Unhas
Jusuf Kalla Cerita Pengalamannya Selesaikan Konflik pada Peresmian Puslitbang CPCD Unhas
Universitas Hasanuddin (Unhas) meresmikan berdirinya Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Perdamaian, Konflik, dan Demokrasi atau Center
Penulis: Muhammad Fadhly Ali | Editor: Sudirman
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR -Universitas Hasanuddin (Unhas) meresmikan berdirinya Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Perdamaian, Konflik, dan Demokrasi atau Center for Peace, Conflict, and Democracy (CPCD) melalui aplikasi zoom meeting, Sabtu (30/1/2021).
Puslitbang tersebut, berada di bawah Lembaga Penelitian dan Pengembangan (LPPM) Unhas
CPCD diresmikan Wakil Presiden Republik Indonesia ke-10 dan ke-12, Dr (HC) HM Jusuf Kalla.
Turut hadir Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Nurdin Abdullah, Rektor Unhas pada masanya dan Tokoh Kemanusiaan Prof Idrus Paturusi, Tokoh Perdamaian Dr Farid Husain, serta sejumlah tokoh lainnya.
Dalam arahannya, Jusuf Kalla memaparkan pengalamannya dalam menyelesaikan konflik di Indonesia, hingga manca negara.
Jusuf Kalla juga menguraikan bagaimana konstruksi konflik di Indonesia sejak jaman kemerdekaan hingga kini.
"Perdamaian adalah situasi tidak ada konflik, sebaliknya konflik adalah situasi tidak ada perdamaian. Sementara demokrasi adalah cara kita bernegara dan bermasyarakat, dengan tujuan menciptakan situasi damai dan mengatasi konflik. Jadi ketiga konsep ini adalah satu kesatuan," kata Jusuf Kalla.
Dari pengalaman mengatasi berbagai konflik, Jusuf Kalla menilai bahwa penyebab utama konflik adalah ketidakpuasan, ketidakseimbangan, atau ketidakharmonisan.
Maka perlu ada lembaga yang selalu mengkaji, sehingga potensi terjadinya konflik yang berpotensi merusak tatanan sosial dapat diidentifikasi sejak dini.
"Kita harus mengetahui karakter pihak yang berkonflik, mengetahui apa kebutuhan dan aspirasi mereka. Itu cara yang sering saya pakai, sebelum mediasi, saya selalu pelajari karakter dan latar belakang para pihak," jelasnya.
Usai peresmian dilanjutkan dengan diskusi dan bedah budu karya civitas akademika Unhas, yaitu buku "Damai di Bumi Sawerigading" karya Rektor Unhas Prof Dwia Aries Tina Pulubuhu dan buku "Hadir untuk Perdamaian dari Poso ke Afghanistan" oleh Farid Husain (juru runding konflik, dosen Fakultas Kedokteran).
Rektor Dwia menjelaskan, CPCD Unhas sudah lama digagas. Kehadiran CPCD dimaksudkan agar Unhas lebih produktif dalam mempromosikan perdamaian, mengatasi konflik, dan memperkuat demokrasi, baik di Indonesia maupun dunia.
"Unhas memiliki banyak riset, baik oleh dosen maupun mahasiswa tentang konflik dan demokrasi. Kita melakukan pendampingan di wilayah konflik, seperti di Poso," katanya.
"Yang terpenting, kita memiliki figur nasional dan dunia, Bapak Jusuf Kalla. Beliau berperan pada upaya mengatasi konflik di berbagai tempat. Kehadiran CPCD ini merupakan langkah menyatukan sumber daya dan potensi tersebut," kata Dwia.
CPCD merupakan Puslitbang ke-12 di bawah LPPM Unhas. Untuk tahap awal, Ketua LPPM, Prof Andi Alimuddin, dipercaya sebagai Ketua.
Secara operasional, CPCD Unhas dilengkapi dengan tiga divisi, yaitu, Divisi Research and Development, untuk aktivitas riset dan publikasi, dan membangun kemitraan dengan Center of Excellence lainnya, baik di dalam maupun luar negeri.
Divisi Training and Education, untuk pelatihan dan pendidikan publik, mempersiapkan para peace bulder dan peace maker, terutama generasi muda, melahirkan negosiator-negosiator ulung, dan menjadi konsultan politik dan demokrasi.
Dan Divisi Risk Data Management, untuk menyiapkan data konflik guna mengantisipasi konflik, melakukan pemetaan karakter konflik setiap daerah di Indonesia, sehingga setiap wilayah mempunyai rekam data konflik.
"Jika memperoleh persetujuan Senat Akademik dan Majelis Wali Amanat, ke depannya CPCD akan membuka program pendidikan reguler dalam bidang perdamaian, konflik, dan demokrasi," ujarnya.
Sementara, Nurdin Abdullah menyampaikan bahwa kehadiran Puslitbang ini bermakna penting bagi pemerintah daerah.
Segala kebijakan pemerintah harus membawa manfaat bagi masyarakat, sehingga harus ada riset dan landasan ilmiah yang mendukung agar kebijakan dapat terukur.
"Pusat studi ini sangat strategis dalam membuat kebijakan dan kajian-kajian dan memberikan solusi konflik. Dan meningkatkan kualitas demokrasi khususnya di Sulawesi Selatan," kata Nurdin Abdullah.
Pengalaman sebagai bangsa sudah cukup dengan berbagai konflik yang telah memberikan pelajaran penting.
Pendekatan kekerasan selalu melahirkan kekerasan lanjutan. Konflik juga jangan sekali-kali direspon dengan lambat atau salah dalam mengambil keputusan.
"Kami di Sulsel menjadikan dialog sebagai tradisi dijalin dalam bentuk komunikasi, formal dan informal, bagi seluruh pemangku kepentingan. Mencari tahu akar konflik adalah kunci utama menyelesaikan konflik," katanya.
Hadir sebagai pembahas Ketua Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian Universitas Gadjah Mada M. Najib Azca, Ph.D, dan Tim Juru Bicara Presiden/Dosen Fisipol Universitas Airlangga Novri Susan, Ph.D.(tribun-timur.com)
Laporan Wartawan Tribun-Timur.com, @fadhlymuhammad