Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Program Langit Biru Bukan Lagi Pilihan Tapi Keharusan

Program Langit Biru sudah saatnya diwujudkan di Indonesia demi mengurangi polusi udara dan emisi karbon

Penulis: Alfian | Editor: Alfian
Youtuber/KBR
webinar bertajuk “Mendorong Penggunaan BBM Ramah Lingkungan Guna Mewujudkan Program Langit Biru” yang digelar YLKI bekerjasama dengan Kantor Berita Radio (KBR), Kamis (18/3/2021). 

Dari pertemuan itu hadirlah Undang-Undang yang berisi tentang pengurangan emisi karbon hingga 40 persen untuk tahun 2030-2040 mendatang. Salah satu implementasinya yakni pengurangan penggunaan BBM premium.

Sebab dinilai merugikan masyarakat secara kesehatan maupun ketahanan kendaraan.

"Tapi dua tahun (2017) setelah diminta oleh tim reformasi mafia migas tapi sayangnya tahun 2018 dengan alasan menjelang mudik lebaran dan Pemilu waktu itu premium diadakan lagi sampai sekarang," terang Tulus.

Industri dan Harga

Pengendalian emisi karbon lewat program langit biru tentu tidak semudah membalikan telapak tangan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai pihak yang menjadi ujung tombak dalam menyukseskan program ini kesulitan dalam hal sosialisasi.

Persoalan pertama yang dihadapi, meminta masyarakat untuk tak menggunakan BBM dengan tingkat emisi karbon tinggi terkendala berbagai faktor. Tercatat BBM yang menghasilkan emisi karbon tinggi yakni round 88 (premium) dan round 90 (pertalite) masih yang tertinggi penggunaannya.

“Ketika emisi diperketat tentu teknologinya harus diupgrade, tentu tugas emsisi ini adalah KLHK, ketika emisi ini diperketat maka teknologi upgrade ini tugasnya perindustrian dan sektor otomotif tentunya,” tutur Dasrul Chaniago  selaku Direktur Pengendalian Pencemaran Udara KLHK.

Masalahnya adalah bagi Dasrul, industri otomotif utamanya belum pada tahap ‘memaksa’ konsumen otomotif menggunakan kendaraan ramah lingkungan. Hal inilah yang ia sebut perlu adanya sinergitas bersama.

Namun Ekonom, Faisal Basri, yang juga sebagai narasumber menyebut soal pengendalian emisi karbon tak sepenuhnya mempersalahkan industri otomotif. “Semua industri otomotif, semua produksinya berstandar Euro 4, jadi kalau dibilang tidak siap mohon maaf itu tidak bener,” tegasnya.

Masalah utamanya bagi Faisal Basri terletak pada ketersediaan BBM tidak ramah lingkungan yang masih melimpah. Bahkan menjadi pilihan utama yang dikonsumsi masyarakat lantaran faktor harga.

“Apapun pada umumnya berlaku hukum permintaan, semakin murah barang semakin banyak dibeli, mau tidak mau harga yang utama baru yang lain-lain,” sambungnya.

Saatnya Beralih

Faisal Basri yang pernah ditunjuk sebagai Ketua tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi menyebut Pertamina sebetulnya sudah siap menghapuskan BBM premium. Namun terkendala oleh tarik ulur kepentingan di tubuh Pemerintahan.

Namun sebetulnya ia melanjutkan, situasi pandemi ini bisa saja jadi momen untuk mewujudkan hal tersebut, Mengingat sempat terjadi kenaikan harga minyak yang menurutnya bisa jadi batu pijakan untuk segera beralih ke penggunaan BBM rendah emisi karbon.

“Inilah momen paling bagus untuk membunuh premium di tengah pandemi kita perlu bertransformasi di segala bidang kehidupan, termasuk BBM dari yang tidak ramah lingkungan ke ramah lingkungan,” katanya.

Halaman
123
Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved