Nurdin Abdullah Ditangkap KPK
Nurdin Abdullah Ditangkap KPK, Ketua Demokrat Sulsel Berduka
Prof Nurdin Abdullah ditetapkan tersangka kasus korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Penulis: Ari Maryadi | Editor: Imam Wahyudi
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat Sulsel Ni'matullah Erbe mengaku berduka atas kasus korupsi yang menjerat Gubernur Sulsel Prof Nurdin Abdullah.
Prof Nurdin Abdullah ditetapkan tersangka kasus korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Orang nomor satu Pemprov Sulsel itu terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK dan dijemput rombongan KPK pada pada Sabtu 27 Februari 2021 Rumah Jabatan Gubernur Sulsel.
Status hukum Nurdin Abdullah (NA) disampaikan KPK dalam konferensi pers, Minggu (28/2/2021) dini hari. Dalam konferensi pers tersebut Nurdin Abdullah menggunakan rompi tahanan KPK.
"Saya cukup berduka dengan penetapan tersangka (Nurdin Abdullah)," kata Ni'matullah melalui pesan WhatsApp, Minggu (28/2/2021).
Selama ini, Wakil Ketua DPRD Sulsel itu melihat Nurdin Abdullah sebagai sosok kepala daerah yang baik.
Begitupun sosoknya secara personal ataupun teman bagi Ni'matullah Erbe.
"Beliau selama ini cukup baik sebagai gubernur ataupun sebagai personal dan teman," ujar Ullah, sapaan.
Ullah menilai, kasus korupsi yang menjerat Nurdin Abdullah menjadi pengingat bagi semua pihak untuk senantiasa introspeksi diri.
Sebelumnya diberitakan, Nurdin Abdullah ditetapkan tersangka berupa penerimaan hadiah atau janji dan gratifikasi oleh penyelenggara negara atau yang mewakilinya terkait pengadaan barang dan jasa, perizinan dan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan tahun anggaran 2020-2021.
Ketua KPK, Firli Bahuri menetapkan 3 tersangka dari 6 terperiksa pada Minggu (28/2/2021) dinihari.
Selain Nurdin Abdullah (NA), juga Edy Rahmat (ER) Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR Sulsel) yang disebut sebagai penerima.
Sedangkan pemberi adalah Agung Sucipto Direktur PT Agung Perdana Bulukumba.
NA dan ER disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.