Abu Janda
Buntut Panjang Twit Abu Janda Giliran Komisi III Ramai-ramai 'Menyerang' Sebut Tak Boleh Ditoleransi
Buntut panjang twit Abu Janda giliran Komisi III DPR RI ramai-ramai 'menyerang' sebut tak boleh ditoleransi.
TRIBUN-TIMUR.COM - Buntut panjang twit Abu Janda giliran Komisi III DPR RI ramai-ramai 'menyerang' sebut tak boleh ditoleransi.
Anggota Komisi III DPR Jazilul Fawaid meminta Kepolisian menindaklanjuti laporan terhadap Permadi Arya alias Abu Janda.
Abu Janda iduga menyampaikan ujaran kebencian rasisme kepada Natalius Pigai melalui media sosial.
"Kalau sudah dilaporkan, tugas polisi menindaklanjuti secara terbuka, adil dan berdasarkan pada bukti-bukti, tidak terkecuali pada Abu Janda," ujar Jazilul kepada wartawan, Jakarta, Jumat (29/1/2021).
"Hukum tidak boleh pandang bulu atau berpihak pada kelompok tertentu," sambung Jazilul.

"Hemat saya, polisi dapat melakukan diteksi dini kepada siapa saja pemain yang berpotensi menebar kebencian, sensasi, fitnah dan rasis agar dapat dicegah.
No tolerance bagi siapapun yang berpotensi merusak persatuan," tutur Wakil Ketua Umum PKB itu.
Jazilul pun mengajak semua pihak agar berhati hati mengeluarkan ujaran berupa fitnah, hoaks, dan rasis.
"Kita hidup di negara Pancasila yang majemuk dari berbagai ras, suku, agama, dan asal usul," ucap Jazilul.
Sebelumnya, Permadi dilaporkan ke Bareskrim Polri atas dugaan ujaran rasial melalui akun sosial media Twitternya kepada aktivis Papua Natalius Pigai pada hari ini, Kamis (28/1/2021).
Laporan itu didaftarkan oleh Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) dengan nomor LP/B/0052/I/2021/Bareskrim tertanggal Kamis 28 Januari 2021. Adapun akun yang dilaporkan adalah akun Twitter @permadiaktivis1.
Ketua bidang Hukum KNPI, Medya Riszha Lubis menyampaikan konten ujaran rasial tersebut diunggah Permadi pada 2 Januari 2021 lalu.
Unggahan itu dinilai sebagai unsur rasial kepada masyarakat Indonesia keturunan Papua.
Ia menuturkan unsur kata yang diduga Permadi menyebarkan ujaran rasial berkaitan dengan kata evolusi.
Menurutnya, evolusi itu merujuk dengan penghinaan bentuk fisik Natalius yang merupakan masyarakat Papua.