Warga Bone Tewas Tergantung
Empat Kasus Bunuh Diri dalam 6 Bulan, Sekretaris Dinkes Bone Minta Peran Keluarga Ditingkatkan
Seorang warga Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan (Sulsel) nekat mengakhiri hidupnya, Rabu (2/6/2021).
Penulis: Kaswadi Anwar | Editor: Sudirman
TRIBUNBONE.COM, TANETE RIATTANG - Seorang warga Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan (Sulsel) nekat mengakhiri hidupnya, Rabu (2/6/2021).
Wahid (40), warga Dusun Benrongeng, Desa Pattuku Limpoe, Kecamatan Lappariaja mengakhiri hidup dengan cara gantung diri.
Dia menggunakan seutas tali yang diikat di dahan pohon kemudian dijerat di lehernya.
Lelaki bekerja sebagai petani tersebut diketahui baru dua bulan keluar dari Rumah Sakit Dadi Makassar.
Hingga enam bulan terakhir, sudah empat kasus bunuh diri terjadi di Bone.
Penyebabnya rata-rata depresi dan alami gangguan jiwa.
Sekretaris Dinas Kesehatan Bone, Yusuf mengatakan, penanganan orang dalam gangguan jiwa (ODGJ) di Bone melibatkan multi sektor.
Di Bone, telah dibentuk Tim Pelaksana Jiwa Masyarakat baik ditingkat kabupaten maupun di kecamatan.
Tujuannya menginventarisir ODGJ dan membantu mereka untuk melakukan pengobatan sesuai standar.
Termasuk membebaskan ODGJ dalam pemasungan.
Sebab, itu melanggar hak asasi manusia (HAM) dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa.
"Jadi sekarang tim mengidentifikasi ODGJ kemudian membawa berobat sesuai standar," jelasnya.
Selanjutnya, keluarga harus mengawasi dan mengontrol konsumsi obat anggota keluarganya yang mengalami ODGJ.
"ODGJ sekali terdiagnosis harus seumur hidup minum obat," terangnya.
Menurut dia, kebanyakan ODGJ di Bone sudah menjalani perawatan di rumah sakit.
Namun, karena tidak di kontrol jadi penyakit yang diderita kambuh lagi.
"Setelah ditangani bahkan dirawat di Rumah Sakit Dadi selama tiga bulan, tapi ketika pulang ke Bone kembali menggelandang, mengamuk dan melakukan penganiayaan," ujarnya.
"Ini terjadi karena obat yang harusnya dikonsumsi tidak dikontrol. Hanya minum obat ketika masuk rumah sakit. Makanya penting peran keluarga," ungkap Yusuf.
Persoalan yang biasa muncul juga di Bone, banyak ODGJ tidak memiliki kartu tanda penduduk, kartu keluarga, apa lagi BPJS.
"Ini penting karena sewaktu-waktu butuh pengobatan, siapa mau tanggung kalau BPJSnya tidak ada," kata Yusuf.
Persoalan ini pun, kata dia, mulai dibenahi. Untuk BPJSnya, selama ada data yang bisa dilengkapi oleh desa, kelurahan dan kecamatan, pihaknya akan berusaha melengkapi dengan BPJS.
Yusuf pun menyampaikan, masyarakat harus mengenal gejala orang depresi dan orang dalam gangguan jiwa (ODGJ).
Apalagi jika anggota keluarga mengalami perubahan sikap dan tingkah laku dari sebelumnya.
Misal, anggota keluarganya biasa ceria, tiba-tiba merenung atau tiba-tiba banyak bicara. Ditambah ada kejadian dalam rumah tangga.
"Peran keluarga sangat penting. Kalau ada perilaku berubah dari sebelumnya tolong diantisipasi. Segera konsultasi ke pihak kesehatan, puskesmas kecamatan dan dokter jiwa yang ada di rumah sakit," katanya.
Laporan Kontributor TribunBone.com, Kaswadi Anwar