Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Prof Idrus Paturusi Peringatkan Potensi Gelombang Kedua Covid-19 di Sulsel

Mantan Rektor Unhas itu mengingatkan masyarakat Sulsel agar tidak lengah terhadap penerapan protokol

Penulis: Ari Maryadi | Editor: Imam Wahyudi
TRIBUN TIMUR/ARI MARYADI
Plt Ketua Umum PMI Sulsel Prof Idrus Paturusi sarapan nasi kuning di Jl Riburane, Kota Makassar, Minggu (22/11/2020) pagi.  

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Guru besar ilmu kedokteran Universitas Hasanuddin Prof Idrus Paturusi memperingatkan bahaya potensi gelombang kedua Covid-19 di Sulawesi Selatan jika masyarakat lengah.

Mantan Rektor Unhas itu mengingatkan masyarakat Sulsel agar tidak lengah terhadap penerapan protokol kesehatan Covid-19.

Plt Ketua Umum PMI Sulsel ini mencontohkan kasus Covid-19 di Jawa Barat yang sempat menurun namun kini menjadi provinsi terbanyak, bahkan kadang mengalahkan DKI Jakarta.

"Masih ingat beberapa bulan lalu Jawa Barat itu pernah 18 hingga 20 kasus perhari. Tapi sekarang dia sudah nomor satu, kadang-kadang lebih tinggi dari DKI Jakarta," katanya kepada Tribun Timur di pedagang nasi kuning Jl Riburane, Minggu (22/11/2020) pagi.

"Nah ini kita takutkan. Karena seperti ini sebetulanya ini fik dari pada anu. Tapi masih naik, belum melandai. Kalau dia turun yang kita takutkan lagi jadi second wave atau gelombang kedua," terang Prof Idrus.

Prof Idrus mengatakan, Sulawesi Selatan belum dikategorikan gelombang kedua karena trend angka kasus Covid-19 masih naik.

Prof Idrus menilai, angka trend kasus Covid-19 itu adalah angka fluktuatif.

Menurutnya, angka trend Covid-19 tidak boleh dikatakan atau diklaim melandai jika tidak dibarangi dengan pemeriksaan swab. Ia menyebutnya dengan istilah Positivity Rate.

Prof Idrus mengingatkan pesan Ketua Umum PMI Sulsel Jusuf Kalla bahwa kurangnya jumlah kasus baru bisa jadi dikarenakan kurangnya testing, atau pemeriksaan swab.

Contohnya seperti jumlah kasus di Hari Senin dan Selasa yang kurang karena kurangnya pemeriksaan swab. "Jadi itu belum tentu kasusnya berkurang," bebernya.

"Makanya saya selalu katakan yang paling penting adalah positivity rate," tegas Prof Idrus.

Positivity rate adalah perbandingan antara jumlah kasus positif Covid-19 dengan jumlah tes yang dilakukan.

Prof Idrus mencontohkan, jika jumlah sampel yang diperiksa sebanyak 100, kemudian yang dinyatakan positif sebanyak 15 diantaranya, maka positivity rate-nya adalah 15 persen.

"Sekarang kita ngomong positivity rate kita berapa? Jadi katakanlah hari Senin dan Minggu sedikit pertambahan kasus, tapi kita harus lihat positivity rate kita berapa," terangnya.

Prof Idrus mengatakan, positivity rate adalah cara untuk menentukan apakah Covid-19 betul-betul melandai di Sulsel atau belum.

"Ini sebetulnya angka yang pasti, untuk mengatakan apakah virus itu masih tinggi atau tidak," sambungnya.

Ia melanjutkan, di beberapa kabupaten Sulsel diklaim sudah masuk zona hijau penyebaran Covid-19. Akan tetapi apakah Pemkab setempat sudah melakukan 3T dengan benar.

Yaitu testing, tresing, dan tritmen. "Nah kalau dia tidak lakukan testing, bagaimana dia mau katakan kalau sudah tidak ada kasusnya," ujarnya.

"Sekarang yang naik itu Kabupaten Barru, Bone, Enrekang itu naik. Padahal dulu tidak ada. Ini masalahnya saya kira harus hati-hati," sambungnya.

Harap Masyarakat Tidak Lengah

Prof Idrus Paturusi meminta masyarakat Sulawesi Selatan tidak lengah dalam menerapkan protokol kesehatan Covid-19.

"Jangan sampai masyarakat itu lengah mengatakan sudah tidak ada apa-apa. Dan ini malah akan naik terus," harapnya.

Prof Idrus menilai, masyarakat kemungkinan tidak akan pernah putus bersama-sama dengan pendemi. Malah diasumsikan mungkin berbulan bulan atau bertahun-tahun.

"Nah ini yang kita tidak mau kalau terjadi seperti ini. Jadi tujuan kita adalah eradikasi yang tuntas," tandasnya. 

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved