Tribun Palopo
Alumnus Boston University USA, Lelaki Asal Palopo Rahmat Fadhli Sudah Jadi Doktor di UPI Bandung
Masih ingat Lelaki Asal Palopo Rahmat Fadhli? setelah lulus di luar negeri dan nikahi artis, kini dia sudah jadi doktor di UPI Bandung
Penulis: Muh Hasim Arfah | Editor: Muh Hasim Arfah
Solusinya adalah, pihak kepala sekolah melakukan indentifikasi SDM sekolah yang memiliki literasi teknologi yang rendah, kemudian melakukan intervensi berupa pemberian pelatihan kepada guru baik secara internal maupun eksternal.
Setelah itu, tahap terakhir adalah melakukan pendampingan atau one on one teaching dari rekan sebaya yang memiliki literasi teknologi yang tinggi.
Aspek berikutnya adalah Availaibility atau ketersediaan yang meliputi ketersediaan perangkat pembelajaran daring baik itu berupa hardware, software dan jaringan internet yang stabil.
Kendala utama yang dihadapi sekolah saat ini adalah, banyaknya siswa yang tidak memiliki fasilitas pembelajaran daring.
Solusi yang dapat ditawarkan adalah sekolah harus memaksimalkan peran wali kelas untuk mendata siswa yang tidak mampu, selanjutnya membawanya ke rapat rutin sekolah.
Jika memungkinkan, maka sekolah mengalokasikan anggaran pengadaan fasilitas belajar buat siswa melalui dana BOS.

"Jika kedua aspek tersebut dapat terpenuhi dengan baik, maka dapat melangkah pada aspek yang ketiga yaitu Facilitating," katanya.
Makna facilitating dalam pembelajaran daring disini adalah bagaimana guru mampu memudahkan siswa dalam pembelajaran, tidak kaku, karena model pembelajaran daring tentu berbeda dengan tatap muka.
Selain itu, aspek facilitating juga terkait dengan peran dan fungsi guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran.
Artinya adalah guru harus bertindak sebagai mitra atau pendamping dalam belajar dengan suasana belajar yang demokratis dan menyenangkan bukan lagi menggunakan sistem pembelajaran instruksional atau komando kepada siswa (top-down learning).
Sspek keempat pada model RAFLI ini adalah Leadership atau kepemimpinan. Dalam situasi pembelajaran daring seperti saat ini, guru harus dituntut untuk memiliki kemampuan techno-leadership.
Alasannya adalah karena tugas guru di era industri 4.0 ini tidak hanya memberikan materi pelajaran kepada siswa, tetapi juga harus mendemonstrasikan leadership dalam bidang teknologi, menganalisis, memfilter informasi dan membuat keputusan tepat buat siswa dalam kegiatan pembelajaran.
"Guru yang memiliki keterampilan teknologi yang baik secara otomatis akan mendatangkan simpati dari siswa.
Sehingga ini akan mengangkat wibawa guru.
Sebaliknya guru yang tidak memiliki kecakapan teknologi, secara perlahan kewibaannya pasti akan berkurang.