Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

UU ITE

Inilah 9 Pasal - Pasal Karet UU ITE, Presiden Jokowi Sudah Minta UU Itu Direvisi Mahfud MD Setuju

Inilah 9 Pasal Karet UU ITE, Presiden Jokowi Sudah Minta UU Itu Direvisi Menkopolhukam Mahfud MD sangat setuju

Editor: Mansur AM
tribunnews
Jokowi mempertimbangkan revisi Pasal Karet UU ITE. Berikut daftar 9 Pasal Karet UU ITE yang rawan menjerat para pengeritik pemerintah 

TRIBUN-TIMUR.COM - Apa itu Pasal Karet UU ITE?

Sejak lama, Pasal Karet UU ITE sudah disorot aktivis karena jadi senjata mematikan bagi pemerintah membungkam para pengeritik.

Kabar baiknya, Presiden Jokowi mempertimbangkan revisi UU ITE terutama terkait pasal karet ini.

Baca juga: Banyak Warga yang Saling Lapor, Akhirnya Jokowi Perintahkan ini ke Kapolri Jenderal Listyo

Baca juga: Banyak Warga yang Saling Lapor, Akhirnya Jokowi Perintahkan ini ke Kapolri Jenderal Listyo

Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas pada Senin (15/2/2021) mengatakan ia bisa meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merevisi UU ITE, apabila implementasinya dirasa tidak adil.

Sebab, menurut Jokowi, pasal-pasal dalam UU ITE atau Undang-undang No 11 Tahun 2008, bisa menjadi hulu dari persoalan hukum.

"Terutama menghapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa beda-beda, yang mudah diinterpretasikan secara sepihak," kata Jokowi sebagaimana dikutip dari Antaranews, Selasa (16/2/2021).

Sejak kemunculannya, UU ITE memang kerap menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.

Alasannya, beberapa butir dalam undang-undang tersebut dianggap membatasi kebebasan masyarakat dalam menyuarakan pendapatnnya di ruang maya. Lantas pasal mana yang dimaksud?

Pasal-pasal karet UU ITE Dalam sebuah kicauan baru-baru ini, Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet), Damar Juniarto mengungkapkan ada sembilan pasal bermasalah dalam UU ITE.

"Persoalan utama pasal 27-29 UU ITE. Ini harus dihapus karena rumusan karet dan ada duplikasi hukum," tulis Damar dalam sebuah kicauan.

Salah satu pasal bermasalah yang dimaksud masih terkait dengan pasal 27 ayat 3 tentang defamasi.

Pasal ini disebut dapat digunakan untuk mengekang kegiatan berekspresi warga, aktivis, dan jurnalis.

Selain itu juga mengekang warga untuk mengkritik pihak polisi dan pemerintah.

Pasal tersebut membahas penghinaan dan pencemaran nama baik melalui media massa. Butir ini sering digunakan untuk menuntut pidana netizen yang melayangkan kritik lewat dunia maya.

Bunyi pasal tersebut adalah: "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik."

Selain pasal 27 ayat 3, berikut daftar delapan pasal-pasal bermasalah lainnya karena rumusan pasalnya tidak ketat (karet) dan multitafsir.

1. Pasal 26 ayat 3 tentang penghapusan informasi yang tidak relevan. pasal ini bermasalah soal sensor informasi.

2. Pasal 27 ayat 1 tentang asusila. Pasal ini bermasah karena dapat digunakan untuk menghukum korban kekerasan berbasis gender online.

3. pasal 27 ayat 3 tentang dafamasi, dianggap bisa digunakan untuk represi warga yang menkritik pemerintah, polisi, atau lembaga negara.

4. pasal 28 ayat 2 tentang ujaran kebencian. Pasal ini dapat merepresi agama minoritas serta represi pada warga terkait kritik pada pihak polisi dan pemerintah.

5. Pasal 29 tentang ancaman kekerasan. Pasal ini bermasalah lantaran dapat dipakai untuk memidana orang yang ingin lapor ke polisi.

6. Pasal 36 tentang kerugian. Pasal ini dapat digunakan untuk memperberat hukuman pidana defamasi.

7. Pasal 40 ayat 2a tentang muatan yang dilarang. Pasal ini bermasalah karena dapat digunakan sebagai alasan internet shutdown untuk mencegah penyebarluasan dan penggunaan hoax.

8. Pasal 40 ayat 2b tentang pemutusan akses. Pasal ini bermasalah karena dapat menjadi penegasan peran pemerintah lebih diutamakan dari putusan pengadilan.

9. Pasal 45 ayat 3 tentang ancaman penjara dari tindakan defamasi. Pasal ini bermasalah karena dapat menahan tertuduh saat proses penyidikan.

Untuk diketahui, sejak diresmikan, Undang-Undang No.11 Tahun 2008, khususnya pasal 27 ayat 3 sudah menjerat puluhan orang.

Sepanjang tahun 2020 lalu, lembaga pemerhati keamanan internet, Safenet mencatat sudah ada 34 kasus yang terjadi.

Sempat direvisi Pada Desember 2015 lalu, Presiden Joko Widodo mengajukan revisi terhadap UU ITE kepada DPR.

Revisi tersebut rampung dan dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016.

Menteri Komunikasi dan Informatika kala itu, Rudiantara meyakini setelah revisi UU ITE ini tak akan ada lagi kriminalisasi kebebasan berpendapat.

Rudiantara melanjutkan, revisi tersebut akan memberikan kepastian pada masyarakat. Salah satunya terkait Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang kerap menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.

"Dengan revisi ini, tidak ada multitafsir. Karena tuntutan hukum dari maksimal enam tahun menjadi maksimal empat tahun. Jadi tidak bisa ditangkap baru (kemudian) ditanya, karena semuanya harus ada proses. Lalu deliknya adalah delik aduan," kata Rudiantara pada 2016 silam.

Jokowi ingin revisi UU ITE lagi? Presiden Jokowi dalam rapat terbatas pada Senin (15/2/2021) kembali mengingatkan bahwa semangat UU ITE adalah untuk menjaga ruang digital Indonesia, agar lebih bersih, sehat, beretika, dan bisa dimanfaatkan secara produktif.

Jika ternyata dalam pelaksanaannya tidak memberikan keadilan bagi masyarakat, Jokowi mengatakan dirinya bisa saja meminta DPR untuk melakukan revisi dan menghapus pasal-pasal karet dalam UU ITE tersebut.

Sebab, menurut Jokowi, pasal-pasal dalam UU ITE tersebut bisa menjadi hulu dari persoalan hukum.

 "Terutama menghapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa beda-beda, yang mudah diinterpretasikan secara sepihak," kata Jokowi sebagaimana dikutip dari Antaranews, Selasa (16/2/2021).

Belakangan, Jokowi mengungkapkan UU ITE ini banyak digunakan oleh masyarakat sebagai rujukan hukum untuk membuat laporan ke pihak kepolisian.

Namun dalam penerapannya, kerap timbul proses hukum yang dianggap beberapa pihak kurang memenuhi rasa keadilan.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD juga mengungkapkan bahwa pemerintah akan mendiskusikan inisiatif untuk meakukan revisi terhadap UU ITE.

Hal tersebut diungkapkan Mahfud melalui sebuah kicauan di Twitter. "Jika sekarang UU tersebut (UU ITE) dianggap tidak baik dan memuat pasal-pasal karet, mari kita buat resultante baru dengan merevisi UU tersebut," tulis Mahfud.(*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "9 "Pasal Karet" dalam UU ITE yang Perlu Direvisi Menurut Pengamat"

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved