Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Terungkap Sosok Munarman Sesungguhnya, Eks Sekum FPI Ditangkap Karena Baiat ISIS di Makassar

Terungkap sosok Munarman sesungguhnya, eks Sekum FPI ditangkap karena baiat ISIS di Makassar.

Editor: Edi Sumardi
TRIBUN BALI
Eks Sekretaris Umum FPI, Munarman 

Bersama Rizieq Shihab, Munarman pernah divonis penjara masing-masing divonis 1,5 tahun penjara oleh majelis hakim PN Jakarta Pusat pada Oktober 2008.

Saat itu, Munarman menjadi Panglima Komando Laskar Islam (KLI).

Dikutip dari Kompas.com, Majelis Hakim menyatakan, Rizieq Shihab dan Munarman terbukti secara sah menganjurkan untuk melakukan kekerasan terhadap orang atau barang di muka umum secara bersama-sama.

Hal ini terjadi dalam kasus penyerangan terhadap massa Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan atau AKKBB pada peristiwa Insiden Monas 1 Juni 2008.

Kontoversi Munarman

Munarman ternyata sosok yang penuh kontroversi.

Jubir FPI, advokat, mantan aktivis HAM, mantan ketua umum YLBHI itu pernah dilaporkan dalam kasus penganiayaan hingga pernah dipenjara.

Berikut ini ada sederet kontroversi pria usia 52 tahun yang lahir di Palembang, Sumatera Selatan, 16 September 1968 itu.

1. Perampasan kunci kontak

Pada bulan September 2007 Munarman ditahan di Polsektro Limo, Depok dan menjadi tersangka kasus perampasan kunci kontak, SIM dan STNK sopir taksi Blue Bird dengan pasal 335 KUHP tentang perbuatan yang tidak menyenangkan, dan pasal 368 KUHP tentang perampasan.

Sepulang mengantar istrinya dari rumah sakit terjadi kecelakaan antara mobil Suzuki Grand Vitara miliknya dengan taksi Blue Bird.

Munarman lalu mengambil kunci kontak, SIM dan STNK sopir taksi, Paniran (40).

Pihak Blue Bird melaporkan kasus itu ke Polsketro Limo.

Munarman menolak tuduhan senjata api, dan mengaku bahwa saat kejadian ia tidak membawa senjata api dan hanya membawa mistar besi.

Pengacaranya Syamsul Bahri melakukan penolakan penahanan dan mengajukan penangguhan penahanan serta menjamin kliennya kami tidak akan kabur dari proses hukum.

Munarman sendiri menolak menandatangani berita acara penahanan dan mengancam melakukan aksi mogok makan apabila pengajuan penahanan ditolak polisi.

Gugatan ini kemudian dicabut dan sopir Blue Bird Paniran dan Munarman berdamai.

2. Membunyikan klakson di tengah kemacetan

Pada bulan November 2012 Munarman dikeroyok dua orang lantaran membunyikkan klakson berkali-kali di tengah kemacetan saat keluar dari kediamannya di kawasan Pondok Cabe dengan menggunakan mobil Mistubishi Pajero berwarna merah kearah ke Cinere.

Kedua pengendara sepeda motor yang tidak menyukai tindakannya lalu turun dan terjadi cekcok di tengah kemacetan yang dilerai masyarakat.

Seusainya ketika melewati mobil Munarman, mereka memukul kaca spion mobil Pajero Munarman.

Munarman mengejar dan memepet pengendara motor kemudian berhenti dan turun dari mobilnya.

Namun dua pengendara motor tadi menarik kerah baju Munarman hingga ia jatuh terjengkang, telapak tangannya lecet terkena aspal.

Munarman sempat melapor ke kantor Polsek Pamulang namun karena tidak membuat laporan resmi sehingga dua pengendara motor tadi dilepaskan.

3. Insiden Monas

Munarman menjadi salah seorang penentang keberadaan Ahmadiyah di Indonesia bersama beberapa tokoh - tokoh Islam lainnya yang ada di Indonesia.

