Tribun Bulukumba
Dituding Ikut Campur Persoalan BPNT, Ketua DPRD; Saya Hanya Sarankan ke Salah Satu Pabrik Beras
Polemik Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) kini masih masih menjadi perbincangan di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan (Sulsel).
Penulis: Firki Arisandi | Editor: Sudirman
TRIBUNBULUKUMBA.COM, UJUNG BULU - Polemik Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) kini masih masih menjadi perbincangan di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan (Sulsel).
Mulai dari Dinas Sosial hingga Bank Mandiri sempat digeruduk oleh massa.
Pasalnya, proses pendistribusian bantuan Kementerian Sosial (Kemensos) tersebut dinilai tidak sesuai dengan aturan.
Bahkan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bulukumba, H Rijal diduga ikut terlibat.
Ketua DPRD Bulukumba, Rijal mengatakan, jika dirinya tidak terlibat dalam bantuan tersebut.
Hanya saja, ia mengakui bahwa memang pernah ada supplier yang meminta petunjuk kepadanya untuk pengadaan beras.
"Memang ada yang pernah minta petunjuk ke saya. Saya terbuka saja, memang pernah ada yang menanyakan ke saya penjual beras," kata Rijal.
Jadi, Rijal menyarankan ke salah satu pabrik beras, karena Rijal mengetahui hampir seluruh penjual beras di Bulukumba.
Pasalnya sebelum menjadi anggota dewan ia merupakan seorang pengusaha.
"Setelah itu saya tidak ikut campur lagi. Karena saya bilang, kalau baku cocok harga (pedagang dan supplier) jalanmi. Jadi saya tidak mengetahui soal teknisnya," beber Rijal.
"Waktu aksi kemarin saya dikatakan terlibat, saya langsung jawab, satu sen pun tidak ada. Lillahi taala kalau saya pernah minta pembeli rokok baik kepada pedagang atau supplier, darah keluar yang pernah saya makan," pungkasnya.
Sebelumnya sejumlah mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa terkait Polemik Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).
Jenderal Lapangan Aliansi Pemuda dan Mahasiswa, Yurdinawan mengatakan, polemik BPNT sudah berlangsung lama.
Bahkan sejak dipimpin oleh koordinator daerah BPNT sebelumnya. Bahkan, dia menuding bahwa perekrutan Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) pun bermasalah.
"Ini sudah berlangsung lama, kapan ada yang berteriak mereka akan diganti. Mereka mendapat ancaman dari TKSK sendiri," jelasnya.
Tak hanya pengangkatan atau penunjukan TKSK yang dianggap bermasalah.
Dinas Sosial Bulukumba juga dituding tidak memahami petunjuk teknis (juknis) tentang TKSK, seperti yang tercantum dalam Permensos 28 tahun 2018 BAB III bagian kesatu pasal 9.
"Itu sudah jelas, batas usianya pendaftar TKSK hanya 25 tahun sampai dengan usia 35 tahun. Sementara batas usia di Kecamatan Herlang itu sudah tidak bersyarat menjadi TKSK, lalu mengapa Dinsos Bulukumba meloloskan itu ke Kementerian Sosial," jelasnya.
Laporan Wartawan Tribun Timur, Firki Arisandi