Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Hidup Tentram ala Warga Desa Popenga Majene, Semua Masalah Diselesaikan Secara Adat

Jika terjadi perkelahian antar warga, maka aturan yang dikedepankan adalah hukum adat.

Penulis: Muslimin Emba | Editor: Imam Wahyudi
TRIBUN TIMUR/MUSLIMIN EMBA
Foto bersama Tim TNI AL dan warga Desa Popenga, Kecamatan Ulumanda, Kabupaten Majene, Jumat (22/1/2021). 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAJENE - Desa Popenga, Kecamatan Ulumanda, adalah satu dari 82 desa dan kelurahan di Kabupaten Majene, Sulawesi Barat, yang masih melestarikan kearifan lokalnya.

Kehidupan di desa yang dikelilingi perbukitan hijau nan rindang itu, tampak begitu tentram.

Itu diyakini berkat penerapan hukum adat yang masih dipelihara masyarakat setempat.

Hukum yang jika dilanggar akan disanksi atau diadili oleh tokoh adat setempat.

Mulai dari aspek keamanan hingga perkawaninan.

Meski demikian, hukum adat yang mengatur kehidupan sosial warga setempat itu tetap mengakui dan menerapkan hukum positif atau aturan negara. 

Contoh kadus dari aspek keamanan.

Jika terjadi perkelahian antar warga, maka aturan yang dikedepankan adalah hukum adat.

"Seperti kalau ada orang berkelahi, walaupun ada bawa parang dan ada yang luka dan lain-lain, itu tidak bisa langsung ke kepolisian. Harus diurusi di adat dulu," kata Muhammad Yunus (52) satu dari dari tokoh ada di Desa Popenga.

Penyelesaiannya kasus perkelahian itu lanjut Muhammad Yunus, dilakukan dengan mempertemukan dua belah pihak yang bertikai.

Pertemuan itu lanjut Muhammad Yunus, membahas soal ganti rugi atau denda kepada pelaku pemarangan yang dianggap bersalah.

Sanksinya, berupa Tedong atau kerbau.

"Jadi diatur kedua belah pihak. Artinya kalau seumpama biayanya itu seharga kerbau, maka yang melakukan pemarangan harus membayarnya dengan satu ekor kerbau," ujarnya.

Jika tidak pelaku tidak mampu membayar biaya pengobatan atau seekor kerbau yang disanksikan, maka pelaku kata Muhammad Yunus akan diserahkan atau dilaporkan ke pihak berwajib (kepolisian).

"Kalau tidak mampu dibayar, itu mi yang diserahkan ke hukum (pihak kepolisian)," ungkap Muhammad Yunus.

Muhammad Yunus adalah Kepala Sekolah SD 8 Seppong, Desa Ulumanda.

Ia juga diberi tanggungjawab sebagai tokoh adat di Dusun Batang Nato, satu dari delapan dusun di Desa Popenga.

Dari aspek perkawinan atau pernikahan. Setiap calon pengantin yang hendak melangsungkan pernikahan harus mendapat surat izin atau rekomendasi dari tokoh adat setempat.

Jika tidak mengantongi izin, maka pernikahannya dianggap tidak sah.

Hal itu diungkapkan tokoh adat lainnya, Basir (53), tokoh adat di Dusun Urekang.

"Di sini kan ada namanya 'Adat Tuo'. Adat Tuo ini artinya adat hidup. Jadi, jika ada masalah-masalah harus diselesaikan secara adat, dengan cara musyawarah mufakat, kalau tidak selesai baru diserahkan ke hukum (kepolisian)," kata Basir menegaskan pernyataan Muhammad Yunus.

Basir juga menegaskan, selama keberlangsungan hukum adat itu diterapkan, nyaris belum ada warga di Desa Popenga yang bersentuhan dengan hukum positif atau kepolisian.

"Selama ini, masalah-masalah yang terjadi belum pernah tidak diselesaikan secara adat," ujar Basir yang juga Kepala Sekolah di SD 40 Babalombi.

Sanksi yang diterapkan oleh hukum adat setempat kebanyakan adalah seekor kerbau.

Penerapan sangksi itu, membuat warga setempat enggan bertikai atau berbuat masalah.

Pasalnya, stok kerbau di desa itu juga telah menipis. Terlebih harganya yang kian mahal jika dibeli dari luar desa atau kecamatan.

Di Desa Popenga, terdapat delapan tokoh adat. Itu merujuk dengan jumlah dusun yang ada.

Ke delapan tokoh adat itu dikomandoi oleh ketua adat yang berposisi di desa.

Jika permasalahan yang didapati di dusun tidak dapat diselesaikan oleh tokoh adat dusun, maka sidangnya atau penyelesaiannya akan diangkat ke hukum adat tingkat desa.

Ke delapan tokoh ada dusun dan satu ketua adat di desa itu dilantik oleh kepala desa terpilih.

Desa Popenga saat ini dipimpin oleh Muslimin, kepala desa terpilih.

Selain masih menerapkan hukum adat, warga desa Popenga juga didiami mayoritas penduduk muslim.

Terlihat dari pakaian yang dikenakan warganya.

Kaum wanita nyaris tidak terlihat ada yang keluar rumah tampa jilbab.

Dan umumnya mereka mengenakan jilbab besar, yang menutupi hingga badan.

Begitu juga kaum pria, kebanyakan mengenakan celana puntung (panjang hingga di atas lutut) dan kebanyakan mengenakan kopia.

Kebanyakan kaum pria di desa itu juga kerap keluar daerah melakukan syiar agama (jamaah tabligh).

Jamaah tabligh itu, biasanya dilakukan seusai musim panen.

Hasil bumi yang kerap dipanen warga setempat, ialah padi, cokelat dan umbi-umbian.

Cerita soal penerapan hukum adat di Desa Popenga itu, diperoleh jurnalis tribun saat meliput penyaluran bantuan melalui jalur udara, Jumat (22/1/2021)

Penyaluran bantuan itu dilakukan oleh TNI Angkatan Laut menggunakan helikopter.

Heli anti kapal selam milik TNI AL itu terbang dari KRI dr Soeharso yang sandar di Pangkalan Angkatan Laut (Lanal) Mamuju.

Pengangkutan bantuan lewat jalur udara itu dilakukan setelah akses jalan ke Desa Popengan dan desa tetangganya, Ulumanda tidak dapat diakses lewat jalur darat.

Jalan yang menghubungkan pusat pemerintahan di Kecamatan Ulumanda, terputus akibat tertimbun reruntuhan material longsor.

Warga di dua desa itu pun terisolir akibat gempa bermagnitudo 6,2 yang mengguncang Sulbar, Jumat pekan lalu.

Selain memutus akses jalan, gempa yang berpusat di Majene itu, juga memutus jaringan listrik ke desa Popenga dan Ulumanda.

Pasalnya, timbunan material longsor yang menutupi jalan juga merebahkan sejumlah tiang listrik yang ada.

Padahal, kedua desa itu baru enam bulan teraliri listrik oleh PLN.

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved