Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Khazanah Islam

Islam Mewajibkan Pemberian Mahar, Rasulullah: Sebaik-baik Perempuan yang Paling Ringan Maskawinnya

Selain wujud nyata keseriusan laki-laki yang hendak menikahi wanita pujaanya. Hal ini juga menjadi bukti Islam sangat memuliakan wanita.

Editor: Hasrul
Ilustrasi/Pexels.com
Ilustrasi pernikahan. Islam Mewajibkan Pemberian Mahar, Rasulullah: Sebaik-baik Perempuan yang Paling Ringan Maskawinnya 

Islam Mewajibkan Pemberian Mahar, Rasulullah SAW: Sebaik-baik Perempuan yang Paling Ringan Maskawinnya

TRIBUN-TIMUR.COM - Benar bahwa Islam mewajibkan pemberian mahar dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan dalam pernikahan.

Dalam Islam, mahar bukanlah 'harga' dari seorang wanita yang dinikahi, sebab pernikahan bukanlah jual beli wanita.

Selain wujud nyata keseriusan laki-laki yang hendak menikahi wanita pujaanya. Hal ini juga menjadi bukti Islam sangat memuliakan wanita.

Mahar Bukan Rukun Nikah Tapi Wajib Walaupun Hanya Sepasang Sandal, Berapa Mahar Rasulullah?

Heboh, Uang Panai Cewek Malangke Barat Luwu Utara Rp 300 Juta, Plus Rumah dan 1 Set Berlian

Maka dari itu, tidak ada ukuran dan jumlah yang pasti dalam mahar, ia bersifat relatif bahkan ada yang berpendapat bahawa ia disesuaikan dengan kemampuan dan kepantasan dalam suatu masyarakat.

 

Rasulullah SAW mengajarkan kepada umatnya agar tidak berlebihan di dalam menentukan besarnya mahar.

Hal ini dimaksudkan agar tidak menimbulkan kesulitan bagi para pemuda yang bermaksud untuk menikah, karena mempersulit pernikahan akan berdampak negatif bagi mereka yang sudah memiliki keinginan menggebu-gebu untuk menjalankannya.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW. bersabda,

خيرهن أيسرهن صداقا

“Sebaik-baik perempuan adalah yang paling mudah (ringan) maskawinnya.” (HR. Ibn Hibban).

Kemudian barang pemberian (mahar) menjadi hak milik sang istri. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWAT dan sunnah Rasul-NYA.

Adapun firman Allah yang dimaksud adalah:

وَآَتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا

“Berikanlah mahar (maskawin) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang wajib. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari mahar itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.” (Qs. An-Nisa’ : 4).

Dalam hadis juga disebutkan tentang wajibnya mahar dalam pernikahan diantaranya:

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي حَازِمٍ عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ أَنَّ امْرَأَةً جَاءَتْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ جِئْتُ لِأَهَبَ لَكَ نَفْسِي فَنَظَرَ إِلَيْهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَعَّدَ النَّظَرَ إِلَيْهَا وَصَوَّبَهُ ثُمَّ طَأْطَأَ رَأْسَهُ فَلَمَّا رَأَتْ الْمَرْأَةُ أَنَّهُ لَمْ يَقْضِ فِيهَا شَيْئًا جَلَسَتْ فَقَامَ رَجُلٌ مِنْ أَصْحَابِهِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكَ بِهَا حَاجَةٌ فَزَوِّجْنِيهَا فَقَالَ هَلْ عِنْدَكَ مِنْ شَيْءٍ فَقَالَ لَا وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ اذْهَبْ إِلَى أَهْلِكَ فَانْظُرْ هَلْ تَجِدُ شَيْئًا فَذَهَبَ ثُمَّ رَجَعَ فَقَالَ لَا وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا وَجَدْتُ شَيْئًا قَالَ انْظُرْ وَلَوْ خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ فَذَهَبَ ثُمَّ رَجَعَ فَقَالَ لَا وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ وَلَكِنْ هَذَا إِزَارِي قَالَ سَهْلٌ مَا لَهُ رِدَاءٌ فَلَهَا نِصْفُهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا تَصْنَعُ بِإِزَارِكَ إِنْ لَبِسْتَهُ لَمْ يَكُنْ عَلَيْهَا مِنْهُ شَيْءٌ وَإِنْ لَبِسَتْهُ لَمْ يَكُنْ عَلَيْكَ شَيْءٌ فَجَلَسَ الرَّجُلُ حَتَّى طَالَ مَجْلِسُهُ ثُمَّ قَامَ فَرَآهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُوَلِّيًا فَأَمَرَ بِهِ فَدُعِيَ فَلَمَّا جَاءَ قَالَ مَاذَا مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ قَالَ مَعِي سُورَةُ كَذَا وَسُورَةُ كَذَا وَسُورَةُ كَذَا عَدَّهَا قَالَ أَتَقْرَؤُهُنَّ عَنْ ظَهْرِ قَلْبِكَ قَالَ نَعَمْ قَالَ اذْهَبْ فَقَدْ مَلَّكْتُكَهَا بِمَا مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ

Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id Telah menceritakan kepada kami Ya'qub bin Abdurrahman dari Abu Hazim dari Sahl bin Sa'd bahwasanya, ada seorang wanita mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan berkata, "Wahai Rasulullah, aku datang untuk menyerahkan diriku padamu." Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun memandangi wanita dari atas hingga ke bawah lalu beliau menunduk. Dan ketika wanita itu melihat, bahwa beliau belum memberikan keputusan akan dirinya, ia pun duduk. Tiba-tiba seorang laki-laki dari sahabat beliau berdiri dan berkata, "Wahai Rasulullah, jika Anda tidak berhasrat dengannya, maka nikahkanlah aku dengannya." Lalu beliau pun bertanya: "Apakah kamu punya sesuatu (untuk dijadikan sebagai mahar)?" Laki-laki itu menjawab, "Tidak, demi Allah wahai Rasulullah." Kemudian beliau bersabda: "Kembalilah kepada keluargamu dan lihatlah apakah ada sesuatu?" Laki-laki itu pun pergi dan kembali lagi seraya bersabda: "Tidak, demi Allah wahai Rasulullah, aku tidak mendapatkan apa-apa?" beliau bersabda: "Lihatlah kembali, meskipun yang ada hanyalah cincin besi." Laki-laki itu pergi lagi, kemudian kembali dan berkata, "Tidak, demi Allah wahai Rasulullah, meskipun cincin emas aku tak punya, tetapi yang ada hanyalah kainku ini." Sahl berkata, "Tidaklah kain yang ia punyai itu kecuali hanya setengahnya." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun bertanya: "Apa yang dapat kamu lakukan dengan kainmu itu? Bila kamu mengenakannya, maka ia tidak akan memperoleh apa-apa dan bila ia memakainya, maka kamu juga tak memperoleh apa-apa." Lalu laki-laki itu pun duduk agak lama dan kemudian beranjak. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melihatnya dan beliau pun langsung menyuruh seseorang untuk memanggilkannya. Ia pun dipanggil, dan ketika datang, beliau bertanya, "Apakah kamu punya hafalan Al Qur`an?" laki-laki itu menjawab, "Ya, aku hafal surat ini dan ini." Ia sambil menghitungnya. Beliau bertanya lagi, "Apakah kami benar-benar menghafalnya?" ia menjawab, "Ya." Akhirnya beliau bersabda: "Kalau begitu, perigilah. Sesungguhnya kau telah kunikahkan dengannya dengan mahar apa yang telah kamu hafal dari Al Qur`an."(HR. Bukhari)

Hadist Seputar Mahar

1. Masyruiyah Pemberian Mahar

a. Tagih Mahar dari Ali Untuk Fatimah

وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا- قَالَ: لَمَّا تَزَوَّجَ عَلِيٌّ فَاطِمَةَ. قَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم: «أَعْطِهَا شَيْئًا». قَالَ: مَا عِنْدِي شَيْءٌ. قَالَ: «فَأَيْنَ دِرْعُكَ الحُطَمِيَّةُ?». رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ, وَالنَّسَائِيُّ, وَصَحَّحَهُ الْحَاكِمُ.

