Kampung Miliarder Tuban
TERKINI dari Kampung Miliarder Tuban: Usai Borong Mobil, Banyak Rumah Baru Mewah & Sales Bertebaran
TERKINI dari Kampung Miliarder Tuban: Usai Borong Mobil, Banyak Rumah Baru Mewah & Sales Bertebaran
TRIBUN-TIMUR.COM - Desa Sumurgeneng, Kecamatan Jenu, Tuban, Jawa Timur, dalam beberapa hari terakhir menjadi perbincangan publik lantaran warganya mendadak jadi miliarder atau kaya raya.
Seperti diketahui, warga Desa Sumurgeneng mendapat ganti rugi hingga miliaran rupiah setelah lahan mereka terdampak proyek pembangunan kilang minyak Pertamina.
Setelah mendapat ganti rugi hingga miliaran rupiah, para warga yang mendadak kaya ini langsung membelanjakan uangnya dengan memborong mobil baru.
Baca juga: Inilah Orang yang Unggah Video Warga Tuban Borong Mobil, Punya Uang Rp 9 M tapi Tak Ikut Beli Mobil

Namun, rupanya tak hanya warga Desa Sumurgeneng yang mendapatkan rezeki nomplok tersebut. Di desa berbeda, muncul komplek perumahan mewah yang baru dibangun.
Relokasi mandiri itu dilakukan warga Dusun Tadahan, Desa Wadung, karena rumah mereka sebelumnya terdampak kilang minyak grass root refinery (GRR), patungan Pertamina-Rosneft asal Rusia.
Setidaknya, ada sekitar 63 kepala keluarga atau KK yang mulai membangun rumah baru. Bahkan sebagian dari mereka sudah ada yang menempati.
Suwarno (44), salah satu warga Dusun Tadahan, mengatakan relokasi ini dilakukan karena tanah miliknya dan warga lain masuk dalam penetapan lokasi (penlok) kilang minyak.
Menurut Suwarno, ada 63 warga Dusun Tadahan yang melakukan relokasi mandiri. Adapun rumah baru miliknya kini masih dalam proses pembangunan.
"Ini belum selesai total bangun rumahnya, ada sekitar 63 warga terdampak yang relokasi mandiri di sini," kata Sumarno dikutip dari Tribun pada Senin (22/2/2021).
Sumarno menjelaskan dirinya mendapat ganti rugi sebesar Rp 612 juta dari Pertamina. Uang sebesar itu untuk ganti tanah dan bangunan rumah sebelumnya.
Nilai yang didapat tersebut tentu jauh jika dibandingkan dengan warga Desa Sumurgeneng, yang memiliki lahan luas.
Sebab, di Desa Wadung yang terdapat Dusun Tadahan, Ringin dan Boro sebagian besar yang terdampak adalah bangunan.
"Nilai tanah dan bangunan yang dibeli hampir sama dengan saya beli tanah untuk buat rumah baru," ucap Sumarno.
"Tanah dihargai Pertamina Rp 600 ribuan, saya beli tanah juga sekarang harganya segitu."
Pria yang juga sempat menolak pembangunan kilang itu mengungkapkan alasan melakukan relokasi mandiri.
Hal itu dikarenakan relokasi yang dijanjikan oleh Pertamina tak kunjung jelas, sehingga keputusan relokasi mandiri itu diambil bersama warga lainnya.
Di sisi lain, warga juga tidak mau jika relokasi yang ditawarkan Pertamina di luar Desa Wadung.
"Tidak jelas relokasi yang ditawarkan Pertamina, makanya kami relokasi mandiri. Tidak masalah, lebih baik begini karena kami tidak ingin keluar dari Desa Wadung," tuturnya.
Seperti diketahui, kebutuhan lahan untuk pembangunan kilang minyak GRR seluas 821 hektar.
Rinciannya, lahan warga 384 hektar di Desa Sumurgeneng, Kaliuntu dan Wadung, KLHK 328 hektar dan Perhutani 109 hektar.
Investasi kilang minyak dengan nilai 16 miliar USD atau setara 225 triliun itu rencananya akan beroperasi di 2026. Kilang ini ditargetkan mampu produksi 300 ribu barel per hari.
Adapun lahan warga yang terdampak pembangun kilang minyak tersebut dihargai apraisal senilai Rp 600 sampai Rp 800 ribu per meter karena menyesuaikan lokasi.
Namun demikian, tak semua warga Desa Sumurgeneng, Kecamatan Jenu, mendapat durian runtuh dari hasil jual tanah kepada Pertamina.
Salah satunya dirasakan Tarsimah (65), warga Dusun Sumurgeneng. Ia hanya bisa mendengar suara riuh dari para tetangganya yang menjual lahannya untuk proyek kilang minyak grass root refinery (GRR), patungan Pertamina-Rosneft asal Rusia.
Ia mengaku tak punya lahan untuk dijual ke perusahaan plat merah, hingga dia hanya menyaksikan keriuhan di kampungnya saat orang ramai-ramai beli mobil.
Bahkan jangankan tanah, untuk mencukupi kehidupan sehari-hari saja ia harus bertahan dengan bantuan dari pemerintah.
Di dinding depan rumahnya, tertempel pamflet penerima bantuan pangan non tunai (BPNT) dan Program Keluarga Harapan (PKH).
"Tidak punya tanah, ya hanya rumah ini. Saya dan suami sudah tidak kerja, dapat bantuan dari pemerintah," ujarnya.
Di rumah ia tinggal bersama Parman (70) suaminya, yang kini mengalami sakit tidak bisa jalan. Kondisi itu membuatnya harus tetap bertahan dengan segala keterbatasan.
Ia juga bercerita saat ini kedua anaknya sudah tidak tinggal serumah, melainkan telah berkeluarga. Ada yang tinggal di luar kota.
"Ya seadanya bertahan, melihat tetangga pada jual tanah ya saya tidak bisa apa-apa, tidak punya lahan untuk dijual juga," kata Tarmisah sambil bersandar di pintu masuk.
Digeruduk Sales
Setelah viral karena warganya mendadak kaya raya sampai-sampai satu kampung memborong ratusan mobil baru, kini desa tersebut mendadak digeruduk para sales dari luar daerah Tuban.
Wajah baru berpenampilan ala safari atau perkantoran berseliweran menapaki jalan perkampungan desa setempat.
Mobil berplat luar Tuban menjadi penanda, jika para penumpangnya bukanlah warga sekitar. Mereka merupakan sales yang akan menawarkan produk kepada para miliarder Tuban itu.
Para sales dari berbagai macam produk bisnis beramai-ramai datang di desa tersebut untuk menggaet para miliarder Tuban membeli produk-produk mereka. Pengunjung warung juga tak luput dari sasaran penawaran.
Bimo, sales dealer mobil asal Surabaya menjadi salah satu yang datang ke kampung milarder tersebut. Ia datang bersama teman-temannya karena mengetahui kampung tersebut viral.
Tentu saja kedatangannya adalah untuk menawarkan produk mobil kepada para miliarder baru, yang telah menjual tanahnya kepada Pertamina untuk pembangunan kilang minyak.
"Ya ini ngikut saja, lagi pada ramai di sini. Ini masih nawarin ke warga," kata Bimo dikutip dari Tribunnews.com pada Minggu (21/2/2021).
Sementara itu, sales biro umroh asal Surabaya bernama Anita juga menyatakan hal yang sama. Ia datang bersama timnya ke Desa Sumurgeneng untuk menawarkan produk berupa paket umroh.
Ia mendatangi kampung tersebut setelah mengetahui dari pemberitaan jika ada warga yang ingin memberangkatkan umroh keluarganya.
"Ya ini lagi mencoba menawarkan perjalanan umroh ke warga, tahu kampung ini viral dari pemberitaan," ucap Anita.
Berdasarkan pengakuan warga setempat yang kini jadi miliarder bernama Siti Nurul Hidayatin (32), memang banyak para marketing datang ke Desa Sumurgeneng.
Mereka yang datang kebanyakan menawarkan berbagai macam produk, di antaranya, umroh, perumahan, investasi, mobil dan lain-lain.
"Benar itu, banyak sekali sales yang datang ke sini menawarkan produk," kata wanita berusia 32 tahun itu yang menerima uang ganti rugi sebanyak Rp 18 Miliar hasil menjual tanahnya kepada Pertamina.
Sementara itu, Kepala Desa Sumurgeneng, Gihanto, mengatakan hingga kini sejak pencairan uang hasil jual tanah warga untuk proyek kilang minyak Grass Root Refinery (GRR) Pertamina-Rosneft asal Rusia, sudah ada 176 mobil baru yang dibeli.
Mobil yang dibeli warga itupun berbagai macam jenis, seperti kijang Innova, Honda HR-V, Fortuner, Pajero dan Honda Jazz.
"Sudah ada 176 mobil baru yang datang, itu tidak langsung bersamaan, yang datang bareng ya 17 mobil minggu kemarin," ujarnya.
Gihanto menambahkan, ada 840 KK warga di desanya, namun yang lahannya dibeli perusahaan plat merah sekitar 225 KK.
Harga yang diterima warga untuk penjualan tanah per meter mulai dari Rp 600-800 ribu, sehingga penjualan yang didapat warga rata-rata mencapai miliaran rupiah.
Untuk penjualan tanah paling sedikit Rp 36 juta, paling banyak warga sini Rp 26 miliar, sedangkan ada warga luar mendapat Rp 28 miliar.
"Kalau rata-rata Rp 8 miliar, satu rumah ada yang beli 2-3 mobil. Sisanya buat beli tanah lagi, tabungan, bangun rumah dan usaha," ujar Gihanto.
Sementara itu, aparat TNI dan Polri yang bertugas di kampung Miliarder Tuban tersebut kini harus bersiaga 24 jam.
Bhabinkamtibmas dan Babinsa melakukan patroli di tiga desa yang warganya jadi miliarder.
Tiga desa itu yakni, Desa Sumurgeneng, Desa Wadung, dan Desa Kaliuntu.
Menurut Babinsa Desa Sumurgeneng, Serka Heri Purnomo, pihaknya hampir setiap hari melakukan pemantauan keamanan di desa.
Hal itu dilakukannya setelah warga mendapatkan pembebasan lahan pembangunan kilang minyak Pertamina.
Bersama Bhabinkamtibmas, Babinsa aktif membangun komunikasi dengan warga guna memantau situasi dan kondisi keamanan desa.
"Saya dan Pak Bhabinkamtibmas selalu siaga. Handphone saya on terus 24 jam," katanya, Jumat (19/2/2021). (kompas TV)