergantung pada sektor energi yang mulai menyusut.
Penghasilan dari minyak dan gas menyumbang 78 persen untuk anggaran tahun 2017.
Jose Ramos-Horta, yang menjabat sebagai perdana menteri dari 2006-2007, dan presiden dari 2007-2012, bocorkan situasi keuangan negaranya.
Menurutnya, Timor Leste yang merdeka tahun 2002 memiliki potensi besar menjadi negeri kaya raya seperti Dubai.
"Kami hampir tidak memiliki listrik di manapun di negara kami, termasuk ibu kota Dili, saat ini kami memiliki listrik yang berkelanjutan di 80 persen negara, sisanya 20 persen menggunakan metode seperti solar," katanya.
Ramos-Horta juga menegaskan, pemerintahannya berencana menipiskan cadangan minyak dan gas, dengan masa depan negara itu tak lagi bergantung pada minyak buminya.
"Tidak seperti banyak negara penghasil minyak, kami akan menciptakan kekayaan negara 250 juta poundsterling dan kami memiliki 16 miliar dollar di Bank," katanya.
Tahun 2008 Ramos-Horta pernah sesumbar negerinya akan menjadi Dubai berikutnya dengan kekayaan minyak dan gas mereka.
"Ketika krisis keuangan 2008 melanda, negara dengan ekonomi yang lebih baik dari kita, dan memiliki kedudukan internasional yang lebih kuat seperti Singapura dan Norwegia, kehilangan puluhan miliar. Timor Timur tidak kehilangan satu sen pun," katanya.
Berbicara kepada media pada 2008, Ramos-Horta sesumbar Timor Leste bisa menjadi "Dubai berikutnya".
Tetapi ketegangan telah membara dalam demokrasi yang baru lahir karena ketidaksetaraan pendapatan dan pengangguran yang tinggi.
Menurut angka terbaru pemerintah dari 2014, 41,8 persen dari populasi hidup di bawah garis kemiskinan 1,52 dollar AS (Rp21 ribu) per hari.