Ibnu Abbas berkata: Ketika Ali menikah dengan Fathimah, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda kepadanya: “Berikanlah sesuatu kepadanya.” Ali menjawab: Aku tidak mempunyai apa-apa. Beliau bersabda: “Mana baju besi buatan Huthomiyyah milikmu?”. (Riwayat Abu Dawud dan Nasa’i)

b. Mahar Rasulullah 500 Dirham

عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ; أَنَّهُ قَالَ: سَأَلْتُ عَائِشَةَ زَوْجَ النَّبِيِّ - صلى الله عليه وسلم - كَمْ كَانَ صَدَاقُ رَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - قَالَتْ: كَانَ صَدَاقُهُ لِأَزْوَاجِهِ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ أُوقِيَّةً وَنَشًّا. قَالَتْ: أَتَدْرِي مَا النَّشُّ? قَالَ: قُلْتُ: لَا. قَالَتْ: نِصْفُ أُوقِيَّةٍ. فَتِلْكَ [ص:314] خَمْسُمِائَةِ دِرْهَمٍ, فَهَذَا صَدَاقُ رَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - لِأَزْوَاجِهِ.

رَوَاهُ مُسْلِم

dari Abu Salamah bin Abdirrahman berkata: aku bertanya kepada Aisyah istri nabi SAW tentang berapa Shadaq/mahar beliau, maka Aisyah berkata : berkata,"Mahar Rasulullah kepada para isteri beliau adalah 12 Uqiyah dan satu nasy". Aisyah berkata,"Tahukah engkau apakah nash itu?". Abdur Rahman berkata,"Tidak". Aisyah berkata,"Setengah Uuqiyah". Jadi semuanya 500 dirham. Inilah mahar Rasulullah SAW kepada para isteri beliau. (HR. Muslim)

c. Wajib Walaupun Hanya Cincin Besi

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي حَازِمٍ عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ أَنَّ امْرَأَةً جَاءَتْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ جِئْتُ لِأَهَبَ لَكَ نَفْسِي فَنَظَرَ إِلَيْهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَعَّدَ النَّظَرَ إِلَيْهَا وَصَوَّبَهُ ثُمَّ طَأْطَأَ رَأْسَهُ فَلَمَّا رَأَتْ الْمَرْأَةُ أَنَّهُ لَمْ يَقْضِ فِيهَا شَيْئًا جَلَسَتْ فَقَامَ رَجُلٌ مِنْ أَصْحَابِهِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكَ بِهَا حَاجَةٌ فَزَوِّجْنِيهَا فَقَالَ هَلْ عِنْدَكَ مِنْ شَيْءٍ فَقَالَ لَا وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ اذْهَبْ إِلَى أَهْلِكَ فَانْظُرْ هَلْ تَجِدُ شَيْئًا فَذَهَبَ ثُمَّ رَجَعَ فَقَالَ لَا وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا وَجَدْتُ شَيْئًا قَالَ انْظُرْ وَلَوْ خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ فَذَهَبَ ثُمَّ رَجَعَ فَقَالَ لَا وَاللَّهِ

يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ وَلَكِنْ هَذَا إِزَارِي قَالَ سَهْلٌ مَا لَهُ رِدَاءٌ فَلَهَا نِصْفُهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا تَصْنَعُ بِإِزَارِكَ إِنْ لَبِسْتَهُ لَمْ يَكُنْ عَلَيْهَا مِنْهُ شَيْءٌ وَإِنْ لَبِسَتْهُ لَمْ يَكُنْ عَلَيْكَ شَيْءٌ فَجَلَسَ الرَّجُلُ حَتَّى طَالَ مَجْلِسُهُ ثُمَّ قَامَ فَرَآهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُوَلِّيًا فَأَمَرَ بِهِ فَدُعِيَ فَلَمَّا جَاءَ قَالَ مَاذَا مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ قَالَ مَعِي سُورَةُ كَذَا وَسُورَةُ كَذَا وَسُورَةُ كَذَا عَدَّهَا قَالَ أَتَقْرَؤُهُنَّ عَنْ ظَهْرِ قَلْبِكَ قَالَ نَعَمْ قَالَ اذْهَبْ فَقَدْ مَلَّكْتُكَهَا بِمَا مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ

Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id Telah menceritakan kepada kami Ya'qub bin Abdurrahman dari Abu Hazim dari Sahl bin Sa'd bahwasanya, ada seorang wanita mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan berkata, "Wahai Rasulullah, aku datang untuk menyerahkan diriku padamu." Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun memandangi wanita dari atas hingga ke bawah lalu beliau menunduk. Dan ketika wanita itu melihat, bahwa beliau belum memberikan keputusan akan dirinya, ia pun duduk. Tiba-tiba seorang laki-laki dari sahabat beliau berdiri dan berkata, "Wahai Rasulullah, jika Anda tidak berhasrat dengannya, maka nikahkanlah aku dengannya." Lalu beliau pun bertanya: "Apakah kamu punya sesuatu (untuk dijadikan sebagai mahar)?" Laki-laki itu menjawab, "Tidak, demi Allah wahai Rasulullah." Kemudian beliau bersabda: "Kembalilah kepada keluargamu dan lihatlah apakah ada sesuatu?" Laki-laki itu pun pergi dan kembali lagi seraya bersabda: "Tidak, demi Allah wahai Rasulullah, aku tidak mendapatkan apa-apa?" beliau bersabda: "Lihatlah kembali, meskipun yang ada hanyalah cincin besi." Laki-laki itu pergi lagi, kemudian kembali dan berkata, "Tidak, demi Allah wahai Rasulullah, meskipun cincin emas aku tak punya, tetapi yang ada hanyalah kainku ini." Sahl berkata, "Tidaklah kain yang ia punyai itu kecuali hanya setengahnya." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun bertanya: "Apa yang dapat kamu lakukan dengan kainmu itu? Bila kamu mengenakannya, maka ia tidak akan memperoleh apa-apa dan bila ia memakainya, maka kamu juga tak memperoleh apa-apa." Lalu laki-laki itu pun duduk agak lama dan kemudian beranjak. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melihatnya dan beliau pun langsung menyuruh seseorang untuk memanggilkannya. Ia pun dipanggil, dan ketika datang, beliau bertanya, "Apakah kamu punya hafalan Al Qur`an?" laki-laki itu menjawab, "Ya, aku hafal surat ini dan ini." Ia sambil menghitungnya. Beliau bertanya lagi, "Apakah kami benar-benar menghafalnya?" ia menjawab, "Ya." Akhirnya beliau bersabda: "Kalau begitu, perigilah. Sesungguhnya kau telah kunikahkan dengannya dengan mahar apa yang telah kamu hafal dari Al Qur`an."(HR. Bukhari)

d. Wajib Walaupun Hanya Sepasang Sandal

عن عامر بن ربيعة، عن أبيه، أن امرأة من بني فزارة تزوجت على نعلين، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: أرضيت من نفسك ومالك بنعلين؟ قالت: نعم، قال: فأجازه.

Artinya: Dari Amir bin Robi'ah bahwa seorang wanita dari Bani Fazarah menikah dengan mahar sepasang sendal. Lalu Rasulullah SAW bertanya, "Relakah diri dan hartamu dinikahi dengan sepasang sendal?". Wanita itu menjawab," Ya". Maka beliau SAW pun membolehkannya (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu madjah).

Penjelasan Hadist

a. Mahar Hukumnya Wajib

Berangkat dari sejumlah hadist di atas para ulama berpendapat bahwa hukum menyerahkan mahar kepada istri adalah wajib, hadist-hadist tersebut tentunya memperkuat ayat Al Qur’an yang bunyinya:

وَآَتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً

Berikanlah mahar (maskawin) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang wajib (An Nisa: 4)

Dijelaskan dalam kitab Fiqih manhaji tentang kewajibannya sebagaimana berikut:

الصداق واجب على الزوج بمجرد تمام عقد الزواج، سواء سمي في العقد بمقدار معين من المال: كألف ليرة سورية مثلاُ،

أو لم يسمِّ، حتى لو اتفق على نفيه، أو عدم تسميته، فالاتفاق باطل، والمهر لازم.

Maskawin hukumnya wajib bagi suami dengan sebab telah sempurnanya akad nikah, dengan kadar harta yang telah ditentukan, seperti 1000 lira Syiria, atau tidak disebutkan, bahkan jika kedua belah pihak sepakat untuk meniadakannya, atau tidak menyebutkannya, maka kesepakatan tersebut batal, dan mas kawin tetap wajib.

b. Mahar Bukan Rukun Nikah

Sekalipun hukum menyerahkannya adalah wajib, namun mahar tidaklah termasuk dalam rukun akad nikah. Hal ini dikarenakan tujuan utama dari diselenggarakannya pernikahan adalah bukan seperti jual beli, namun lebih jauh kepada hubungan seumur hidup dan hak istimta’. Hal ini dipertegas dalam Al Qur’an:

لَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِنْ طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ مَا لَمْ تَمَسُّوهُنَّ أَوْ تَفْرِضُوا لَهُنَّ فَرِيضَةً

Tidak ada kewajiban membayar atas kamu, jika kamu menceraikan isteri-isteri kamu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya. (QS. Al-Baqarah 236)

Dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam Raudhatu-t-thalibin:

قَالَ الْأَصْحَابُ: لَيْسَ الْمَهْرُ رُكْنًا فِي النِّكَاحِ، بِخِلَافِ الْمَبِيعِ وَالثَّمَنِ فِي الْبَيْعِ

Berkata para shabat (Syafi’iyah): bahwa mahar bukanlah rukun dalam nikah, tidak seperti komoditas jual beli dan uang dalam perdagangan.

c. Konversi Mahar Rasulullah ke Rupiah

Dalam hadist sebelumnya disebutkan dari keterangan Aisyah RA bahwa mahar Rasulullah SAW kepada istri-istrinya adalah sekitar 500 dirham. Lalu berapakah mahar beliau SAW bila dikonversi ke mata uang kita saat ini?

Menukil dari tulisan Ustadz Ahmad Sarwat dalam buku beliau Serial Fiqih Kehidupan, setidaknya ada dua metode yang bisa dilakukan untuk mengetahui nominal mahar Rasulullah di masa sekarang.

Metode pertama adalah dengan perbandingan antara dinar dan dirham. Dinar adalah mata uang emas sedangkan dirham adalah mata uang perak. Nilai dinar emas tentu lebih besar dari pada nilai dirham perak.

Di masa Rasulullah SAW, uang 1 dinar emas bisa untuk membeli seekor kambing. Dan dalam riwayat yang masyhur bahwa perbandingan 1 Dinar setara dengan 10 dirham. Artinya 500 dirham setara dengan 50 dinar emas yang bisa dibelikan 50 ekor kambing. Pada zaman kita saat ini, rata-rata harga kambing yang sehat dengan kualitas baik bisa ditakar dengan harga 1,5 juta, maka kalau 50 ekor kambing bisa berkisar 75 juta rupiah.

Metode kedua, dihitung oleh Syeikh Muhammad Shalih Al-Munajjid dalam salah satu fatwanya. Beliau menghitung dengan cara menghitung berapa harga dirham di masa Nabi SAW dibandingkan dengan harga perak hari ini. Menurut beliau, nilai satu dirham di masa Nabi SAW kalau diukur dengan timbangan modern zaman kita kurang lebih setara dengan 2,975 gram. Sedikit lagi tiga gram perak. Lalu 500 dirham dikalikan 2,975 = 1.487,5 gram perak. Harga 1 dirham perak di Saudi Arabia menurut hitungan beliau setara dengan 1 Riyal Saudi. Sehingga 500 dinar di masa Nabi SAW setara dengan 1.487,5 Riyal Saudi6.

Jika mengikuti konversi hari ini (10 desember 2018), harga tersebut setara 57.584.013,31 rupiah. Cukup jauh perbedaan antara metode pertama dengan metode kedua namun yang harus kita fahami bersama adalah, mahar rasulullah kepada para istrinya mencapai angka yang sangat besar sekali nominalnya. Hal yang dilakukan nabi tersebut tentunya layak dicontoh oleh setiap laki-laki yan mau menikah dan mampu.

Penutup

Pembahasan seputar mahar memang sangat kompleks, mulai dari batas pemberiannya, jenis yang diberikan, sampai kepada permasalahan zaman sekarang dimana mahar berupa hafalan quran menjadi trend anak muda masa kini.

Pada prinsipnya, mahar adalah pemberian yang wajib diserahkan kepada istri untuk menghormatinya telah ridha dinikahi dan bisa mendapatkan hak istimta’ darinya.

Dari sinilah para ulama mengambil kesimpulan bahwa mahar haruslah sesuatu yang berharga dan mempunyai nilai jual, jika memang tak punya hal tersebut maka boleh membayar mahar berupa jasa.

(HASRUL/TRIBUNTIMUR)

Tulisan ini dikutip dari buku Serial Hadist Nikah 4 : Mahar Sebuah Tanda Cinta Terindah yang ditulis oleh Firman Arifandi,, LL.B., LL.M terbitan Rumah Fiqih Publishing, Cetakan Pertama
12 Desember 2018

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved