Astaga! 18 Tahun Mengabdi, 5 Guru Honorer Digaji Rp 1.000-an Per Hari, Dalih Kepala Sekolah
Astaga! 18 tahun mengabdi, 5 guru honorer digaji Rp 1.000-an per hari, dalih kepala sekolah.
TRIBUN-TIMUR.COM - Astaga! 18 tahun mengabdi, 5 guru honorer digaji Rp 1.000-an per hari, dalih kepala sekolah.
Hal miris kembali ditemukan di dunia pendidikan di Tanah Air, soal kesejahteraan tenaga pendidik.
Ternyata masih banyak ditemukan guru honorer di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara ( Kaltara ), belum mendapatkan upah layak.
Salah satunya guru honerer yang mengajar di Sekolah Dasar Negri 012 Krayan.
Kepala Sekolah SDN 012 Krayan Lewi Galung mengatakan, terdapat lima guru hanya digaji sebesar Rp 32.500 per bulan atau rata-rata Rp 1.000-an per hari.
Menurut dia, besaran gaji guru honorer tergantung dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
"Jadi mereka Umar Bakri di era milenial sebenarnya, mereka murni pengabdian dan paling hanya bisa berharap suatu saat diangkat menjadi PNS," ujar Lewi Galung saat dihubungi, Selasa (16/3/2021).
Lewi menuturkan, kelima guru honorer tersebut telah mengabdi sejak 2003 atau 18 tahun lalu.
Menurut dia, jika bukan murni pengabdian dan rasa peduli terhadap anak-anak di perbatasan, mereka sudah memilih pekerjaan yang lebih menjanjikan.
"Wilayah Krayan yang merupakan perbatasan RI semua tahu, kebutuhan hidup tinggi dan sangat bergantung dengan Malaysia. Dengan gaji segitu kalau bukan karena peduli, tidak mungkin mereka bertahan sampai saat ini," ujarnya.
Beruntung para guru honorer di Krayan mayoritas juga bekerja sebagai petani.
Mereka menggantungkan hidup dari hasil pertanian.
Persoalan serupa juga diutarakan Kepala Sekolah SDN 004 Krayan Rinti.
Di sekolah yang ia pimpin terdapat tiga tenaga honorer dengan 1 orang sebagai guru. Sekolah yang membina 12 siswa ini hanya bisa memberikan gaji kepada guru honorer bernama Mirina sebesar Rp 80.000 per bulan.
Dengan keadaan tersebut, pihak sekolah juga tidak mau terlalu banyak menuntut terhadap Mirina.
"Kita semua prihatin dan kasihan sekali sama ibu Mirina, beliau sudah hampir 15 tahun mengajar di sini. Tapi kan gaji mereka memang dari BOS. Paling sebagai empati dan sosial kami kadang sisihkan juga uang untuk beliau," tuturnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Nunukan Junaedi melalui Kabid Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Ridwan tidak membantah saat ini adanya ratusan guru honorer khususnya di pedalaman bergaji tidak layak.
Keterbatasan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) menjadi alasan mengapa besaran gaji guru honorer tidak manusiawi.
"Anggaran BOS itu kan mengacu jumlah murid. Semakin sedikit murid, semakin kecil anggarannya. Kita butuh gebrakan untuk persoalan gaji guru honorer," katanya.
Dijelaskan Ridwan, anggaran dana BOS untuk SD di Kabupaten Nunukan dialokasikan sekitar Rp 900.000 per murid.
Namun, tak dapat dipungkiri jika dalam satu sekolah hanya terdapat 12 siswa.
Sementara jatah untuk gaji guru honorer diplot sebesar 15 persen saja.
Hal inilah yang menyebabkan gaji guru honorer di perbatasan RI–Malaysia sangat memprihatinkan.
Ridwan mengatakan, pihaknya berjanji untuk menyuarakan persoalan ini ke pemerintah pusat.
"Ketika status terdepan, terluar dan tertinggal (3T) melekat, kenapa tidak ada kebijakan seperti di Papua dengan memberlakukan Otonomi Khusus (Otsus) misalnya?," kata Ridwan.
Ridwan berpendapat, apabila ada kebijakan seperti di Papua, misalnya dengan menaikkan Dana Bantuan Operasional Sekolah Nasional (Bosnas) per anak sekitar Rp 1,8 juta per bulan, atau menyamaratakan pemberian Bosnas di setiap sekolah, maka persoalan gaji guru honorer di Nunukan bisa teratasi.
"Di Papua meski sekolah ada yang siswanya 20 anak, laporannya tetap 60 anak. Karena Otsus itu tadi alasannya. Ini kalau diterapkan juga di Nunukan yang juga wilayah 3T, selesai urusan," imbuhnya.
Data Dinas Pendidikan Nunukan mencatatkan, ada 1.378 guru berstatus PNS, dan sekitar 786 guru non-PNS yang tersebar di TK, SD dan SMP negeri.
Dia menambahkan, cara jangka panjang untuk mengatasi persoalan gaji guru honorer di perbatasan RI–Malaysia adalah dengan memasukkan mereka dalam kuota pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).
"Kita sudah usulkan 525 kuota untuk PPPK. Kita juga sudah mengeluarkan edaran agar guru honorer yang belum S1, supaya ikut UT. Itu menjadi salah satu alternatif juga," katanya.(*)
Update berita terkait guru honorer di Tribun-Timur.com
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul " Miris, 5 Guru Honorer di Nunukan Hanya Digaji Rp 32.500 Per Bulan "