Tribun Politik
Ketua Partai Pengusung Peluang Jadi Wakil Gubernur Sulsel Setelah Nurdin Abdullah Ditangkap KPK
Pengamat politik memprediksi 3 partai politik berpeluang menduduki jabatan wakil gubernur Sulsel jika Nurdin Abdullah ditahan KPK.
Penulis: Ari Maryadi | Editor: Muh Hasim Arfah
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Tiga partai politik berpeluang mendudukkan kadernya menjadi Wakil Gubernur Sulawesi Selatan jika kasus hukum Nurdin Abdullah berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
Sebelumnya, Nurdin Abdullah tersangka untuk kasus dugaan gratifikasi proyek di Pemerintah Sulawesi Selatan.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) atas Nurdin Abdullah, Sabtu (27/3/2021) dini hari.
Baca juga: Akhirnya Virna Ria Zalda Diperiksa KPK Terkait Suap Terhadap Nurdin Abdullah
Tiga partai politik tercatat sebagai pengusung pasangan Nurdin Abdullah - Andi Sudirman Sulaiman dalam Pemilihan Gubernur Sulawesi Selatan 2018 lalu.
Antara lain Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), hingga Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Ketiga partai politik tersebut masing-masing punya kader terbaik yang dinilai punya kans menempati posisi Wakil Gubernur Sulsel.
Pengamat politik Universitas Muhammadiyah Makassar, Andi Luhur Priyanto menilai sejumlah nama yang dinilai layak seperti Ashabul Kahfi, Usman Lonta, Irfan AB maupun Andi Yusran Paris dari PAN.

Sementara dari PDIP, Luhur menyebut nama seperti Andi Ridwan Wittiri, Rudy Pieter Goni serta Andi Ansyari Mangkona.
Sementara dari PKS nama Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Muh Amri Arsyid.
Luhur mengatakan, pengusulan calon wagub baru bisa dilakukan jika Plt Gubernur Andi Sudirman Sulaiman telah didefenitifkan jabatannya.
Hal itu pun baru bisa terjadi jika status Gubernur nonaktif Nurdin Abdullah sudah berhalangan tetap, dari proses hukum yang dijalani.
"Soal siapa kader atau tokoh dari partai apa yang potensial mengisi jabatan Wagub, tergantung konsensus di partai koalisi," kata Luhur kepada Tribun Timur, Jumat (2/4/2021).
"Fatsoen politiknya adalah pemilihan figur cawagub tetap mempertahankan formasi dan komposisi partai pendukung gubernur dan Wagub," sambung Luhur.
Dalam Pilgub Sulsel 2018 lalu, PAN mengontrol 9 kursi parlemen Sulsel, PKS 6 kursi, dan PDIP 5 kursi.
Luhur menilai, selama ini status kekaderan Nurdin Abdullah di PDIP tidak pernah dideklarasikan secara terbuka.
Menurutnya, sikap politik Nurdin Abdullah juga tidak selalu sejalan dengan pilihan PDIP.
Luhur mencontohkan seperti Pilwali Makassar 2020. "NA bukan tipikal petugas partai yang patuh di PDIP," kata Luhur.

Ia melanjutkan, kalau Andi Sudirman Sulaiman dianggap satu paket dengan Nurdin Abdullah yang direkomendasi oleh PDIP diproses kandidasi, maka terbuka peluang calon Wagub dari partai pengusung lainnya, yakni dari PAN atau PKS.
"Terutama PAN yang saat pengusungan paslon saat itu memiliki 9 kursi DPRD Sulsel," ujarnya.
Meski demikian, Luhur Priyanto mengingatkan pengalaman di DKI Jakarta, ketika kader Gerindra Sandiaga Uno mundur dari jabatan Wagub.
Pengganti mantan calon wakil presiden tersebut tetap dari Gerindra, Ahmad Riza Patria.
"Kalau merujuk ke DKI Jakarta, artinya tetap bisa juga Wakil Gubernur dari kader atau figur yang direkomendasi oleh PDIP," papar Luhur.
"Jadi semua kembali ke konsensus koalisi partai pengusung. Yang pasti, mekanismenya dua nama yang diajukan ke paripurna DPRD Sulsel untuk dipilih," sambung Luhur.
Selain itu, Luhur mengatakan ketua-ketua partai punya previlege atau keistimewaan pertama sekali, untuk mengakses peluang politik tersebut.
Seperti Ketua PAN Sulsel Ashabul Kahfi, Ketua PDIP Sulsel Andi Ridwan Wittiri, serta Ketua PKS Sulsel Amri Arsyid.
"Tapi bisa juga mereka memberi kesempatan pada kader atau figur lain. Figur yang lahir dari konsensus internal dan bersyarat bisa mengamankan dukungan di DPRD Sulsel," ujarnya.(*)
Laporan Kontributor TribunMakassar.com @bungari95