Dalam Insiden Monas 1 Juni 2008 terkait dengan penyerangan dan kekerasan yang dilakukan oleh FPI dan Laskar Islam terhadap massa AKK-BB, sekitar 500 orang memukuli peserta apel akbar AKK-BB dan merusak kendaraan bermotor di Monas.

Munarman dalam rekaman pemberitaan di Metro TV pada bulan Juni 2008 Munarman tampil menyatakan akan bertanggung jawab sebagai Panglima Laskar Islam yang menyebabkan insiden tersebut dan meminta polisi untuk tidak menangkap anak buahnya secara diam-diam, dan sebaiknya menangkap dirinya saja sebagai ketuanya.

Tanggal 4 Juni 2008 sekitar 1.500 polisi diturunkan ke Markas FPI di Petamburan Jakarta setelah tidak ada dari pihak FPI yang menyerahkan diri.

Munarman menghilang dan menolak untuk menyerahkan diri.

Ia pun menjadi buronan polisi setelah dijadikan tersangka, dan masuk menjadi DPO (Daftar Pencarian Orang) nomor teratas bersama beberapa orang yang terlibat dalam aksi tersebut oleh Kepolisian RI (Polri) dan jajaran-jajaran di bawahnya (termasuk seluruh Polda di seluruh Indonesia) untuk diperiksa dan dimintai keterangan akibat terlibat aksi dalam insiden tersebut.

Dalam pelariannya Munarman mengirimkan sebuah rekaman video selama keberadaannya belum diketahui oleh Polri.

Ia mengajukan beberapa syarat untuk menyerahkan diri ke pihak kepolisian, salah satu syaratnya adalah keluarnya SKB (Surat Keputusan Bersama) oleh Pemerintah Indonesia tentang pembubaran Ahmadiyah di seluruh wilayah Indonesia.

Ia juga dicekal untuk tidak boleh berpergian ke luar negeri selama masih menjadi DPO tersebut oleh Pemerintah Indonesia.

Di Cirebon sebanyak 1.000 orang polisi dikerahkan di Cirebon untuk mencari Munarman.

Upaya Munarman untuk menyerahkan diri didampingi Anton Medan dan pengacaranya Syamsul Bahri yang juga menjadi wali dalam pernikahannya pada 6 Juni 2008 batal, padahal beberapa media telah melansir Polisi telah melakukan penangkapan.

Namun Kadiv Humas Polri Irjen Pol Abubakar Nataprawira mengaku pihaknya belum menangkap Munarman dan masih mencarinya.

Munarman kemudian divonis bersalah dan dihukum satu tahun enam bulan atas insiden ini.

4. Insiden penyiraman terhadap narasumber

Pada tanggal 28 Juni 2013, ketika tampil dalam acara live di TV One yakni program Apa Kabar Indonesia Pagi dengan bahasan tentang pembatasan jam malam tempat hiburan di Jakarta, Munarman menyiram muka Sosiolog UI Tamrin Amagola dengan segelas teh setelah terjadi silang pendapat antara keduanya.

Merespons insiden ini, TV One menyampaikan permintaan maaf melalui akun @akipagi_tvone.

Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Ezki Tri Rezeki Widianti menyatakan bahwa hal ini merupakan pelajaran dimana siaran langsung lebih berisiko sehingga kriteria pemilihan narasumber harus lebih jelas.

TV One diminta untuk tidak mengedepankan sensasi dalam memilih nara sumber dan lebih menekankan pada informasi dan pengetahuan apa yang didapat publik dari narasumber yang bersangkutan. Ia juga menyayangkan pemilihan narasumber TV One dengan menyatakan bahwa banyak tokoh ormas lain yang lebih santun yang lebih baik yang bisa diwawancara.

Tamrin sendiri menolak untuk melaporkan tindakan tersebut ke polisi dengan alasan tidak mau melayani tindak premanisme.(*)

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved