Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Mayor CPM Latang

Masih Ingat Mayor CPM Latang? Sudah 14 Tahun 'Membuni' di Gugus Gunung Gandang Dewata

Hari ini, 14 tahun 3 hari sudah, keberadaan Mayor (corps polisi militer) Latang jadi misteri.

Editor: Suryana Anas
ISTIMEWA
Ilustrasi - gugus Gunung Gandang Dewata di perbatasan Mamasa, Mamuju (Sulbar), dan Toraja (Sulsel) 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Sukses mendaki gunung bukanlah mencapai puncak melainkan saat kau tiba di rumah dan menceritakan pengalamanmu.

Dan Latang... Saudara-Saudara, bukanlah cerita sukses melainkan misteri malam

Hari ini, 14 tahun 3 hari sudah, keberadaan Mayor (corps polisi militer) Latang jadi misteri.

Jumat (8/4/2007) silam, Kepala Seksi Penyelidikan dan Pengamanan Polisi Militer Kodam VII Wirabuana (kini Kodam XIV Hasanuddin) ini pamit ke keluarga dan kerabat.

Tujuannya "mencari air kehidupan". Dia pun mendaki gugus Gunung Gandang Dewata di perbatasan Mamasa, Mamuju (Sulbar), dan Toraja (Sulsel).

Gugus gunung 3140 mdpl dan vegetasi basah itu ditelusuri bersama 4 pria lain.

Satu koleganya dari TNI, Alexander. Dua sahabatnya dari Makassar: A Rivai dan Abdul Azis.

Keempatnya dipandu Tandi Minanga alias Ambe Pampang (60), warga Desa (wisata) Tondo Bakaru, Mamasa, sekitar 350 km utara Kota Makassar.

"Kita cari AdamAir sekaligus air kehidupan. nanti di pos 10, ada helikopter TNI yang menjemput," begitu Latang, meyakinkan rekannya soal misi ini.

Kerena misi pendakian ini bermotif spiritual berbau militer, ransum pun diabaikan.

Meski inisiatornya tentara, ransum misi ini laiknya anak pramuka penggalang. Bekalnya 40 bungkus mie instant, kopi, gula, dan snack jatah untuk lima orang.

Bekal sebanyak ini, kata Ambe Pampang cuma cukup untuk 3 sampai 4 hari. Padahal untuk ke puncak Ganda Dewata atau pos 10, dibutuhkan 5-6 hari perjalanan ( belum termasuk perjalanan pulang ).

Puncak tak tergapai, justru setelah 3 hari dua malam, Senin (11/4/2007), kabar buruk datang dari Ambe Pampang.
Kabar itu datang bersama akhir puncak musim hujan yang dingin.

Azis meninggal kelelahan dan kedinginan sekitar 100 m dari Pos 6 (2371 mdpl). Diduga, Azis terserang hypotermia; gejala sesak nafas, kedinginan dan kehabisan oksigen di ketinggian.

Alexander luka parah dan kritis. Sementara Mayor Latang dan Rivai, entah kemana.

Tim SAR, aparat TNI Polri, dan warga hampir dua pekan mencari jejak Latang dan Rivai.

Hasilnya tetap nihil.

Dua pekan kemudian, 27 April, perwira juru bicara Kodam, mengumumkan misi pencarian dihentikan.

Ambe Pampang mempercayai musibah yang menimpah rombongan Mayor Latang, karena mereka tak memenuhi satu syarat;

"tidak memberi tahu Daud sebelum mendaki."

Daud adalah "juru kunci" Gandang Dewata. Dia kini masih jadi petani pekebun di Kaki Gunung Membuni, satu dari tujuh gugus gunung di Gadang Dewata.

Dua dekade sebelumnya, Daud juga pernah hilang.

Konon, dia disembunyikan to Membuni; komunitas kurcaci penunggu gunung.

Tentang misteri hilangnya, La Tang, juga diceritakan dua sahabatnya di Makassar, Kamis (7/4/2021) lalu.

Hari ini, 14 tahun 3 hari sudah, keberadaan Mayor (corps polisi militer) Latang jadi misteri.
14 tahun 3 hari sudah, keberadaan Mayor (corps polisi militer) Latang jadi misteri. (ISTIMEWA)

Dua sahabatnya itu adalah Mustafa Irate (56) dan Ilham Arief Siradjuddin (57). Keduanya yakin, Latang berangkat untuk "'mencari" air kehidupan.

"Sebelum berangkat, dia datang menemui saya dan menyatakan niatnya," kata Mustafa, mantan wakil Ketua DPRD Makassar (1999-2004).

Ilham berkisah, temannya itu memang sosok penuntut ilmu spiritualis.

"Saya lama mengenalnya, Latang memang selalu penasaran dengan ilmu gaib," ujar Ilham usai menunaikan salat jamaah azar di Masjid Kantor Pos Makassar, Jl WR Supratman.

Ilham berkisah perkenalanya dengan Latang saat dia masih jadi anggota DPRD Sulsel, 1995-1999.

"Suatu hari dia datang meminta bantuan agar membantu pembangunan musollah di kompleks Makam Pangeran Diponegoro, ya saya bantu dengan teman-teman."

kini Musallah itu sudah berdiri dan jadi tempat sujud para peziarah makam pahlawan nasional itu.

"Memang di makam itu kan peziarah sujud dan solat di antara kuburan, tapi setelah masjid itu ada, tidak lagi." (*)

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved