Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

dr Farid Husain Meninggal

Mengenang Berpulangnya dr H Farid Wadji Husain SpBO, Dokter Spesialis Konflik itu Telah Pergi

Almarhum mengawali kariernya sebagai dosen di FK Unhas Makassar (1978-2002), menjabat Direktur Utama Rumah Sakit Islam Faisal Makassar (1995-2002).

Editor: Arif Fuddin Usman
tribun timur/muhammad abdiwan
Tokoh Perdamaian Dr dr Farid Husain SpBO 

Oleh: M Dahlan Abubakar *)

SEKITAR pukul 21.00 Wita Selasa (23/3/2010) malam, grup Whatsapp Alumni Unhas Jabotabek menghentak saya. “Innalillahi wainna ilaihi rajiun, turut berdukacita atas berpulangnya orangtua/guru kita dr Farid Husain..., dstnya”.

Saya berusaha tidak percaya dulu terhadap berita ini. Namun tak berapa lama, WA dari teman Supran Nur, pensiunan karyawan TVRI Sulawesi Selatan mengabarkan hal yang sama.

Padanya, saya sempat bertanya dan mengabarkan, dr Farid Wajdi Husain SpB dirawat di RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo karena sakit.

Almarhum meninggalkan istri, seorang keturunan Uzbekistan yang dinikahinya setelah istri terdahulu meninggal dunia dan meninggalkan empat orang anak.

Dokter yang dikenal malang melintang dalam penyelesaikan konflik (Poso, Ambon, Aceh, Papua) ini lahir di Soppeng, Sulawesi Selatan, 9 Maret 1950.

Putra seorang guru Husain ini menamatkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin /FK Unhas (1978) dan meraih gelar Spesialis Bedah di FK Unhas (1981) dan Spesialis Bedah Digestif di Unhas (1984).

Almarhum mengawali kariernya sebagai dosen di FK Unhas Makassar (1978-2002), menjabat Direktur Utama Rumah Sakit Islam Faisal Makassar (1995-2002).

Ketika M Jusuf Kalla menjabat Menko Kesra, almarhum ditarik sebagai salah seorang stafnya. Sejak saat itu, Farid Husain mulai terlibat dalam berbagai penyelesaikan konflik di tanah air yang diawali dengan Konflik Poso.

Ketika itu dia menjabat sebagai Staf Ahli Menteri Koordinator Bidang Kesehatan Rakyat Bidang Peran Serta Masyarakat (2001-2002) lalu diangkat sebagai Deputi Menteri Koordinator Kesehatan Rakyat Bidang Koordinasi Kesehatan dan Lingkungan Hidup (2002-2005).

Farid juga pernah menjabat berbagai posisi penting di antaranya: Direktur Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan (2005-2010), Komisaris Utama PT Askes (Persero) dan Utusan Khusus Presiden RI untuk Misi Perdamaian Papua.

Komisaris Independen PT Kimia Farma (Tbk) (2013-2015), menjabat sebagai Komisaris Utama/Komisaris Independen PT Kimia Farma (Tbk) (2015–2018).

Sejak tahun 2006 sampai dengan sekarang masih menjabat sebagai Dewan Pengawas Rumah Sakit Wahidin Sudiro Husodo. Dan tahun 2015 sampai sekarang juga masih menjabat sebagai Ketua Pimpinan Pusat PMI Jakarta.

Menteri BUMN Rini Sumarmo (ketika itu) mengangkat Farid sebagai Komisaris Utama PT Bio Farma pada tanggal 20 April 2018 sampai dengan saat ini.

Saya memiliki hubungan emosional yang sangat dalam dengan almarhum. Pascakonferensi Perdamaian Konflik Poso, almarhum mengajak saya mengunjungi Tentena Poso. Ketika pembicaraan perdamaian Konflik Ambon, saya pun diajak.

Bahkan, sempat beliau selamatkan, ketika saya terkurung di wilayah Islam,setelah jam malam “mengharamkan” siapa pun melintasi wilayah kelompok merah saat akan menuju ke rumah jabatan Gubernur Maluku, tempat kami menginap bersama Pak Jusuf Kalla saat itu.

Perjalanan Undercover

Namun yang sangat berkesan bagi saya adalah ketika almarhum harus melakukan perjalanan “undercover” (menyamar) bertemu pentolan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Aceh. Dalam suatu perbincangan dengan saya dan kemudian termuat di dalam bukunya mengenai penyelesaian Konflik Aceh, almarhum berkisah kepada saya.

Suatu saat, Pak JK sempat terhenyak. Almarhum tidak pernah bicara seperti itu sebelumnya ke mana pun beliau tugaskan.

“Pak, saya ada satu permohonan,” tiba-tiba almarhum berkata mengagetkan Pak JK. “Apa itu, Rid?,” kata JK

“Saya titip anak dan istri, kalau-kalau terjadi hal yang tidak diinginkan dalam perjalanan saya,” jawab Farid. “Pasti, Farid,” jawab JK mendengar penjelasan Farid Husain.

“Ada apa kamu berkata begitu?,” JK yang penasaran masih mencari tahu dan khawatir Farid punya firasat yang kurang baik atas perjalanannya itu.

Farid hanya menjawab dengan tenang dan santai. Dia katakan, tidak ada firasat apa-apa.

Dialog ini mewarnai saat-saat menegangkan menjelang Farid Husain berangkat ke Aceh. Menemui seorang paling didengar bicara dan perintahnya. Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Sofyan Daud.

Farid menyampaikan keinginan itu, setelah berkali-kali berkomunikasi dengan Sofyan Daud. Itu atas jasa baik seorang Mahyuddin. Atas bantuan dialah Farid beberapa kali berbicara dengan Sofyan Daud.

Penggalan dialog ini merupakan salah satu bagian isi buku “To See the Unseen”, yang ditulis dr Farid Husain. Pada halaman 125 di bawah judul ‘’Menemui Panglima GAM di Hutan’’, mungkin merupakan bagian yang paling menegangkan dari buku ini. Farid telah menulis bagaikan seorang wartawan mereportase sebuah perjalanan menyabung nyawa. Perjalanan menuju sarang musuh.

Secara khusus saya ingin memberi penekanan bagian ini, karena Farid Husain (dibantu editor) mampu mendeskripsi saat-saat menegangkan perjalanannya.

Ketika kita membaca bagian yang ini, seolah-olah para pembaca berada pada posisi Farid Husain. Di bagian awal, Farid mengajak pembaca untuk mengilas balik perjalanannya ke Aceh sebelumnya. Lalu, melapor ke Pak JK dan melakukan perjalanan.

Meski buku ini diberi sub judul ‘Kisah di Balik Damai Aceh’, namun Farid juga merangkum kronologi perjalanan damai di Poso dan Ambon.

Jalan Berliku Membuka Perdamaian

Jika kita simak, jalan berliku memang dilalui Farid membuka perdamaian. Yang saya bayangkan, dokter ahli bedah ini telah menempatkan diri sebagai seorang detektif. Yang melaksanakan pekerjaannya dengan sangat rapi dan tersamar.

Bukan hanya itu, dia juga mampu meyakinkan pihak yang diajak berdamai mengikuti jalan pikirannya. Farid mampu melakonkan ini, karena dia menggunakan filosofi seorang dokter. Seolah masalah itu adalah pasien. Menghadapi pasien, mendiagnosisnya, dan mencari obat yang tepat untuk menyembuhkan penyakit.

Farid kadang memberi pemahaman seperti ini tatkala bertiga naik Mercy menempuh jarak 100 km bersama Tengku Malik Mahmud dan Zaini Abdullah. Awal-awalnya mereka curiga juga, tetapi lama kelamaan mulai percaya. Sebuah perjuangan yang penuh onak dan duri dari seorang anak bangsa.

Salah seorang yang tidak dapat menyembunyikan kebanggaannya atas tugas Farid Husain ini adalah M Jusuf Kalla. Banyak pihak berkomentar atas sukses Farid Husain meretas perdamaian ini. Di antaranya, JK berkomentar:

“Jadi tugasnya (Farid), kalau dari sudut saya sebagai bekas pengusaha adalah menawarkan, menjual dan melaksanakan kegiatan purna jual. Kalau dari sisi dr. Farid sebagaimana dokter bedah, mulai dengan memeriksa, mengambil tindakan dan recovery. Tugas itu selalu dilaksanakan dengan tulus, bertanggung jawab dan dengan gembira, karena itu selalu saja dia dapat menemukan jalan yang kita tidak lihat.”

“Dokter Farid Husain orangnya memang luar biasa. Beliau adalah seorang yang sabar dan jujur serta tidak kenal putus asa dalam usahanya membawa pihak GAM-RI ke meja perundingan sejak dari tingkat permulaan..,” Malik Mahmoud, Mantan Perdana Menteri GAM berkomentar di dalam buku itu.

“Saat Bapak menjajaki perdamaian di Aceh, beliau tidak banyak cerita secara detail pada kami, anak-anaknya. Beliau begitu ceria, tanpa ada beban dan easy going. Sehingga kami pikir, itu tugas biasa. Setelah selesai semuanya dan kami baca di surat kabar, kami baru sadar, bahwa itu tugas yang berat dan berbahaya. Syukulah bapak selamat. Dan Aceh jadi damai.” (Faradillah Nona Farid, Mahasiswi Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar)

“Dalam pandangan saya, ada tiga poin yang menyebabkan Pak Farid dapat diterima oleh pihak GAM. Pertama, adalah kesabaran. Yang kedua, beliau tak harapkan hasil atau upah. Ikhlas. Yang ketiga, beliau suka bergaul dengan siapa saja”. (Zakaria Saman, Mantan Menteri Pertahanan GAM).

"Perundingan itu hampir kolaps. Tetapi Farid yang sepanjang hari itu diam saja, kemudian angkat bicara di penghujung hari itu. Dia berkata begini:

’Barangkali lebih bagus bila kita tidak konsentrasi pada hal-hal yang tidak kita setujui melainkan kepada yang sudah kita setujui. Mari kita akhiri dulu hari ini, dan mari kita tidur dan bermimpi yang indah untuk membuat yang terbaik dari apa-apa yang telah kita setujui’.

Saya kira apa yang dilakukan oleh Farid adalah benar. Dia bahkan langsung mendapat simpati dari delegasi GAM. Zaini sampai bertepuk tangan dan mengatakan ini adalah kata-kata bagus dari dr Farid. Dan mereka pun setuju untuk mengendapkan masalah gencatan senjata.” (Juha Christensen, Managing Director Interpeace Indonesia)

Suatu kebanggaan tersendiri bagi Farid Husain adalah saat bertemu Hasan Tiro. Pria ini sudah uzur sebenarnya, tetapi malah ke luar teras apartemen untuk menjemput Farid.

Orang-orang sekitar Hasan Tiro heran. Kok bisa-bisanya Hasan Tiro yang selalu mencegah dirinya terkena angin dingin itu keluar ‘’sarang’’-nya untuk bertemu seorang negosiator dari Indonesia yang bernama Farid Husain.

Kini, dokter spesialis konflik itu telah pergi. Selamat jalan sahabat! (*)

Oleh: M Dahlan Abubakar, Tokoh Pers versi Dewan Pers

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved