Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Surat Edaran Kapolri

Apa Itu Surat Edaran,Seperti Apa Kebijakan Baru Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo Terkait UU ITE

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menerbitkan surat edaran tentang kesadaran budaya beretika dalam dunia digital. Ini mengatur banyak hal

Editor: AS Kambie
Kompas.com
Kapolri jenderal Listyo Sigit Prabowo 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – Perlu dipahami bahwa surat edaran bukan sekadar surat yang sengaja diedarkan atau disebar.

Semua surat harus diedarkan, tapi kenapa tidak semua surat yang beredar disebut surat edaran?

Lalu apa itu surat edaran? Secara umum surat edaran adalah suatu surat pemberitahuan resmi yang diedarkan secara tertulis dan ditujukan untuk berbagai pihak.

Surat edaran berisikan penjelasan mengenai suatu hal, misalnya seperti kebijakan baru dari pimpinan instansi, berisikan suatu peraturan dan lain-lain.

Tidak semua surat yang diedarkan disebut surat edaran.

Suatu surat disebut surat edaran karena isinya menyangkut pemberitahuan secara resmi di dalam instansi serta lembaga atau organisasi.

Singkatnya, definisi surat edaran yaitu suatu pemberitahuan resmi yang diedarkan secara tertulis dan ditujukan untuk berbagai pihak.

Surat ini berisikan penjelasan mengenai suatu hal.

Misalnya seperti kebijakan baru dari pimpinan instansi, berisikan suatu peraturan dan lain-lain. Biasanya surat ini ditujukan untuk kalangan umum, akan tetapi didalam ruang lingkup tertentu.

Persis seperti seperti yang dilakukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Pekan ini, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengeluarkan kebijakan baru terkait UU ITE.

Nah, untuk menampaikan seperti apa kebijakan baru Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo itu kepada seluruh jajaran Polri dan pihak yang dianggap penting untuk segera mengetahuinya, maka dikeluarkanlah surat edaran.

Adapun jenis-jenis dari surat edaran diantaranya ada dua macam yaitu surat edaran yang terbatas dan surat edaran yang tidak terbatas.

Surat edaran terbatas, adalah surat yang biasanya ditujukan dari satu organisasi atau instansi kepada para anggotannya saja, misalnya surat edaran dari koperasi kapada para anggotanya, surat dari ketua osis untuk anggota osis dan lain-lain.

Surat edaran tidak terbatas, adalah surat yang ditujukan kepada masyarakat luas.

Surat Edaran Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo

Surat edaran Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo terkait UU ITE.

Surat edaran Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo ini dikeluarkan setelah Presiden Joko Widodo menginstruksikan agar Polri hati-hati dalam menerapkan UU ITE.

"Hati-hati, pasal-pasal yang bisa menimbulkan multitafsir harus diterjemahkan secara hati-hati, penuh dengan kehati-hatian. Buat pedoman interpretasi resmi terhadap pasal-pasal Undang-Undang ITE biar jelas," kata Presiden Jokowi saat rapat pimpinan TNI-Polri, Senin (15/2/2021).

Lalu Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menerbitkan surat edaran tentang kesadaran budaya beretika dalam dunia digital. Dalam surat edaran itu, diatur beberapa hal di antaranya langkah damai di kasus UU ITE yang harus diprioritaskan oleh para penyidik Polri demi dilaksanakannya restorative justice.

Surat edaran itu bernomor SE/2/II/2021 tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif. Surat edaran itu diteken Kapolri pada 19 Februari 2021. Beberapa aturan mulai dari UUD 1945 hingga Peraturan Kapolri dijadrikan rujukan surat edaran tersebut.

Lewat surat edaran itu, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menginstruksikan seluruh anggota Polri menerapkan penegakan hukum yang dapat memberikan rasa keadilan bagi masyarakat.

”Sehubungan dengan rujukan di atas dan mempertimbangkan perkembangan situasi nasional terkait penerapan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang dinilai kontradiktif dengan hak kebebasan berekspresi masyarakat melalui ruang digital, maka diharapkan kepada seluruh anggota Polri berkomitmen menerapkan penegakan hukum yang dapat memberikan rasa keadilan bagi masyarakat," demikian bunyi poin 2 surat edaran tersebut.

”Bahwa dalam rangka penegakan hukum yang berkeadilan dimaksud, Polri senantiasa mengedepankan edukasi dan langkah persuasif sehingga dapat menghindari adanya dugaan kriminalisasi terhadap orang yang dilaporkan serta dapat menjamin ruang digital Indonesia agar tetap bersih, sehat, beretika, dan produktif,” ungkap Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Total ada 11 poin pedoman yang diberikan Jenderal Sigit dalam surat edaran tersebut. 

Pada poin 3 SE Kapolri, dijelaskan mengenai sejumlah hal yang harus dipedomani dalam menjamin ruang digital Indonesia agar tetap bersih dan beretika. Pada poin tersebut Kapolri meminta penyidik harus mempunyai prinsip bahwa pidana adalah langkah akhir.

Penyidik diwajibkan berprinsip bahwa hukum pidana merupakan upaya terakhir lama penegakan hukum dan mengedepankan restorative justice dalam penyelesaian perkara.

"Penyidik berprinsip bahwa hukum pidana merupakan upaya terakhir dalam penegakan hukum (ultimum remidium) dan mengedepankan restorative justice," demikian bunyi huruf G poin 3 SE Kapolri.

Selain itu, penyidikan juga harus memprioritaskan korban yang ingin mengambil jalan damai.

"Terhadap para pihak dan/atau korban yang akan mengambil langkah damai agar menjadi bagian prioritas penyidik untuk dilaksanakan restorative justice terkecuali perkara yang bersifat berpotensi memecah belah, SARA, radikalisme, dan separatisme," tulis Jenderal Sigit di poin huruf H.

Lalu, bagaimana jika korban tetap ingin melanjutkan perkara hingga meja hijau? Jenderal Sigit mengatakan, jika tersangka sudah meminta maaf, maka tersangka tidak akan ditahan.

"Korban yang tetap ingin perkaranya diajukan ke pengadilan namun tersangkanya telah sadar dan meminta maaf terhadap tersangka tidak dilakukan penahanan dan sebelum berkas diajukan ke JPU agar diberi ruang untuk mediasi kembali," ungkap Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Imbauan Bareskrim Polri

Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Slamet Uliandi menyatakan pihaknya akan mengawasi konten media sosial yang terindikasi melanggar UU ITE terkait pencemaran nama baik, fitnah, ataupun penghinaan.

Diketahui, pengawasan virtual police tersebut dilakukan di aplikasi ataupun platform yang paling banyak digunakan masyarakat. Diantaranya Facebook, Twitter, dan Instagram.

Menurut Brigjen Slamet Uliandi, pengguna sosial media yang diduga melanggar UU ITE bakal diberikan edukasi berupa pesan DM melalui WhatsApp atau media lainnya berupa peringatan.

"Peringatan virtual sifatnya begini, pada saat orang melakukan kira-kira kesalahan, kita anggaplah si Badu. 'Saudara Badu hari ini Anda meng-upload konten jam sekian tanggal sekian, konten ini berpotensi pidana SARA dengan ancaman hukuman penjara'," kata Brigjen Slamet Uliandi di akun YouTube Siber Tv.

Slamet menerangkan tim patroli siber bakal memberikan pesan peringatan sebanyak 2 kali kepada pelanggar. Dalam peringatan itu, tim akan menjelaskan terkait pasal yang dilanggar jika pelaku mengunggah konten tersebut.

"Bentuk pesan peringatannya itu nanti kita akan sampaikan secara lengkap dengan informasi mengapa konten tersebut mempunyai pelanggaran atau kah kata-katanya, atau kah mengandung hoax," jelas Brigjen Slamet Uliandi.

Sebaliknya, para pelanggar juga diminta untuk menurunkan kontennya tersebut paling lama 1x24 jam.

Jika menolak, pelanggar akan dipanggil untuk dimintai klarifikasi.

"Pada saat dia tidak turunkan kita ingatkan lagi, kalau tidak ingatkan kita klarifikasi, undangan klarifikasinya itu pun sifatnya tertutup jadi orang tidak usah tahu karena privasi. Namun kalau sudah dilakukan tahapan itu kemudian tidak mau kooperatif, kira-kira bagaimana? Tapi sesuai perintah Bapak Kapolri, cara-cara humanis itu harus dikedepankan karena ini program 100 hari beliau polisi yang humanis," jelas Brigjen Slamet Uliandi.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved