Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Komisi Pemberantasan Korupsi

Pegawai KPK Calon ASN Mengaku Ditanya Islamnya Islam Apa?

Dijelaskan Cahya, bahwa kabar tersebut tidak benar mengingat hasil tes sejauh ini masih tersegel dan belum diumumkan sama sekali di internal KPK.

Editor: Muh. Irham
KOMPAS.COM
Ilustrasi KPK. 

Termasuk salah satunya penyidik senior Novel Baswedan, Ketua Wadah Pegawai (WP) KPK Yudi Purnomo, Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi Herry Muryanto, Direktur Direktur Pembinaan Jaringan Kerja antar Komisi dan Instansi (PJKAKI) Sujanarko, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi Giri Suprapdiono, seluruh kasatgas dari internal KPK, serta seluruh pengurus inti WP.

Beberapa pegawai KPK yang ikut dalam tes tersebut mengaku ada sejumlah pertanyaan janggal di dalamnya.
Bahkan pertanyaan soal doa sebelum makan.

Pegawai itu pun mengaku ada pertanyaan mengenai "kenapa belum menikah" hingga "islamnya, islam apa".

Selain itu, para pegawai KPK yang menjalani tes pun diminta untuk memberikan pernyataan sikap atas sejumlah isu.

Mulai dari isu terorisme, HTI, FPI, hingga Habib Rizieq.

Novel Baswedan pun yang menjadi salah satu peserta tes mengakui ada sejumlah pertanyaan yang dia nilai janggal dalam tes tersebut.

"Iya, begitulah," kata Novel saat dikonfirmasi.

Tes Wawasan Kebangsaan(TWK) merupakan menjadi salah satu tahapan perubahan alih status pegawai KPK menjadi ASN.
Perubahan status tersebut merupakan dampak UU KPK hasil revisi. Pegawai KPK diwajibkan menjadi ASN maksimal 2 tahun sejak UU tersebut disahkan pada 17 September 2019.

Sudah Dirancang

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menanggapi kabar yang beredar soal ketidaklulusan sejumlah pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dari Badan Kepegawaian Negara (BKN).

"ICW beranggapan ketidaklulusan sejumlah pegawai dalam tes wawasan kebangsaan telah dirancang sejak awal sebagai episode akhir untuk menghabisi dan membunuh KPK," ujar Kurnia.

Dikatakan Kurnia, bahwa sinyal untuk tiba pada kesimpulan itu terlihat secara jelas dan runtut, mulai dari merusak lembaga antirasuah dengan UU KPK baru.

"Ditambah dengan kontroversi kepemimpinan Firli Bahuri, dan kali ini pegawai-pegawai yang dikenal berintegritas disingkirkan," sebut Kurnia.

"Kondisi carut marut ini juga tidak bisa begitu saja dilepaskan dari peran Presiden Joko Widodo dan segenap anggota DPR RI," sambungnya.

Kurnia menyebut, kesepakatan Jokowi maupun DPR justru melahirkan revisi Undang-undang KPK yang notabene saat itu mendapat penolakan dari masyarakat, bahkan menimbulkan demonstrasi di sejumlah daerah di tanah air.

Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved